Selasa, 16 Agustus 2016

Henti Jantung Pada Anestesi Spinal : Mekanisme Umum dan Strategi Pencegahan



Henti Jantung Pada Anestesi Spinal : Mekanisme Umum
dan Strategi Pencegahan

Penulis : Pollard, John B., MD
Bagian Anestesiologi, Veterans Affairs Palo Alto Health Care System dan Kedokteran Universitas Stanford, Stanford, California.
Alamat : John B. Pollard MD, VA Palo Alto Health Care Systems, 3801 Miranda Ave #112A, Palo Alto, CA 94304-1207.
Email : John.Pollard@med.va.gov.

Henti jantung pada anestesi spinal digambarkan “sangat jarang”, “luar biasa” dan “tidak diharapkan”, tetapi sebetulnya relatif lazim dijumpai(1-3). Dua penelitian prospektif terbesar yang dirancang untuk mengevaluasi kejadian komplikasi pada anestesi spinal, melaporkan 2 henti jantung pada 1881 pasien(4), dan 26 henti jantung pada 40.640 pasien(5) dengan kejadian keseluruhan 7 henti jantung setiap 10.000 (0,07%) anestesi spinal. Sebuah tinjauan pada sekitar 4000 anestesi regional menyatakan 6 kasus bradikardi berat (denyut nadi 20-40 x/menit) dan 6 kasus lainnya dengan henti jantung setelah anestesi spinal(3). Angka ini tinggi jika dibandingkan dengan kejadian 3 henti jantung setiap 10.000 kasus (0,03%) dari banyak sebab pada pasien yang tidak menjalani operasi jantung(6). Kejadian henti jantung pada anestesi spinal juga lebih sering jika dibandingkan dengan angka kejadian 1 henti jantung setiap 10.000 kasus (0,01%) pada anestesi epidural yang dilaporkan saat ini(5).
Auroy, dkk(5) melaporkan bahwa 1 dari 26 henti jantung yang terjadi pada waktu anestesi spinal berhubungan dengan obat anestesi. Usia lanjut dan status fisik ASA memperbesar kemungkinan henti jantung ini, tetapi faktor ini sering secara menonjol tidak ada(1,3). Pernyataan  analisis tertutup Caplan dkk(1), melaporkan 14 henti jantung dengan angka mortalitas sekitar 40 % pada pasien yang sehat yang menjalani prosedur minor. Sebanding dengan temuan yang dilaporkan pada suatu penelitian terhadap dari 20.000 pasien muda yang berhubungan dengan anestesi spinal. Satu dari separuh pasien yang mengalami henti jantung di ruang operasi pada waktu anestesi spinal berusia < 30 tahun(7). Faktannya kebanyakan henti jantung ini terjadi pada individu dewasa muda sehat pada waktu operasi minor meningkatkan kemungkinan bahwa kebanyakan dari mereka dapat terhindarkan.
Keenan dan Boyan(4), meneliti semua jenis henti jantung yang berhubungan dengan anestesi di rumah sakit selama 15 tahun dan disimpulkan hampir separuhnya berhubungan dengan ventilasi yang tidak adekuat dan 2/3 dari henti jantung akibat obat anestesi dapat terhindarkan. Apakah pola yang sama berlaku pada kondisi henti jantung yang terjadi pada waktu anestesi spinal? Karena sedasi digunakan pada lebih dari 80% pasien yang tidak mendapatkan anestesi spinal(4,9), potensi sedasi pada henti jantung ini perlu dipertimbangkan.
Bukti henti jantung yang disebabkan oleh respirasi pada anestesi spinal jarang. Anestesi spinal  sensorik sampai setinggi T4 tidak menyebabkan hipoventilasi, tetapi menyebabkan hiperventilasi ringan(10,11). Sebelum digunakannya pulse oximetry secara luas, diperdebatkan bahwa oversedasi memainkan peran  pokok pada henti jantung pada waktu anestesi spinal. Saat ini sulit memasukkan hipoksemia sebagai penyebab utama henti jantung pada waktu anestesi spinal, karena henti jantung ini terjadi pada saat saturasi oksigen 95-100 %. Penelitian efek samping anestesi spinal juga gagal membuktikan bahwa respirasi merupakan penyebab utama henti jantung. Kenyataannya, tak satupun penelitian prospektif ini menemukan adanya hubungan antara sedasi dan henti jantung  pada waktu anestesi spinal(4,5,9).
Karena henti jantung yang muncul setelah dilakukannya anestesi spinal tidak berhubungan erat dengan sedasi atau efek anestesi spinal terhadap kendali respirasi, mekanisme alternatif lainnya perlu dipertimbangkan. Bukti henti jantung diakibatkan oleh sirkulasi muncul dari penelitian fisiologis dengan menggunakan suka relawan yang mengalami bradikardi dan henti jantung pada keadaan yang menyerupai efek anestesi spinal(14,15). Kebanyakan efek ini secara langsung maupun tidak langsung berhubungan dengan blokade efferen simpatis pada waktu anestesi spinal. Sebagai contoh, blokade simpatik pada anestesi spinal sering 2-6 tingkat lebih tinggi dari tingkat sensorik, jadi pasien dengan blokade sensorik setinggi T4 dapat lengkap memblokade serabut akselerator jantung pada T1-T4(16). Blokade pada serabut ini dapat menghasilkan bradiarritmia yang bervariasi yang akan dibahas lebih lanjut.
Efek yang lebih penting dari inhibisi efferen simpatis pada waktu spinal anestesi atau epidural anestesi adalah penurunan cardiac venous return. Baron dkk(4), menemukan bahwa tonus vagal jantung berubah terutama akibat penurunan venous return. Efek spinal anestesi pada venous return sangat besar. Dilaporkan adanya penurunan 36% tekanan atrium kanan pada blokade spinal rendah (dibawah T4) dan 53% pada blokade yang lebih tinggi(11). Dengan hilangnya cairan intravaskuler, efek ini menjadi lebih dramatis. Sebagai contoh, dengan hilangnya 10 ml whole blood per kilogram berat badan pada penelitian, terjadi penurunan tekanan vena sentral rata-rata 66% pada waktu anestesi spinal(10).
Penurunan preload ini dapat memicu refleks yang dapat menyebabkan bradikardi berat. Ada tiga refleks yang diusulkan(13). Yang pertama, melibatkan regangan pacemaker. Tingkat denyutan sel ini pada miokardium sebanding dengan derajat regangannya. Penurunan venous return mengakibatkan penurunan regangan dan denyut jantung yang lebih lambat. Reflek kedua dapat dihubungkan dengan denyutan dengan tekanan yang rendah pada baroreseptor atrium kanan dan vena cava. Yang ketiga adalah reflek paradoks Bezold-Jarisch, dimana mekanoreseptor pada ventrikel kiri terstimulasi dan menyebabkan bradicardia.
Bradikardi akibat stimulasi vagal telah dibuktikan pada penelitian. Jacobsen dkk(4), meneliti efek enestesi epidural terhadap diameter ventrikel kiri dengan ekokardiografi pada 8 sukarelawan muda tanpa premedikasi. Dua dari mereka terjadi bradikardi dan hipotensi setelah 25 menit dengan anestesi setinggi T8 dan T9. kondisi ini berhubungan dengan penurunan sampai 22% diameter ventrikel kiri. Pada kedua kasus ini, perubahan ini dibalikkan dengan tinggi posisi kepala dan kecepatan pemberian cairan IV. Human Pancreatic Polypeptide digunakan sebagai penanda aktifitas parasimpatis dan peningkatan marker yang bersamaan dengan penurunan heart rate ini konsisten dengan aktifasi vagal.
Apakah refleks tersebut lebih mengakibatkan penurunan preload daripada bradikardi? Penelitian efek hemodinamik pada hipovolemi yang bertahap menunjukkan gejala vagal yang progresif termasuk berkeringat, mual dan syncope (pingsan) (14). Akibat penurunan tekanan vena sentral sebanding dengan gejala vagal yang muncul pada waktu anestesi spinal(10,11). Satu dari tujuh  subjek sehat menunjukkan adanya gejala vagal yang berkembang menjadi sinus arrest yang mendadak(4). Pada penelitian yang terpisah, dua subjek sehat mengalami berhentinya gejala vagal setelah mendapatkan 10 ml/kgBB darah saja untuk menstimulasi kehilangan darah akut dengan blok sensorik epidural setinggi T4-T6(15).
Bersama-sama, penelitian ini menunjukkan bahwa penurunan preload dapat menimbulkan bukan hanya gejala vagal klasik, tetapi juga henti jantung menyeluruh. Meskipun ada asumsi bahwa mengontrol preload pada waktu anestesi spinal atau epidural merupakan praktek seragam yang dilakukan oleh ahli anestesi, literatur menunjukkan sebaliknya. Geffin dan Shappiro (3) melaporkan bahwa pemberian preload profilaktik 300-750 ml bolus tidak dilakukan selama 5 tahun dalam penelitiannya ketika dijumpai 13 kasus bradikardi berat atau henti jantung pada waktu anestesi spinal atau epidural. Henti jantung juga dilaporkan pada keadaan dimana penurunan afterload bertambah setelah dimulainya pemberian anestesi epidural. Sebuah laporan tentang bradikardi / henti jantung pada anestesi spinal atau epidural menunjukkan bahwa 5 kejadian ini berhubungan dengan pemberian infus sodium nitroprusside dan tercatat ada 2 kasus penurunan tekanan arteri pulmonalis sebelum timbulnya onset bradikardi.
Karena tingginya tingkat aktivitas vagal jantung dapat muncul pada waktu anestesi spinal (16), pasien dengan tonus vagal istirahat yang tinggi memiliki risiko yang tinggi terjadi henti jantung pada waktu anestesi spinal. Kondisi vagotonia didiskripsikan sebagai situasi klinis bradikardi saat istirahat, AV blok, atau disosiasi AV komplit yang dijumpai pada 7% populasi(20). Pada pasien vagotonik, asistole dapat muncul ketika dilakukan prosedur yang dapat meningkatkan aktifitas vagal(3,12,16,20,21).
Ditemukan adanya bukti bahwa faktor pasien yang lain meningkatkan risiko efek vagal kuat yang mengakibatkan bradikardi dan henti jantung pada waktu anestesi spinal. Bradikardi moderat pada waktu anestesi spinal didefinisikan sebagai denyut jantung < 50 x/menit. Anestesi spinal sendiri berhubungan dengan perlambatan jantung dan denyut jantung dibawah 50 x/menit ditemukan pada 9-13 % pasien setelah pemberian anestesi spinal(25).
Meskipun efek vagal terhadap denyut jantung pada waktu anestesi spinal biasanya ringan, perubahan yang lebih besar dapat terjadi. Bradiaritmi berat dilaporkan pada blokade simpatis setinggi spinal T4. Secara terpisah, anestesi spinal berhubungan dengan memburuknya blok jantung derajat I menjadi blok jantung derajat II(23) dan dengan onset sick sinus syndrom yang manifes setelah spinal anestesi(24). Blok jantung komplit dan henti jantung merupakan keadaan terberat dari bradiaritmi yang dipicu vagal yang berhubungan dengan anestesi spinal(25).
Jika henti jantung setelah anestesi spinal merupakan ujung dari spektrum yang dimulai dari perlambatan ringan denyut jantung, maka faktor-faktor yang berhubungan dengan bradikardi pada waktu anestesi spinal dapat membantu dalam memprediksikan pasien dengan risiko henti jantung pada waktu anestesi spinal. Carpenter dkk(9), melaporkan pulsasi terendah < 60 x/menit berhubungan dengan penoingkatan 5 kali terjadinya bradikardi moderat pada waktu anestesi spinal. Biasanya, pasien muda memiliki tonus vagal kuat, dan dengan status fisik pasien ASA I memiliki peningkatan risiko 3 kali dijumpainya bradikardi moderat pada waktu anestesi spinal. Terapi dengan β-blocker atau blok diatas T6 juga merupakan faktor risiko penting bradikardi yang teridentifikasi pada penelitian ini. Penelitian lain menyatakan pasien dengan usia < 50 tahun (22) dan pasien dengan blok jantung derajat I (26) juga mempunyai peningkatan risiko terjadinya bradikardi moderat pada waktu anestesi spinal. Faktor risiko ini tercantum pada Table 1.
Memburuknya bradikardi sering tercatat sebelum onset henti jantung pada waktu anestesi spinal(1,5). Meskipun bradikardi ini merupakan gambaran  sederhana progresi dari sinus rhythm ke asistole yang tidak bisa ditawar, keadaan ini juga memungkinkan bahwa bradikardi memberikan petunjuk penting mengenai etiologi dan terapi paling tepat untuk henti jantung ini. Sebagai contoh,  bradikardi berat dapat mewakili penanda blokade simpatis yang ekstensif. Ini didukung dengan observasi pada 40 % pasien dengan spinal anestesi diatas T4 ditemukan bradikardi moderat(4). Sebagai tambahan, bradikardi dapat membantu mengidentifikasi pasien dengan tonus vagal berlebihan yang disebabkan oleh sebab lainnya seperti athlethic heart syndrome(20) atau deplesi volume sentral(14).
Faktor yang diketahui meningkatkan risiko bradikardi moderat pada waktu anestesi spinal  dapat membantu mengidentifikasi pasien yang berisiko terjadi henti jantung pada waktu anestesi spinal. Untuk menguji adanya hubungan antara keduanya, ada atau tidaknya faktor ini ditinjau dengan mengkombinasi kasus asystole atau bradikardi berat setelah anestesi spinal yang dilaporkan oleh Geffin dan Shapiro(3), Mackey dkk(13), dan Lovstad dkk(27) pada tabel 2. Setelah mengeluarkan pasien nomor 7 (satu-satunya pasien yang mendapatkan anestesi epidural) reevaluasi kasus ini dengan faktor risiko pada tabel 1, mengarahkan bahwa pasien-pasien ini merupakan profil risiko tinggi (lihat tabel 2). Setidaknya satu faktor risiko bradikardi didokumentasikan pada 17 dari 20 pasien yang mendapatkan anestesi spinal dan separuh dari kasus ini (10 dari 20 pasien) sedikitnya mempunyai 2 faktor risiko pada laporan kasus ini. 10 pasien dengan usia < 50 tahun, 9 dengan level sensorik diatas T6, 5 dengan status fisik ASA I,  3 mendapatkan β-bloker dan 2 mempunyai denyut jantung < 60 x/menit. Tabel 2 kurang sesuai denagn angka aktual faktor risiko bradikardi, karena informasi relevan mengenai status fisik ASA dan EKG pokok sebelum spinal anestesi (denyut jantung dan interval PR) tidak dilaporkan.
Faktor risiko yang tercantum pada tabel 1 juga sering diobservasi pada laporan kasus yang representatif(2,12,21,25) yang tersedia pada pencari literatur menggunakan PubMed. Kira-kira separuh dari kasus ini, sedikitnya teridentifikasi 2 faktor risiko bradikardi. Pola konsisten ini menyarankan bahwa faktor risiko bradikardi dapat membantu mengidentifikasi pasien yang diduga lebih dapat terjadi predominan tonus vagal yang mengakibatkan gagal sirkulasi dan asistole pada waktu spinal anestesi. Adanya faktor risiko tunggal pada tabel 1 tidak dapat memastikan pasien akan mengalami bradikardi berat atau henti jantung. Meskipun demikian, jika 2 atau lebih faktor yang tercantum pada tabel 1 dijumpai pada pasien dipertimbangkan beresiko tinggi terjadi bradikardi dan henti jantung selama anestesi spinal.
Sering dua atau lebih faktor-faktor ini dijumpai pada pasien yang mendapatkan anestesi spinal atau epidural untuk analgesi persalinan atau cesar. Dengan kesamaan antara anestesi spinal dan epidural seseorang dapat mengalami henti jantung yang sama pada anestesi epidural. Penurunan kejadian henti jantung yang berhubungan dengan anestesi spinal dibandingkan dengan anestesi epidural merupakan temuan yang relatif baru yang belum dapat dijelaskan(5). Salah satu kemungkinan adalah pemberian dosis dan onset lambat anestesi epidural dapat memberikan waktu untuk mekanisme kompensasi (misalnya, vasokonstriksi tubuh bagian atas) untuk mengkompensasi penuruan preload. Kemungkinan lain, perubahan fisiologis akibat kehamilan mungkin membantu menerangkan tingkat henti jantung yang kecil yang ditemukan pada keadaan ini. Kehamilan berhubungan dengan perubahan kontrol autonom dan keadaan denyut jatung 90-95 x/menit. Kondisi ini mungkin berperan terhadap penurunan tonus parasimpatis selama kehamilan(28). Jika dominasi vagal berperan penting pada henti jantung yang muncul pada waktu anestesi spinal atau epidural, maka tonus vagal yang lebih lemah akibat kehamilan dapat menurunkan risiko ini.
Meskipun banyak faktor yang dapat mengakibatkan henti jantung pada waktu anestesi spinal, mekanisme paling umum adalah dominasi vagal. Seleksi pasien yang lebih teliti dapat menurunkan risiko henti jantung selama anestesi spinal. Misalnya, sangatlah tepat  untuk mempertimbangkan ulang penggunaan anestesi spinal pada pasien vagotonia. Demikian pula, sangatlah bijaksana untuk mempertimbangkan teknik yang berbeda jika terjadi kehilangan darah yang signifikan atau di antisipasi dengan penggunaan vasodilator. Sulit untuk mengetahui seberapa besar pengaruh yang diberikan oleh faktor-faktor ini, tetapi patut dipertimbangkan, ketika memilih teknik anestesi yang paling tepat pada individu.
Jika anestesi spinal telah dipilih untuk pasien, memelihara preload yang adekuat merupakan untuk kunci menurunkan risiko bradikardi dan henti jantung pada kasus ini. Observasi dari penelitian fisiologis(14,15) dan banyak laporan kasus(3,4) menegaskan pentingnya volume loading dan penggantian kehilangan cairan yang tepat. Penurunan preload dapat terjadi sangat cepat dengan perubahan posisi, pelepasan torniquet dan tindakan umum perioperatif lainnya dimana tidak mungkin ada waktu yang untuk  memberikan volume cairan yang cukup dalam beberapa menit. Jika dicurigai terjadi penurunan preload secara tiba-tiba, memposisikan pasien dengan kepala lebih rendah dan pemberian cairan cepat dapat membantu(15,18).  Jika ini tidak memungkinkan, atau jika tidak ada penurunan gejala vagal, pemberian vasopressor atau atropine adalah tepat. Mengantisipasi henti jantung yang tertunda dapat sangat sulit, karena defisit preload yang besar dan peningkatan tonus vagal yang muncul dapat hanya bermanifes bradikardi saja pada permulaan. Menangani bradikardi ringan (denyut jantung < 60 x/menit) pada waktu anestesi spinal sangat tepat, terutama jika pasien mempunyai banyak faktor risiko yang tercantum pada tabel 1.
Atropin dapat direkomendasikan untuk menangani bradikardi pada waktu anestesi spinal karena glikopirolat tidak efektif pada keadaan ini(4). Penanganan bradikardi dengan atropin dapat menurunkan morbiditas henti jantung yang terjadi pada waktu anestesi spinal. Brown dkk(24), melaporkan 3 henti jantung pada suatu waktu ketika 10.080 anestesi spinal dilakukan tanpa episode henti jantung akibat cedera saraf. Hal ini berhubungan dengan kewaspadaan dan kemeuan mereka untuk menggunakan atropin IV (0,4-0,6 mg), efedrin (25-50 mg) dan epinefrin (0,2-0,3 mg) sebagai terapi yang diberikan secara berurutan ketika dijumpai bradikardi mengikuti anestesi spinal. Demikian pula, Geffin dan Shapiro(3) melaporkan perbaikan penuh pada 12 pasien bradikardi atau asistole yang diterapi setelah anestesi spinal. Penanganan ini termasuk pemberian atropin pada 11 dari 12 kasus. Biasanya diberikan sebagai kombinasi dengan vasopressor (efedrin, epinefrin atau fenilefrin)(3). Lovstad dkk(27) melaporkan pemberian vagolitik secara agresif dengan atropin dan efedrin juga digunakan pada 5 resusitasi yang sukses. Bersamaan dengan itu, hal ini mewakili 20 resusitasi yang berhasil pada kondisi dimana atropin digunakan sebagai terapi utama.
Sayangnya, tidak semua henti jantung yang muncul pada waktu anestesi spinal dapat sukses ditangani, dan henti jantung yang fatal masih terjadi pada pasien yang sehat. Baru-baru ini, pasien berusia 17 tahun (ASA I) terjadi henti jantung pada arthroskopi lutut menggunakan anestesi spinal dan tidak dapat teresusitasi meskipun dilakukan usaha resusitasi yang adekuat(27). Jika bradikardi berat atau henti jantung total terjadi setelah dilakukan anestesi spinal, pemberian segera epinefrin sangat diperlukan. Vasodilatasi akibat anaestesi spinal dapat menyebabkan resusitasi spinal tidak efektif. Resusitasi yang sukses memerlukan gradien tekanan perfusi koroner 15-20 mmHg dan pada waktu anestesi spinal mungkin dibutuhkan epinefrin 0.01-0,1 mg/kg(30). Saat ini, epinefrin hanya diberikan antara 25-40% pada kasus henti jantung pada waktu anestesi spinal dan lebih dari 25% dari kasus henti jantung ini fatal(3,5). Dianjurkan untuk menggunakan epinefrin yang lebih awal dan lebih konsisten(1,29,30) dan dapat memberikan hasil yang baik pada henti jantung pada waktu anestesi spinal.

Kesimpulan
Meskipun banyak faktor dapat mengakibatkan henti jantung pada waktu anestesi spinal, respon vagal menurunkan preload sering merupakan kunci utama. Pasien dengan faktor risiko bradikardi atau gejala vagal yang jelas pada waktu anestesi spinal kelihatannya meningkatkan risiko henti jantung pada waktu anestesi spinal. Informasi ini memiliki maksud penting. Sebagai contoh, potensi terjadinya dominasi vagal sebaiknya dipertimbangkan ketika akan dilakukan anestesi spinal pada pasien tertentu. Ketika dipilih anestesi spinal, pemeliharaan preload sebaiknya lebih diprioritaskan, dan preload profilaktik berupa bolus cairan IV, sebaiknya tidak diabaikan sebelum dilakukan anestesi spinal. Regimen standar untuk preload volume tidak cukup untuk memelihara preload yang adekuat, jadi ambang rendah pemberian cairan bolus tambahan, dengan menggunakan vasopressor atau mengatur posisi pasien untuk meningkatkan venous return, adalah tepat. Pada pasien bradikardi pada waktu anestesi spinal, peningkatan secara bertahap terapi bradikardi menggunakan atropin (0,4-0,6 mg), efedrin (25-50 mg) dan jika diperlukan, epinefrin (0,2-0,3 mg). Pada bradikardi berat atau henti jantung, pemberian penuh dosis resusitasi epinefrin sebaiknya segera diberikan. Dengan populernya anestesi spinal dan frekuensi henti jantung yang dilaporkan, pengaruh potensial intervensi ini terhadap perbaikan keamanan anestesi spinal menjadi sangat penting.
Tabel 1. Faktor Risiko Bradikardi Moderat (nadi <50 x/menit)
pada enestesi Spinal

Denyut jantung/nadi awal <60 x/menit
Status fisik ASA I (vs ASA III atau IV)
Penggunaan obat β-bloker
Blokade sensorik diatas T6
Usia <50 tahun
Pemanjangan interval PR



Tabel 2. Faktor Risiko Bradikardi yang Dijumpai pada Pasien Bradikardi Berat
atau Henti Jantung pada Anestesi Spinal

Penelitian
Pasien
Faktor Risiko Bradikardi (faktor Lain)
Geffin dan Shapiro












Mackey dkk


Lovstad dkk
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
-
ASA I, usia < 50 tahun
Menggunakan β-blocker
-
ASA I, usia < 50 tahun, blokade sensorik diatas T6
ASA I, usia < 50 tahun, nadi awal < 60 x/menit
(tidak dimasukkan, mendapatkan anestesi epidural)
Usia < 50 tahun, blokade sensorik diatas T6
ASA I, usia < 50 tahun, nadi awal < 60 x/menit
-
ASA I, usia < 50 tahun
Menggunakan β-blocker
Usia < 50 tahun
Usia < 50 tahun, blokade sensorik diatas T6
Menggunakan β-blocker, blokade sensorik diatas T6
Blokade sensorik diatas T6
Usia < 50 tahun, blokade sensorik diatas T6
Blokade sensorik diatas T6
Blokade sensorik diatas T6
-
Usia < 50 tahun, blokade sensorik diatas T6













JURNAL

HENTI JANTUNG PADA ANESTESI SPINAL:
MEKANISME UMUM DAN STRATEGI PENCEGAHAN


Diterjemahkan dari Judul Asli:
Cardiac Arrest During Spinal Anesthesia:
Common Mechanisms and Strategies for Prevention


Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kepaniteraan Klinik
Bagian Anesthesiologi di RSUD Djojonegoro Temanggung














Pembimbing:
dr. Uud Saputro, Sp.An


Disusun Oleh:
                               M. Hidayat Budi Kusuma      20000310112
                               Dian Asih                                20010310089
                               Eny Guspita                            20010310121



SMF ANESTESI DAN REANIMASI
RSUD DJOJONEGORO TEMANGGUNG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2006

LEMBAR PENGESAHAN



HENTI JANTUNG PADA ANESTESI SPINAL:
MEKANISME UMUM DAN STRATEGI PENCEGAHAN




Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kepaniteraan Klinik
Bagian Anesthesiologi di RSUD Djojonegoro Temanggung




Disusun Oleh:
                               M. Hidayat Budi Kusuma      20000310112
                               Dian Asih                                20010310089
                               Eny Guspita                            20010310121






Telah dipresentasikan dan disetujui pada
                                    Hari                 :
                                    Tanggal           :










Mengetahui,
Pembimbing




(dr. Uud Saputro, Sp.An)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar