Selasa, 16 Agustus 2016

Referat RESUSITASI JANTUNG PARU PADA KEGAWATAN



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

            Istilah resusitasi atau reanimasi di dalam kamus-kamus diartikan sebagai menghidupkan kembali atau memberi hidup baru. Dalam arti luas resusitasi merupakan segala bentuk usaha medis, yang dilakukan terhadap mereka yang berada dalam keadaan gawat atau kritis, untuk mencegah kematian. Kematian di dalam klinik diartikan sebagai hilangnya kesadaran dan semua refleks, disertai berhentinya pernafasan dan peredaran darah yang ireversibel. Oleh karena itu resusitasi merupakan segala usaha untuk mengembalikan fungsi sistem pernafasan, peredaran darah dan saraf, yang terhenti atau terganggu sedemikain rupa sehingga fungsinya dapat berhenti sewaktu-waktu, agar kembali menjadi normal seperti semula. Karenanya timbullah istilah “Cardio – Pumonary – Resuscitation” (CPR) yang dalam bahasa Indonesia menjadi Resusitasi Jantung Paru (RJP)1.
Resusitasi jantung paru tidak dilakukan pada semua penderita yang mengalami gagal jantung atau pada orang yang sudah mengalami kerusakan pernafasan atau sirkulasi yang tidak ada lagi kemungkinan untuk hidup, melainkan yang mungkin untuk hidup lama tanpa meninggalkan kelainan di otak8.

            Berhasil tidaknya resusitasi jantung paru tergantung pada cepat tindakan dan tepatnya teknik pelaksanaannya. Pada beberapa keadaan, tindakan resusitasi tidak dianjurkan (tidak efektif) antara lain bila henti jantung (arrest) telah berlangung lebih dari 5 menit karena biasanya kerusakan otak permanen telah terjadi, pada keganasan stadium lanjut, gagal jantung refrakter, edema paru refrakter, renjatan yang mendahului “arrest”, kelainan neurologik berat, penyakit ginjal, hati dan paru yang lanjut2.

Keberhasilan resusitasi dimungkinkan oleh adanya waktu tertentu diantara mati klinis dan mati biologis. Mati klinis terjadi bila dua fungsi penting yaitu pernafasan dan sirkulasi mengalami kegagalan total. Jika keadaan ini tidak ditolong akan terjadi mati biologis yang irreversibel. Resusitasi jantung paru yang dilakukan setelah penderita mengalami henti nafas dan jantung selama 3 menit, presentasi kembali normal 75 % tanpa gejala sisa. Setelah 4 menit presentasi menjadi 50 % dan setelah lima menit menjadi 25 %. Maka jelaslah waktu yang sedikit itu harus dapat dimanfaatkan dengan sebaik mungkin8.
Agar resusitasi dapat berjalan maksimal tentu saja memerlukan penolong yang cekatan dan terampil. Waktu satu menit sangat berguna dalam memberikan pertolongan pertama pada penderita.

B.     Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan referat ini untuk lebih memahami tentang pelaksanaan resusitasi jantung paru yang terjadi dalam praktek.




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Definisi

            Resusitasi jantung paru merupakan usaha yang dilakukan untuk mengembalikan fungsi pernafasan dan atau sirkulasi pada henti nafas (respiratory arrest) dan atau henti jantung (cardiac arrest) pada orang dimana fungsi tersebut gagal total oleh suatu sebab yang memungkinkan untuk hidup normal selanjutnya bila kedua fungsi tersebut bekerja kembali5.

B.     Anatomi dan Fisiologi

Pemakaian oksigen dan pengeluaran karbon dioksida sangat diperlukan untuk menjalankan fungsi normal selular didalam tubuh. Pemakaian tersebut melalui suatu proses pernafasan sehingga secara harfiah pernafasan dapat diartikan pergerakan oksigen dari atmosfer menuju sel ke udara bebas. Proses pernafasan terdiri dari beberapa langkah dimana sistem pernafasan, sistem saraf pusat dan sistem kardiovaskuler memegang peranan yang sangat penting13.

C.    Anatomi dan Fisiologi Saluran Pernafasan

Saluran pernafasan udara mulai dari hidung hingga mencapai paru adalah : hidung, faring, laring, trakhea, bronkhus dan bronkhiolus13.
Saluran pernafasan dari hidung sampai bronkhiolus dilapisi oleh membran mukosa yang bersilia. Ketika udara masuk ke dalam rongga hidung udara tersebut disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Kemudian udara mengalir ke faring menuju laring.
Laring merupakan rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otak dan mengandung pita suara. Diantara pita suara terdapat ruang berbentuk seperti sepatu kuda yang panjangnya kurang lebih 5 inci. Permukaan posterior agak pipih dan letaknya tepat di depan esofagus.
Bronkhus utama kanan dan kiri tidak simetris, yang kanan lebih pendek, lebih lebar dan merupakan kelanjutan trakhea. Cabang utama bronkhus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkhus lobaris dan bronkhus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronkhus yang ukurannya semakin kecil yang berakhir menjadi bronkhiolus terminalis.
Oksigen pada proses pernafasan dipindahkan dari udara luar ke dalam jaringan dan stadium pertama ventilasi, yaitu masuknya campuran gas ke dalam dan keluar paru. Transportasi masuknya campuran gas yang keluar masuk paru terdiri dari beberapa aspek, yaitu13 :
1.      Difusi gas antara alveolus dan kapiler paru, dan antara darah sistemik dan sel jaringan.
2.      Distribusi darah dalam sirkulasi pulmoner dan penyesuaiannya dengan distribusi udara dalam alveolus.
3.      Reaksi kimia dan fisik dari oksigen dan karbondioksida dengan darah.
Stadium yang ketiga adalah respirasi sel, yaitu saat dimana metabolit dioksida untuk mendapatkan energi dan karbondioksida terbentuk sebagai sampah metabolisme sel dan dikeluarkan oleh paru- paru.

D.    Anatomi dan Fisiologi Kardiovaskuler

Jantung merupakan salah satu organ yang terletak dalam mediastinum di rongga dada, yaitu diantara kedua paru. Perikardium sendiri terbagi menjadi dua, yaitu perikardium parietalis dan pericardium visceralis. Perikardium parietalis melekat pada tulang dada sebelah depan dan kolumna vertebralis bagian belakang, sedangkan ke bawah pada diafragma. Perikardium visceralis langsung melekat pada permukaan jantung. Jantung sendiri terbagi dari 3 lapisan yaitu epikardium (lapisan terluar), miokardium (lapisan dalam) dan endokardium (lapisan terdalam)13.
            Ruangan jantung terbagi menjadi 2 bagian. Jantung bagian atas atrium dan ventrikel terletak sebelah bawah, yang secara anatomi mereka terpisah oleh suatu annulus fibrosus. Keempat katup jantung terletak dalam cincin ini. Secara fungsional jantung terbagi menjadi dua yaitu alat pompa kanan dan alat pompa kiri yang memompa darah sistemik. Pembagian fungsi ini mempermudah konseptualisasi dari urutan aliran darah secara anatomi13.
            Fisiologi siklus jantung ventrikel kiri memompa darah ke aorta melalui katup semilunaris aorta, dari aorta darah akan dialirkan menuju arteri kemudian ke jaringan melalui cabang kecil arteri (arteriola), dari arteriola kemudian menuju ke venula. Kemudian akan melalui vena darah akan dialirkan ke atrium kanan, dari atrium kanan darah menuju ventrikel kanan melalui katup trikuspidalis, dari ventrikel kanan kemudian darah dipompa menuju arteri pulmonalis melewati katup semilunaris pulmonalis. Dari arteri pulmonalis ke pulmo. Dari pulmo darah keluar melalui vena pulmonalis ke atrium kiri, dari atrium kiri kemudian menuju ventrikel kiri melalui katup bicuspidalis atau mitralis. Demikian seterusnya darah akan mengalir melalui siklus tersebut13.

E.     Etiologi

Resusitasi jantung paru bertujuan untuk mengembalikan fungsi pernafasan dan atau sirkulasi, dan penanganan akibat henti nafas (respiratory arrest) dan atau henti jantung (cardiac arrest), yang mana fungsi tersebut gagal total oleh sebab yang memungkinkan untuk hidup normal8.
Adapun sebab henti nafas adalah8 :
1.      Sumbatan jalan nafas
Bisa disebabkan karena adanya benda asing, aspirasi, lidah yang jatuh ke belakang, pipa trakhea terlipat, kanula trakhea tersumbat, kelainan akut glotis dan sekitarnya (sembab glotis, perdarahan).
2.      Depresi pernafasan
-          Sentral : obat, intoksikasi, Pa O2 rendah, Pa CO2 tinggi, setelah henti jantung, tumor otak dan tenggelam.
-          Perifer : obat pelumpuh otot, penyakit miastenia gravis, poliomyelitis.
Sebab- sebab henti jantung8, 11 :
-          Penyakit kardiovaskuler
Penyakit jantung sistemik, infark miokardial akut, embolus paru, fibrosis pada sistem konduksi (penyakit lenegre, sindrom adams stokes, noda sinus atrioventrikulaer sakit).


-          Kekurangan oksigen akut
Henti nafas, benda asing di jalan nafas, sumbatan jalan nafas oleh sekresi, asfiksia dan hipoksia.
-          Kelebihan dosis obat dan gangguan asam basa
Digitalis, quinidin, antidepresan trisiklik, propoksifen, adrenalin dan isoprenalin.
-          Kecelakaan
Syok listrik dan tenggelam.
-          Refleks vagal
Peregangan sfingter anii, penekanan atau penarikan bola mata.
-          Anestesi dan pembedahan.
-          Terapi dan tindakan diagnostik medis
-          Syok (hipovolemik, neurogenik, toksik dan anafilaktik)
            Kebanyakan henti jantung yang terjadi di masyarakat merupakan akibat penyakit jantung iskemik, 40 % mati mendadak. Dari penyakit jantung iskemik terjadi dalam waktu satu jam setelah dimulainya gejala dan proporsinya lebih tinggi, sekitar 60 % diantara umur pertengahan dan yang lebih muda. Lebih dari 90 % kematian yang terjadi di luar rumah sakit disebabkan oleh fibrilasi ventrikuler, suatu kondisi yang potensial reversibel12.




BAB III
PEMBAHASAN

A.    Klasifikasi

Pengajaran resusitasi jantung paru otak dibagi dalam 3 fase, yaitu : Bantuan Hidup Dasar (BDH), Bantuan Hidup Lanjut (BHL), Bantuan Hidup Jangka Lama. Dan dalam 9 langkah dengan menggunakan  huruf abjad dari A sampai I2,5.
Fase I : untuk oksigenasi darurat, terdiri dari (A) Airway Control : penguasaan jalan nafas. (B) Breathing Support : ventilasi bantuan dan oksigen paru darurat. (C) Circulation Support : pengenalan tidak adanya denyut nadi dan pengadaan sirkulasi buatan dengan kompresi jantung, penghentian perdarahan dan posisi untuk syok.
Fase II : untuk memulai sirkulasi spontan terdiri dari (D) Drugs and Fluid Intravenous Infusion : pemberian obat dan cairan tanpa menunggu hasil EKG. (E) Electrocardioscopy (Cardiography) dan (F) Fibrillation Treatment : biasanya dengan syok listrik (defibrilasi).
Fase III : untuk pengelolaan intensif pasca resusitasi, terdiri dari (G) Gauging : menetukan dan memberi terapi penyebab kematian dan menilai sejauh mana pasien dapat diselamatkan. (H) Human Mentation : SSP diharapkan pulih dengan tindakan resusitasi otak yang  baru dan (I) Intensive Care : resusitasi jangka panjang.

B.     Diagnosis

1.      Tanda-tanda henti jantung4:
a.       Kesadaran hilang (dalam 15 detik setelah henti jantung)
b.      Tak teraba denyut arteri besar (femoralis dan karotis pada orang dewasa atau brakialis pada bayi)
c.       Henti nafas atau mengap-megap (gasping)
d.      Terlihat seperti mati (death like appearance)
e.       Warna kulit pucat sampai kelabu
f.       Pupil dilatasi (setelah 45 detik)
2.        Diagnosis henti jantung sudah dapat ditegakkan bila dijumpai ketidaksadaran dan tak teraba denyut arteri besar8 :
a.       Tekanan darah sistolik 50 mmHg mungkin tidak menghasilkan denyut nadi yang dapat diraba.
b.      Aktivitas elektrokardiogram (EKG) mungkin terus berlanjut meskipun tidak ada kontraksi mekanis, terutama pada asfiksia.
c.       Gerakan kabel EKG dapat menyerupai irama yang tidak mantap.
d.      Bila ragu-ragu, mulai saja RIP.

C.    Penatalaksanaan

            Resusitasi jantung paru hanya dilakukan pada penderita yang mengalami henti jantung atau henti nafas dengan hilangnya kesadaran.oleh karena itu harus selalu dimulai dengan menilai respon penderita, memastikan penderita tidak bernafas dan tidak ada pulsasi3. Pada penatalaksanaan resusitasi jantung paru harus diketahui antara lain, kapan resusitasi dilakukan dan kapan resusitasi tidak dilakukan.
1.        Resusitasi dilakukan pada8:
-          Infark jantung “kecil” yang mengakibatkan “kematian listrik”
-          Serangan Adams-Stokes
-          Hipoksia akut
-          Keracunan dan kelebihan dosis obat-obatan
-          Sengatan listrik
-          Refleks vagal
-          Tenggelam dan kecelakaan-kecelakaan lain yang masih memberi peluang untuk hidup.
2.        Resusitasi tidak dilakukan pada8:
-          Kematian normal, seperti yang biasa terjadi pada penyakit akut atau kronik yang berat.
-          Stadium terminal suatu penyakit yang tak dapat disembuhkan lagi.
-          Bila hampir dapat dipastikan bahwa fungsi serebral tidak akan pulih, yaitu sesudah ½ - 1 jam terbukti tidak ada nadi pada normotermia tanpa RJP.
Pada penatalaksanaan resusitasi jantung paru penilaian tahapan BHD sangat penting. Tindakan resusitasi (yaitu posisi, pembukaan jalan nafas, nafas buatan dan kompresi dada luar) dilakukan kalau memang betul dibutuhkan. Ini ditentukan penilaian yang tepat, setiap langkah ABC RJP dimulai dengan : penentuan tidak ada respons, tidak ada nafas dan tidak ada nadi.

D.  Fase I (Bantuan Hidup Dasar)

Airway (jalan nafas)
            Berhasilnya resusitasi tergantung dari cepatnya pembukaan jalan nafas. Caranya ialah segera menekuk kepala korban ke belakang sejauh mungkin, posisi terlentang kadang-kadang sudah cukup menolong karena sumbatan anatomis akibat lidah jatuh ke belakang dapat dihilangkan. Kepala harus dipertahankan dalam posisi ini.
            Bila tindakan ini tidak menolong, maka rahang bawah ditarik ke depan, dengan cara :
-          Tarik mendibula ke depan dengan ibu jari sambil,
-          Mendorong ke kepala ke belakang dan kemudian,
-          Buka rahang bawah untuk memudahkan bernafas melalui mulut atau hidung.
            Penarikan rahang bawah paling baik dilakukan bila penolong berada pada bagian puncak kepala korban. Bila korban tidak mau bernafas spontan, penolong harus pindah ke samping korban untuk segera melakukan pernafasan buatan mulut ke mulut atau mulut ke hidung5, 6, 7.
Breathing (Pernafasan).
            Dalam melakukan pernafasan mulut ke mulut penolong menggunakan satu tangan di belakang leher korban sebagai ganjalan agar kepala tetap tertarik ke belakang, tangan yang lain menutup hidung korban (dengan ibu jari dan telunjuk) sambil turut menekan dahi korban ke belakang. Penolong menghirup nafas dalam kemudian meniupkan udara ke dalam mulut korban dengan kuat. Ekspirasi korban adalah secara pasif, sambil diperhatikan gerakan dada waktu mengecil. Siklus ini diulang satu kali tiap lima detik selama pernafasan masih belum adekuat5, 6, 7.
            Pernafasan yang adekuat dinilai tiap kali tiupan oleh penolong, yaitu perhatikan :
-          gerakan dada waktu membesar dan mengecil
-          merasakan tahanan waktu meniup dan isi paru korban waktu mengembang
-          dengan suara dan rasakan udara yang keluar waktu ekspirasi.
            Tiupan pertama ialah 4 kali tiupan cepat, penuh, tanpa menunggu paru korban mengecil sampai batas habis5.
Circulation (Sirkulasi buatan).
            Sering disebut juga dengan Kompresi Jantung Luar (KJL). Henti jantung (cardiac arrest) ialah hentinya jantung dan peredaran darah secara tiba-tiba, merupakan keadaan darurat yang paling gawat.
       Sebab-sebab henti jantung5 :
-          Afiksi dan hipoksi
-          Serangan jantung
-          Syok listrik
-          Obat-obatan
-          Reaksi sensitifitas
-          Kateterasi jantung
-          Anestesi.       
            Untuk mencegah mati biologi (serebral death), pertolongan harus diberikan dalam 3 atau 4 menit setelah hilangnya sirkulasi. Bila terjadi henti jantung yang tidak terduga, maka langkah-langkah ABC dari tunjangan hidup dasar harus segera dilakukan, termasuk pernafasan dan sirkulasi buatan.
Henti jantung diketahui dari :
-          Hilangnya denyut nadi pada arteri besar
-          Korban tidak sadar
-          Korban tampak seperti mati
-          Hilangnya gerakan bernafas
Pada henti jantung yang tidak diketahui, penolong pertama-tama membuka jalan nafas dengan menarik kepala ke belakang. Bila korban tidak bernafas, segera tiup paru korban 3-5 kali lalu raba denyut a. carotis. Perabaan a. carotis lebih dianjurkan karena5 :
1.         Penolong sudah berada di daerah kepala korban untuk melakukan pernafasan buatan
2.         Daerah leher biasanya terbuka, tidak perlu melepas pakaian korban
3.         Arteri karotis adalah sentral dan kadang-kadang masih berdenyut sekalipun daerah perifer lainnya tidak teraba lagi.
            Bila teraba kembali denyut nadi, teruskan ventilasi. Bila denyut nadi hilang atau diragukan, maka ini adalah indikasi untuk memulai sirkulasi buatan dengan kompresi jantung luar. Kompresi jantung luar harus disertai dengan pernafasan buatan5, 7.
            Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melakukan ABC RJP tersebut adalah5 :
1.      RJP jangan berhenti lebih dari 5 detik dengan alasan apapun
2.      Tidak perlu memindahkan penderita ke tempat yang lebih baik, kecuali bila ia sudah stabil
3.      Jangan menekan prosesus xifoideus pada ujung tulang dada, karena dapat berakibat robeknya hati
4.      Diantara tiap kompresi, tangan harus melepas tekanan tetapi melekat pada sternum, jari-jari jangan menekan iga korban
5.      Hindarkan gerakan yang menyentak. Kompresi harus lembut, teratur dan tidak terputus
6.      Perhatikan komplikasi yang mungkin karena RJP.
            ABC RJP dilakukan pada korban yang mengalami henti jantung dapat memberi kemungkinan beberapa hasil4 :
1.      Korban menjadi sadar kembali
2.      Korban dinyatakan mati, ini dapat disebabkan karena pertolongan RJP yang terlambat diberikan atau pertolongan tak terlambat tetapi tidak benar pelaksanaannya.
3.      Korban belum dinyatakan mati dan belum timbul denyut jantung spontan. Dalam hal ini perlu diberi pertolongan lebih lanjut yaitu bantuan hidup lanjut (BHL).

E.  Fase II (Bantuan Hidup Lanjut)

Drugs

            Setelah penilaian terhadap hasil bantuan hidup dasar, dapat diteruskan dengan bantuan hidup lanjut (korban dinyatakan belum mati dan belum timbul denyut jantung spontan), maka bantuan hidup lanjut dapat diberikan berupa obat-obatan. Obat-obatan tersebut dibagi dalam 2 golongan, yaitu5 :
1.      Penting, yaitu     : Adrenalin
                                    Natrium bikarbonat
                                    Sulfat Atropin
                                    Lidokain
Natrium bikarbonat
Penting untuk melawan metabolik asidosis, diberikan iv dengan dosis awal :      1 mEq/kgBB, baik berupa bolus ataupun dalam infus setelah selama periode 10 menit. Dapat juga diberikan intrakardial, begitu sirkulasi spontan yang efektif tercapai, pemberian harus dihentikan karena bisa terjadi metabolik alkalosis, takhiaritmia dan hiperosmolalitas. Bila belum ada sirkulasi yang efektif maka ulangi lagi pemberian dengan dosis yang sama.
Adrenalin
Mekanisme kerja merangsang reseptor alfa dan beta, dosis yang diberikan        0,5 – 1 mg iv diulang setelh 5 menit sesuai kebutuhan dan yang perlu diperhatikan dapat meningkatkan pemakaian O2 myocard, takiaritmi, fibrilasi ventrikel.

Lidokain
Meninggikan ambang fibrilasi dan mempunyai efek antiaritmia dengan cara meningkatkan ambang stimulasi listrik dari ventrikel selama diastole. Pada dosis terapeutik biasa, tidak ada perubahan bermakna dari kontraktilitas miokard, tekanan arteri sistemik, atau periode refrakter absolut. Obat ini terutama efektif menekan iritabilitas sehingga mencegah kembalinya fibrilasi ventrikel setelah defibrilasi yang berhasil, juga efektif mengontrol denyut ventrikel prematur yang mutlti fokal dan episode takhikardi ventrikel. Dosis 50-100 mg diberikan iv sebagai bolus, pelan-pelan dan bisa diulang bila perlu. Dapat dilanjutkan dengan infus kontinu 1-3 mg.menit, biasanya tidak lebih dari 4 mg.menit, berupa lidocaine 500 ml dextrose 5 % larutan (1 mg/ml).
Sulfat Artopin
Mengurangi tonus vagus memudahkan konduksi atrioventrikuler dan mempercepat denyut jantung pada keadaan sinus bradikardi. Paling berguna dalam mencegah “arrest” pada keadaan sinus bradikardi sekunder karena infark miokard, terutama bila ada hipotensi. Dosis yang dianjurkan ½ mg, diberikan iv. Sebagai bolus dan diulang dalam interval 5 menit sampai tercapai denyut nadi > 60 /menit, dosis total tidak boleh melebihi 2 mg kecuali pada blok atrioventrikuler derajat 3 yang membutuhkan dosis lebih besar.


2.      Berguna, yaitu    : Isoproterenol
                                    Propanolol
                                    Kortikosteroid
Isoproterenol
Merupakan obat pilihan untuk pengobatan segera (bradikardi hebat karena complete heart block). Ia diberikan dalam infus dengan jumlah 2 sampai           20 mg/menit (1-10 ml larutan dari 1 mg dalam 500 ml dectrose 5 %), dan diatur untuk meninggikan denyut jantung sampai kira-kira 60 kali/menit. Juga berguna untuk sinus bradikardi berat yang tidak berhasil diatasi dengan Atropine.
Propranolol
Suatu beta adrenergic blocker yang efek anti aritmianya terbukti berguna untuk kasus-kasus takhikardi ventrikel yang berulang atau fibrilasi ventrikel berulang dimana ritme jantung tidak dapat diatasi dengan Lidocaine. Dosis umumnya adalah 1 mg iv, dapat diulang sampai total 3 mg, dengan pengawasan yang ketat.
Kortikosteroid
Sekarang lebih disukai kortikosteroid sintetis (5 mg/kgBB methyl prednisolon sodium succinate atau 1 mg/kgBB dexamethasone fosfat) untuk pengobatan syok kardiogenik atau shock lung akibat henti jantung. Bila ada kecurigaan edema otak setelah henti jantung, 60-100 mg methyl prednisolon sodium succinate tiap 6 jam akan menguntungkan. Bila ada komplikasi paru seperti pneumonia post aspirasi, maka digunakan dexamethason fosfat 4-8 mg tiap 6 jam.

F.   EKG  

            Diagnosis elektrokardigrafis untuk mengetahui adanya fibrilasi ventrikel dan monitoring.

G. Fibrilation Treatment ( Terapi Fibrilasi )

            Tindakan defibrilasi untuk mengatasi fibrilasi ventrikel. Elektroda dipasang sebelah kiri papila mammae dan di sebelah kanan sternum atas.

H.  Fase III ( Bantuan Hidup Jangka Lama atau Pengelolaan Pasca Resusitasi )

             Jenis pengelolaan pasien yang diperlukan pasien yang telah mendapat resusitasi bergantung sepenuhnya kepada resusitasi. Pasien yang mempunyai defisit neurologis dan tekanan darah terpelihara normal tanpa aritmia hanya memerlukan pantauan intensif dan observasi terus menerus terhadap sirkulasi, pernafasan, fungsi otak, ginjal dan hati. Pasien yang mempunyai kegagalan satu atau lebih dari satu sistem memerlukan bantuan ventilasi atau sirkulasi, terapi aritmia, dialisis atau resusitasi otak8.
            Organ yang paling terpengaruh oleh kerusakan hipoksemik dan iskemik selama henti jantung adalah otak. Satu dari lima orang yang selamat dari henti jantung mempunyai defisit neurologis. Bila pasien tetap tidak sadar, hendaknya dilakukan upaya untuk memelihara perfusi dan oksigenasi otak. Tindakan ini meliputi penggunaan agen vasoaktif untuk memelihara tekanan darah sistemik yang normal, penggunaan steroid untuk mengurangi sembab otak dan penggunaan diuretik untuk menurunkan tekanan intracranial. Oksigen tambahan hendaknya diberikan dan hiperventilasi derajad sedang juga membantu8.

I.     Keputusan Untuk Mengakhiri Upaya Resusitasi

            Keputusan untuk memulai dan mengakhiri usaha resusitasi adalah masalah medis, tergantung pada pertimbangan penafsiran status serebral dan kardiovaskuler penderita. Kriteria terbaik adanya sirkulasi serebral dan adekuat adalah reaksi pupil, tingkat kesadaran, gerakan dan pernafasan spontan dan refleks. Keadaan tidak sadar yang dalam tanpa pernafasan spontan dan pupil tetap dilatasi 15-30 menit, biasanya menandakan kematian serebral dan usaha-usaha resusitasi selanjutnya biasanya sia-sia. Kematian jantung sangat memungkinkan terjadi bila tidak ada aktivitas elektrokardiografi ventrikuler secara berturut-turut selama 10 menit atau lebih sesudah RJP yang tepat termasuk terapi obat5.










BAB IV
KESIMPULAN

            Resusitasi mengandung arti harfiah “Menghidupkan kembali” tentunya dimaksudkan usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah suatu episode henti jantung berlanjut menjadi kematian biologis. Resusitasi jantung paru terdiri atas 2 komponen utama yakni : bantuan hidup dasar / BHD dan Bantuan hidup lanjut / BHL. Usaha Bantuan Hidup Dasar bertujuan dengan cepat mempertahankan pasok oksigen ke otak, jantung dan alat-alat vital lainnya sambil menunggu pengobatan lanjutan. Bantuan hidup lanjut dengan pemberian obat-obatan untuk memperpanjang hidup Resusitasi dilakukan pada : infark jantung “kecil” yang mengakibatkan “kematian listrik”, serangan Adams-Stokes, Hipoksia akut, keracunan dan kelebihan dosis obat-obatan, sengatan listrik, refleks vagal,  serta kecelakaan lain yang masih memberikan peluang untuk hidup. Resusitasi tidak dilakukan pada : kematian normal stadium terminal suatu yang tak dapat disembuhkan.
            Penanganan dan tindakan cepat pada resusitasi jantung paru khususnya pada kegawatan kardiovaskuler amat penting untuk menyelematkan hidup, untuk itu perlu pengetahuan RJP yang tepat dan benar dalam pelaksanaannya.


DAFTAR PUSTAKA




1.      Safar P, Resusitasi Jantung Paru Otak, diterbitkan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, hal : 4, 1984.

2.      Alkatri J, dkk, Resusitasi Jantung Paru, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Editor Soeparman, Jilid I, ed. Ke-2, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, hal : 281, 1987.

3.      Soerianata S, Resusitasi Jantung Paru, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Kardiologi, Editor Lyli Ismudiat R, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, hal : 106, 1998.

4.      Sunatrio DR, Resusitasi Jantung Paru, Editor Muchtaruddin Mansyur, IDI, Jakarta, hal : 193.

5.      Siahaan O, Resusitasi Jantung Paru Otak, Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus, No. 80, hal : 137-129, 1992.

6.      Emergency Medicine Illustrated, Editor Tsuyoshi Sugimoto, Takeda Chemical Industries, 1985.

7.      Mustafa I, dkk, Bantuan Hidup Dasar, RS Jantung Harapan Kita, Jakarta, 1996.

8.      Sunatrio S, dkk, Resusitasi Jantung Paru, dalam Anesteiologi, Editor Muhardi Muhiman, dkk, Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI, 1989.

9.      Otto C.W., Cardiopulmonary Resuscitation, in Critical Care Practice, The American Society of Critical Care Anesthesiologists, 1994.

10.  Sjamsuhidajat R, Jong Wd, Resusitasi, dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC, Jakarta, hal : 124-119, 1997.

11.  Prince and Wilson, Patofisiologi, Konsep Klinis Proses- Proses Penyakit, Edisi IV, Jilid I & II, EGC, Jakarta, 1994.

12.  Olaan Sm Siahaan, Resusitasi Jantung Paru dan Otak, Cermin Dunia Kedokteran, No. 80, Edisi Khusus, 1992.

13.  Guyton, Arthur C. 1997. Fisiologi Gastrointestinal. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar