Selasa, 16 Agustus 2016

Anestesi Inhalasi



I. PENDAHULUAN


A.   Latar Belakang
            Anestesi adalah hilangnya sensasi sakit. Pada anestesi umum, hilangnya rasa sakit terjadi pada seluruh tubuh disertai hilangnya kesadaran yang bersifat reversible.
            Anestesi dibagi dua golongan besar yaitu, anestesi umum dan anestesi lokal. Pada anestesi lokal hilangnya rasa sakit hanya pada sebagian dari tubuh dan tidak disertai dengan hilangnya kesadaran.  Anestesi umum dapat diberikan secara inhalasi intravena, intramuskuler, subcutan, peroral dan perektal. Anestesi lokal dapat diberikan secara topikal, infiltrasi, field block, blok saraf tepi, caudal, epidural, spinal analgesi.
            Obat anestesi inhalasi dapat berbentuk gas misalnya N2O atau berbentuk cair. yang berbentuk cair melalui alat penguap akan diubah menjadi gas. Obat anestesi inhalasi yang berbentuk cair dibagi menjadi dua golongan besar yaitu, golongan halogen hidrokarbon, misalnya halotan dan golongan halogen eter yang contohnya adalah eter, enflurane dan isoflurane. Teknik anestesi umum inhalasi bisa dengan nafas spontan dengan sungkup muka, nafas spontan diintubasi atau nafas kendali diintubasi.
            Obat anestesi intravena : tiopental, propofol, etomidate, midazolam, diazepam dan sebagainya.
            Obat anestesi yang dapat diberikan secara intramuskuler adalah ketamine, diazepam.
            Yang dapat diberikan secara perektal adalah eter oil, ketamine, pentotal.

B.   Tujuan

Untuk mengetahui anestesi umum dan untuk menambah wawasan kita mengenai anestesi.



II.  PEMBAHASAN

A.   Anestesi Umum Inhalasi :
Pada anestesi umum inhalasi, masuknya obat sangat unik karena masuk melalui sistim pernafasan. Gas anestesi melalui paru lalu masuk ke dalam darah, dari darah masuk ke jaringan, demikian sebaliknya gas anestesi akan keluar dari jaringan lalu masuk ke dalam darah dan akhirnya ke paru.
       Gas ® Paru ® Darah ® jaringan ® Darah ® Paru
Pada anestesi umum terjadi trias anestesi, yaitu :
-       Hipnotik/sedatif
-       Analgetik (hilangnya rasa sakit)
-       Relaksasi
Untuk terjadinya trias ini, maka pada anestesi umum inhalasi terjadi blok sensoris, blok motoris, blok refleks, dan blok mental.

Pada blok sensoris :
-       Stimuli pada endorgan diblok secara sentral dan stimuli tidak masuk ke dalam kortex.
-       Tingkatan bervariasi dari stadium I sampai dengan stadium III dimana semua sensasi hilang.
-       Yang dipress adalah cortex, hipothalmus, subcortical thalamic nuclei, semua sel sensoris cranial.

Pada blok motorik :
Yang dipress adalah premotor dan motor cortex subcortical dan extrapyramidal. Yang terakhir dipengaruhi adalah otot pernafasan. Mula-mula pada otot intercostal bawah lalu otot intercostal atas dan kemudian otot diaphragma.

Pada blok refleks :
Refleks yang tidak menyenangkan harus diblok. Misalnya pada sistim respirasi adalah pembentukan mukus, laringo spasme, bronchus spasme. Pada sistim cardiovasculer adanya aritmia dan pada sistim gastrointestinal adanya salivasi dan muntah.
Pada blok mental :
Untuk mencapai tidur ada beberapa tahap :
1.        Tenang.
2.        Sedasi (ngantuk).
3.        Hypnosis (light sleep).
4.        Narcosis (deep sleep).
5.        Complete anesthesia.
6.        Medullary paralysis.
Pada pemberian anestesi umum inhalasi, urutan bagian SSP yang terdepresi adalah :
1.         Cortex cerebri dan psichic center.
2.         Basal ganglia dan cerebellum.
3.         Spinal cord.
4.         Medullary center.
Teori terjadinya anestesi umum, belum jelas benar, sehingga terdapat bermacam-macam teori anestesi antara lain :
1.         Colloid Theory (1875).
2.         Lipid Solubility Theory (1899).
3.         Surface Tension or Adsorpsion Theory (1904).
4.         Cell Permeability Theory (1907).
5.         Biochemical Theories (1952).
6.         Neurophysiologic Theories (1952).
7.         Physical Theories (1961).
8.         Multiple mechanistic Theory (1967).

B.   Uptake dan Distribusi

Ada 4 faktor utama untuk uptake dan distribusi :
1.         Faktor Respirasi.
2.         Faktor Sirkulasi.
3.         Faktor Gas Anestesi.
4.         Faktor jaringan.
1.         Faktor Respirasi :
Fase Pulmoner :
Tergantung dari konsentrasi inspirasi dan ventilasi alveoli.
Konsentrasi inspirasi :
Lebih tinggi konsentrasi gas inspirasi akan menyebabkan peninggian yang lebih cepat dari konsentrasi alveolar.
Second gas effect : jika gas kedua diberikan bersama-sama, misalnya pada N2O/ O2 diberikan halotan, maka peninggian gas alveolar akan lebih cepat.
Efek ventilasi :
Jika ventilasi lebih besar, maka konsentrasi gas alveolar akan lebih cepat meningkat.
2.         Faktor Sirkulasi :
Fase sirkulasi :
Tergantung coefisien partisi (kelarutan), cardiac output dan perbedaan tekanan gas pada alveoli dan vena.
Kelarutan :
Kelarutan suatu gas selalu konstan. Istilah kelarutan adalah partition coefficient, misalnya blood/ gas partition coeficient, tissue/ gas p.c. oil/ gas p.c. Contoh : blood/ gas p.c = 0,5. Artinya volume gas pada tekanan partial gas yang sama dikedua fase perbandingannya adalah 0,5.
Pada tekanan partial yang sama, volume gas dalam alveoli adalah 80 vol % sedangkan pada darah adalah 40 vol %. Partition coeficient blood/ gas adalah 40/80 = 0,5.
Cardiac output :
Darah membawa gas dari paru, maka bila cardiac output meningkat maka uptake juga akan meningkat.
Perbedaan tekanan partial :
-       Obat anestesi inhalasi menimbulkan kedalaman anestesi tergantung pada tekanan partial gas di otak.
-       Bila tekanan partial gas lebih tinggi di darah lebih tinggi daripada di otak, gas akan pindah dari darah ke otak, demikian sebaliknya.
-       Tekanan partial gas di otak selalu mencoba equilibrium dengan tekanan gas di dalam darah.
3.         Faktor Gas Anestesi :
MAC (Minimal Alveolar Concentration) :
MAC 50 atau lebih sering disebut MAC saja adalah konsentrasi minimal gas anestesi di dalam alveoli pada tekanan 1 atmosfir dimana 50 % penderita tidak bergerak bila diberikan noxious stimuli. Ada istilah lain yaitu MAC 95, MAC EI 50, MAC EI 95, MAC BAR 50, MAC BAR 95 dan MAC AWAKE.
95 % artinya 95 % penderita. EI adalah singkatan dari endotracheal intubation dan BAR adalah singkatan dari blockade adreno receptor.
MAC 95 adalah konsentrasi minimal gas anestesi di dalam alveoli pada tekanan 1 atmosfir dimana 95 % penderita tidak bergerak bila diberikan nexious stimuli.
MAC EI 50 adalah konsentrasi minimal gas anestesi di dalam alveoli pada tekanan 1 atmosfir dimana 50 % penderita tidak bergerak bila dilakukan laringoskopi dan intubasi endotrakheal.
MAC EI 95 adalah konsentrasi minimal gas anestesi di dalam alveoli pada tekanan I atmosfir dimana 95 % penderita tidak bergerak bila dilakukan laringoskopi dan intubasi endotrakheal.
MAC BAR 50 adalah konsentrasi minimal gas anestesi di dalam alveoli pada tekanan I atmosfir dimana 50 % penderita tidak memberikan respon adrenegik bila diberikan nexious stimuli.
MAC BAR 95 adalah konsentrasi minimal gas anestesi di dalam alveoli pada tekanan I atmosfir dimana 95 % penderita tidak memberikan respon adrenegik bila diberikan nexious stimuli.
MAC AWAKE (MAC AWAKE 50) adalah konsentrasi minimal gas anestesi di dalam alveoli pada tekanan I atmosfir dimana 50 % penderita membuka mata bila dipanggil.
4.         Faktor Jaringan :
Jaringan dibagi atas 4 kelompok :
a.         Jaringan kaya pembuluh darah :
Otak, jantung, hepar, ginjal. Organ-organ ini beratnya ± 7 % BB tetapi menerima 75 % cardiac out put.
b.        Kelompok intermediate :
Otot, skelet, kulit.
c.         Lemak.
d.        Jaringan sedikit pembuluh darah :
Ligamen, tendo.
Pada pasien yang gemuk (obesitas) biasa terjadi reanestesi karena banyaknya obat anestesi (terutama yang larut dalam lemak pada jaringan lemak tersebut).

C.   Induksi Anestesi

Induksi adalah untuk menghantarkan penderita ke stadium operasi. Untuk melakukan induksi bisa dilakukan dengan obat anestesi intravena, i.m. atau langsung dengan obat anestesi inhalasi. Bila dilakukan dengan anestesi inhalasi tergantung dari jenis obat anestesi inhalasi, maka teknik induksinya akan berbeda.
Bila penderita tidak sadar, maka masalah utama adalah airway, karena dapat terjadi sumbatan jalan nafas yang bisa partial atau total. Tanda-tanda sumbatan partial adalah adanya snoring (mendengkur), crowing (tercekik), gurgling (bunyi kumur-kumur), wheezing, adanya retraksi dada dan sianosis. Bunyi itu tergantung lokasi sumbatannya misalnya snoring adalah akibat pangkal lidah jatuh ke belakang, crowing sumbatan pada daerah laring dan wheezing sumbatan pada bronkhus.
Pada sumbatan total tidak terdengar atau terasa aliran udara dari mulut/ hidung, adanya retraksi supraclavicular, retraksi intercostal, dada tidak mengembang bila dilakukan ventilasi/ inflasi paru, sianosis.
Pada sumbatan jalan nafas dapat terlihat tanda-tanda adanya hipoksia dan hiperkarbia, misalnya takhikardia, berkeringat, penurunan saturasi oksigen       (< 90 %), sianosis.
Masalah lain selama induksi anestesi adalah face mask yang tidak tepat misalnya karena hidung terlalu mancung, pasien ompong, janggut sangat lebat, depresi nafas, batuk, laring spame, adanya mukus dan saliva, muntah. semuanya harus segera ditanggulangi. Cara penanggulangannya adalah dengan membebaskan jalan nafas misalnya dengan Triple Manuver Safar (ekstensi kepala, tarik angulus mandibula, buka mulut), pengisapan lendir/ saliva/ muntahan, pasang pipa oropharyng (mayo), intubasi endotrakeal, malahan kalau tetap tidak bisa membebaskan jalan nafas bisa dilakukan cricotirotomi atau trakheotomi.

D.   Stadium Anestesi

Untuk menentukan kapan penderita bisa dioperasi kita harus mengetahui stadium anestesi.
Bila anestesi dilakukan dengan eter dan tanpa premedikasi maka kita lihat stadium anestesi seperti berikut yang disebut Guedel Sign :
Stadium I        :
Stadium Analgesi, Stadium Disorientasi adalah mulai dari induksi sampai hilangnya kesadaran. Ada yang membagi atas 3 plana. Dimana plana 1 penderita masih bangun, belum ada amnesi dan analgesi, pada plana 2, analgesi partial dan amnesi total, pada plana 3, amnesi dan analgesia total.
Stadium II      :
Stadium Eksitasi, dari mulai hilangnya kesadaran sampai timbulnya nafas reguler. Pada stadium ini bisa terjadi laring spasme, muntah, pasien bergerak-gerak, nahan nafas, batuk.
Stadium III     :
Stadium Operasi, dari mulai nafas reguler sampai paralisis respirasi.
Plana 1            : dari nafas reguler smpai pergerakan bola mata negatif.
Plana 2            : dari pergerakan bola mata negatif sampai mulai intercostal paralisis.
Plana 3            : mulai complete intercostal paralisis sampai paralisis diapragma.
Stadium IV     :
Stadium Overdosis, dari paralisis diapragma sampai apnoe dan meninggal. Pada stadium ini semua reflek negatif dan pupil dilatasi.
Apabila menggunakan balans anestesi dengan N2O/O2 disertai halotan atau enfluran atau isefluran, maka stadium anestesi hanyalah berdasarkan scoring klinis yang disebut PRST SCORING.
PRST adalah singkatan dari P = Pressure (systolic arterial pressure), R = Rate (heart rate), S = Sweat, T = Tears or lacrimation.

III. KESIMPULAN


-       Anestesi umum adalah hilangnya rasa sakit terjadi pada seluruh tubuh disertai hilangnya kesadaran yang bersifat reversible.
-       Pada anestesi umum terjadi trias anestesi yaitu : Hipnotik / sedatif, analgetik, relaksasi.
-       Faktor utama untuk uptake dan distribusi yaitu faktor respirasi, faktor sirkulasi, faktor gas anestesi, faktor jaringan.
-       Induksi anestesi adalah untuk menghantarkan penderita ke stadium operasi.
-       Stadium anestesi disebut juga Guedel Sign yang terdiri dari empat stadium.

DAFTAR PUSTAKA


1.        dr. Muhardi Muhiman, dr. M. Roesli Thaib, dr. S. Sunatrio, dr. Ruswan Dahlan : Anestisiologi, Fakultas Kedokteran UI, Jakarta, 1989.

2.        Collins V.J : Principles of Anesthesiology, 219-229, Lea & Febiger. Philadelphia, 1972.

3.        Staf Pengajar Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif, FK UI Anestesiologi, CV. Infomedika, Jakarta, 1989.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar