BAB I
PENDAHULUAN
A. Pendahuluan
Syok
atau renjatan merupakan suatu keadaan patofisiologik dinamik yang mengakibatkan
hipoksia jaringan dan sel. Karena hipoksia pada syok terjadi gangguan
metabolisme sel, sehingga dapat timbul kerusakan ireversibel pada jaringan
organ vital. Bila terjadi kondisi seperti ini penderita meninggal dunia.
Syok
bukan merupakan penyakit dan tidak selalu disertai kegagalan perfusi jaringan.
Syok dapat terjadi karena kehilangan cairan dalam waktu singkat dari ruang
intravaskuler, kegagalan kuncup jantung, infeksi sistemik berat, reaksi imun
yang berlebihan dan reaksi vasovagol. Dan syok dapat terjadi setiap waktu pada
penderita. Penanggulangan didasarkan pada diagnosis dini yang tepat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi dan Penyebab Syok
Syok
adalah suatu sindrom klinis akibat kegagalan akut fungsi sirkulasi yang
menyebabkan ketidakcukupan perfusi jaringan dan oksigenasi jaringan, dengan
akibat gangguan mekanisme homeostasis. Berdasarkan penelitian Moyer dan Mc Clelland tentang fisiologi keadaan
syok dan homeostasis, syok adalah keadaan tidak cukupnya pengiriman oksigen ke
jaringan. Syok merupakan keadaan gawat yang membutuhkan terapi yang agresif dan
pemantauan yang kontinyu atau terus-menerus di unit terapi intensif.
Syok secara klinis
didiagnosa dengan adanya gejala-gejala seperti berikut :
1.
Hipotensi : tekanan sistole
kurang dari 80 mmHg atau TAR (Tekanan Arteri Rata-rata) kurang dari 60 mmHg,
atau menurun 30 % lebih.
2.
Oliguria : produksi urin kurang
dari 20 ml/jam.
3.
Perfusi perifer yang buruk,
misalnya kulit dingin dan berkerut serta pengisian kapiler yang jelek.
Syok dapat
diklasifikasi sebagai syok hipovolemik, kardiogenik dan syok anafilaksis. Di
sini akan dibicarakan mengenai syok hipovolemik yang dapat disebabkan oleh
hilangnya cairan intravaskuler, misalnya terjadi pada :
1.
Kehilangan darah atau syok
hemoragik karena perdarahan yang mengalir keluar tubuh seperti hematotoraks,
ruptura limpa dan kehamilan ektopik terganggu.
2.
Trauma yang berakibat fraktur
tulang besar, dapat menampung kehilangan darah yang besar. Misalnya, fraktur
humerus menghasilkan 500-1000 ml perdarahan atau fraktur femur menampung
1000-1500 ml perdarahan.
3.
Kehilangan cairan intravaskuler
lain yang dapat terjadi karena kehilangan protein plasma atau cairan
ekstraseluler, misalnya pada :
a.
Gastrointestinal : peritonitis,
pankreatitis dan gastroenteritis.
b.
Renal : terapi diuretik, krisis
penyakit Addison.
c.
Luka bakar (kombustio) dan
anafilaksis.
Pada syok, konsumsi
oksigen dalam jaringan menurun akibat berkurangnya aliran darah yang mengandung
oksigen atau berkurangnya pelepasan oksigen ke dalam jaringan. Kekurangan
oksigen di jaringan menyebabkan sel terpaksa melangsungkan metabolisme anaerob
dan menghasilkan asam laktat. Keasaman jaringan bertambah dengan adanya asam
laktat, asam piruvat, asam lemak dan keton (Stene-Giesecke, 1991). Yang penting
dalam klinik adalah pemahaman kita bahwa fokus perhatian syok hipovolemik yang
disertai asidosis adalah saturasi oksigen yang perlu diperbaiki serta perfusi
jaringan yang harus segera dipulihkan dengan penggantian cairan. Asidosis
merupakan urusan selanjutnya, bukan prioritas utama.
B. Gejala dan Tanda Klinis
Gejala syok hipovolemik cukup
bervariasi, tergantung pada usia, kondisi premorbid, besarnya volume cairan
yang hilang dan lamanya berlangsung. Kecepatan kehilangan cairan tubuh
merupakan faktor kritis respons kompensasi. Pasien muda dapat dengan mudah
mengkompensasi kehilangan cairan dengan jumlah sedang dengan vasokonstriksi dan
takhikardia. Kehilangan volume yang cukup besar dalam waktu lambat, meskipun
terjadi pada pasien usia lanjut, masih dapat ditolerir juga dibandingkan
kehilangan dalam waktu yang cepat atau singkat.
Apabila syok telah
terjadi, tanda-tandanya akan jelas. Pada keadaan hipovolemia, penurunan darah
lebih dari 15 mmHg dan tidak segera kembali dalam beberapa menit. Adalah
penting untuk mengenali tanda-tanda syok, yaitu :
1.
Kulit dingin, pucat dan vena
kulit kolaps akibat penurunan pengisian kapiler selalu berkaitan dengan
berkurangnya perfusi jaringan.
2.
Takhikardia : peningkatan laju
jantung dan kontraktilitas adalah respons homeostasis penting untuk
hipovolemia. Peningkatan kecepatan aliran darah ke mikrosirkulasi berfungsi
mengurangi asidosis jaringan.
3.
Hipotensi : karena tekanan
darah adalah produk resistensi pembuluh darah sistemik dan curah jantung,
vasokonstriksi perifer adalah faktor yang esensial dalam mempertahankan tekanan
darah. Autoregulasi aliran darah otak dapat dipertahankan selama tekanan arteri
turun tidak di bawah 70 mHg.
4.
Oliguria : produk urin umumnya
akan berkurang pada syok hipovolemik. Oliguria pada orang dewasa terjadi jika
jumlah urin kurang dari 30 ml/jam.
Pada penderita yang
mengalami hipovolemia selama beberapa saat, dia akan menunjukkan adanya
tanda-tanda dehidrasi seperti : (1) Turunnya turgor jaringan; (2) Mengentalnya
sekresi oral dan trakhea, bibir dan lidah menjadi kering; serta (3) Bola mata cekung.
Akumulasi asam
laktat pada penderita dengan tingkat cukup berat, disebabkan oleh metabolisme
anaerob. Asidosis laktat tampak sebagai asidosis metabolik dengan celah ion
yang tinggi. Selain berhubungan dengan syok, asidosis laktat juga berhubungan
dengan kegagalan jantung (decompensatio
cordis), hipoksia, hipotensi, uremia, ketoasidosis diabetika (hiperglikemi,
asidosis metabolik, ketonuria) dan pada hidrasi berat.
Tempat metabolisme
laktat terutama adalah di hati dan sebagian di ginjal. Pada insufisiensi hepar,
glukoneogenesis hepatik terhambat dan hepar gagal melakukan metabolisme laktat.
Pemberian HCO3 (bikarbonat) pada asidosis ditangguhkan sebelum pH
darah turun menjadi 7,2. Apabila pH 7,0-7,15 dapat digunakan 50 ml NaHCO3
8,4 % selama satu jam. Sementara, untuk pH < 7,0 digunakan 2/2 x berat badan
x kelebihan basa.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Resusitasi Cairan
Manajemen cairan adalah penting dan
kekeliruan manajemen dapat berakibat fatal. Untuk mempertahankan keseimbangan
cairan maka input cairan harus sama untuk mengganti cairan yang hilang. Cairan
itu termasuk air dan elektrolit. Tujuan terapi cairan bukan untuk kesempurnaan
keseimbangan cairan, tetapi penyelamatan jiwa dengan menurunkan angka
mortalitas.
Perdarahan yang banyak (syok
hemoragik) akan menyebabkan gangguan pada fungsi kardiovaskuler. Syok
hipovolemik karena perdarahan merupakan akibat lanjut.
Tabel 1. Jenis-jenis Cairan Kristaloid untuk Resusitasi
Cairan
|
Na+
(mEq/L)
|
K+
(mEq/L)
|
Cl-
(mEq/L)
|
Ca++
(mEq/L)
|
HCO3
(mEq/L)
|
Tekanan
Osmotik
(mOsm/L)
|
Ringer Laktat
|
130
|
4
|
190
|
3
|
28*
|
273
|
Ringer Asetat
|
130
|
4
|
109
|
3
|
28:
|
273
|
NaCl 0,9 %
|
154
|
-
|
154
|
-
|
-
|
308
|
*Sebagai laktat
|
: Sebagai asetat
|
|
|
|
|
Pada keadaan demikian, memperbaiki keadaan umum dengan mengatasi
syok yang terjadi dapat dilakukan dengan pemberian cairan elektrolit, plasma
atau darah.
Untuk perbaikan
sirkulasi, langkah utamanya adalah mengupayakan aliran vena yang memadai.
Mulailah dengan memberikan infus Saline atau Ringer Laktat isotonis.
Sebelumnya, ambil darah ± 20 ml
untuk pemeriksaan laboratorium rutin, golongan darah dan bila perlu Cross test. Perdarahan berat adalah
kasus gawat darurat yang membahayakan jiwa. Jika hemoglobin rendah maka cairan
pengganti yang terbaik adalah transfusi darah.
Resusitasi cairan yang cepat
merupakan landasan untuk terapi syok hipovolemik. Sumber kehilangan darah atau
cairan harus segera diketahui agar dapat segera dilakukan tindakan. Cairan
infus harus diberikan dengan kecepatan yang cukup untuk segera mengatasi
defisit atau kehilangan cairan akibat syok. Penyebab yang umum dari hipovolemia
adalah perdarahan, kehilangan plasma atau cairan tubuh lainnya seperti luka bakar,
peritonitis, gastroenteritis yang lama atau emesis dan pankreatitis akuta.
Gambar 1. Klasifikasi Terapi Cairan
![]() |
C. Pemilihan Cairan Intravena
Pemilihan
cairan intravena sebaiknya didasarkan atas status hidrasi pasien, konsentrasi
elektrolit dan kelainan metabolik yang ada. Berbagai larutan parerenteral telah
dikembangkan menurut kebutuhan fisiologis berbagai kondisi medis. Tetapi cairan
intravena atau infus merupakan salah satu aspek terpenting yang menentukan dalam
penanganan dan perawatan pasien.
Tetapi awal pasien
hipotensif adalah cairan resusitasi dengan memakai 2 liter larutan isotonis
Ringer Laktat. Namun, Ringer Laktat tidak selalu merupakan cairan terbaik untuk
resusitasi. Resusitasi cairan yang adekuat dapat menormalisasikan tekanan darah
pada pasien kombustio 18-24 jam sesudah cedera luka bakar.
Larutan parerental pada syok hipovolemik diklasifikasi berupa cairan
kristaloid, koloid dan darah. Cairan kristaloid cukup baik untuk terapi syok
hipovolemik. Keuntungan cairan kristaloid antara lain mudah tersedia, murah,
mudah dipakai, tidak menyebabkan reaksi alergi dan sedikit efek samping.
Kelebihan cairan kristaloid pada pemberian dapat berlanjut dengan edema seluruh
tubuh sehingga pemakaian berlebih perlu dicegah.
Larutan
NaCl isotonis dianjurkan untuk penanganan awal syok hipovolemik dengan
hiponatremik, hipokhloremia atau alkalosis metabolik. Larutan RL adalah larutan
isotonis yang paling mirip dengan cairan ekstraseluler. RL dapat diberikan
dengan aman dalam jumlah besar kepada pasien dengan kondisi seperti hipovolemia
dengan asidosis metabolik, kombustio dan sindroma syok. NaCl 0,45 % dalam
larutan Dextrose 5 % digunakan sebagai cairan sementara untuk mengganti
kehilangan cairan insensibel.
Ringer
asetat memiliki profil serupa dengan Ringer Laktat. Tempat metabolisme laktat
terutama adalah hati dan sebagian kecil pada ginjal, sedangkan asetat
dimetabolisme pada hampir seluruh jaringan tubuh dengan otot sebagai tempat
terpenting. Penggunaan Ringer Asetat sebagai cairan resusitasi patut diberikan
pada pasien dengan gangguan fungsi hati berat seperti sirosis hati dan asidosis
laktat. Adanya laktat dalam larutan Ringer Laktat membahayakan pasien sakit
berat karena dikonversi dalam hati menjadi bikarbonat.
Secara sederhana,
tujuan dari terapi cairan dibagi atas resusitasi untuk mengganti kehilangan
cairan akut dan rumatan untuk mengganti kebutuhan harian (lihat gambar).
DAFTAR PUSTAKA
1.
Darmawan, Iyan, MD, Cairan Alternatif untuk Resusitasi Cairan
: Ringer Asetat, Medical Departement
PT. Otsuka Indonesia, Simposium Alternatif Baru Dalam Terapi Resusitasi Cairan.
2.
FH Feng, KM Fock, Peng, Penuntun Pengobatan Darurat, Yayasan
Essentia Medica – Andi Yogyakarta, Edisi Yogya 1996, hal 5-16.
3.
Hardjono, IS, Biomedik Asam
Laktat, Bagian Biokimia FK Undip Semarang, Majalah
Medika No. 6 Tahun XXV Juni 1999 hal 379-384.
4.
Pudjiadi, Tatalaksana Syok Dengue pada Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak,
FKUI, Simposium Alternatif Baru Dalam Terapi Resusitasi Cairan, Agustus 1999.
5.
Sunatrio, S, Larutan Ringer Asetat dalam Praktek Klinis,
Simposium Alternatif Baru Dalam Terapi Resusitasi Cairan, Bagian Anestesiologi
FKUI/RSCM, Jakarta, 14 Agustus 1999.
6.
Thaib, Roesli, Syok Hipovolemik dan Terapi Cairan,
Kumpulan Naskah Temu Nasional Dokter PTT, FKUI, Simposium h 17-32.
7.
Wirjoatmodjo, M, Rehidrasi – Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I
Edisi Kedua, ED Soeparman, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1987 hal 8-12.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar