PENELITIAN KUANTITATIF
Oleh : afif
rifai
A. Pendahuluan
Penelitian kuantitatif merupakan suatu penelitian yang analisisnya secara umum memakai analisis statistik. Penelitian kuantitatif dikembangkan oleh penganut positivisme yang dipelopori oleh Auguste Conte. Aliran ini berpendapat bahwa untuk memacu perkembangan ilmu-ilmu sosial, maka metode-metode IPA harus diadopsi ke dalam riset-riset ilmu sosial (Harahap, 1992).
Karenanya dalam penelitian kuantitatif pengukuran terhadap gejala yang diamati menjadi penting, sehingga pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan daftar pertanyaan berstruktur (angket) yang disusun berdasarkan pengukuran terhadap variabel yang diteliti yang kemudian menghasilkan data kuantitatif.
Berbeda dengan penelitian kualitatif yang menekankan pada studi kasus, penelitian kuantitatif bermuara pada survey.
Richard dan Cook (dalam Abdullah Fajar, 1992) mengemukakan perbedaan paradigma penelitian kualitatif dan kuantitatif sebagai berikut :
PARADIGMA KUALITATIF |
PARADIGMA KUANTITATIF |
Menganjurkan pemakaian metode kualitatif
Bersandar pada fenomenologisme dan
verstehen; perhatian tertuju pada pemahaman tingkah laku manusia dari
sudut pandangan pelaku itu sendiri.
Pengamatan berlangsung secara alamiah (naturalistic)
dan tidak dikendalikan (uncontrolled)
Bersifat subyektif
Dekat dengan data; bertolak dari
perspektif dari “dalam” individu atau masyarakat yang diteliti.
Penelitian bersifat mendasar (grouned),
ditujukan pada penemuan (discovery-oriented), menekankan pada
perluasan (expansionist), bersifat deskriptif, dan induktif.
Berorientasi pada proses
Valid; data bersifat ‘mendalam’, ‘kaya’,
dan ‘nyata.
Tidak dapat digeneralisasikan; studi di
atas kasus tunggal
Bersifat holistic
Mengasumsikan adanya realitas yang
bersifat dinamik
|
Menganjurkan pemakaian metode-metode kuantitatif.
Bersandar pada positivisme logika;
mencari fakta-fakta dan sebab-sebab dari gejala sosial dengan
mengesampingkan keadaan individu-individu.
Pengamatan ditandasi pengukuran yang
dikendalikan dan blak-blakan (obtrusive)
Bersifat obyektif
Jauh dari data; bertolak dari sudut
pandangan dari “luar”
Penelitian bersifat tidak mendasar (ungrouned),
ditujukan pada pengujian (verification-oriented), menekankan penegasan
(confirmatory), reduksionis, inferensial, deduktif-hipotetik.
Berorientasi pada hasil
Reliabel; data ‘keras’ dan dapat diulang
Dapat digeneralisasikan; studi atas
banyak kasus
Bersifat partikularistik
Mengasumsikan adanya realitas yang stabil
|
B. Langkah-Langkah Penelitian Kuantitatif
1. Latar Belakang Masalah
Latar belakang masalah
memuat hal-hal yang melatar belakangi
dilakukannya penelitian, apa hal yang menarik untuk melakukan penelitian
biasanya karena adanya kesenjangan antara kesenjangan antara yang seharusnya
dan kenyataan. Dalam bagian ini dimuat deskripsi singkat wilayah penelitian dan
juga jika diperlukan hasil penelitian peneliti sebelumnya. Secara rinci latar
belakang (Wardi Bachtiar:1997) berisi:
a.
Argumentasi mengapa masalah
tersebut menarik untuk diteliti dipandang dari bidang keilmuan/maupun kebutuhan
praktis.
b.
Penjelasan akibat-akibat
negatif jika masalah tersebut tidak dipecahkan.
c.
Penjelasan dampak positif yang
timbul dari hasil-hasil penelitian
d.
Penjelasan bahwa masalah tersebut relevan, aktual dan sesuai dengan situasi dan kebutuhan zaman
e.
Relevansinya dengna
penelitian-penelitian sebelumnya
f.
Gambaran hasil penelitian dan
manfaatnya bagi masyarakat atau negara dan bagi perkembangan ilmu
2. Identifikasi, Pemilihan dan Perumusan Masalah
a.
Identifikasi Masalah
Masalah
penelitian dapat diidentifikasi sebagai adanya kesenjangan antara apa yang
seharusnya dan apa yang ada dalam kenyataan, adanya kesenjangan informasi atau
teori dan sebagainya.
b. Pemilihan Masalah
1).
Mempunyai nilai penelitian (asli penting dan dapat diuji)
2). Fisible (biaya, waktu
dan kondisi)
3). Sesuai dengan
kualifikasi peneliti
4). Menghubungkan dua variabel
atau lebih (Nazir: 1988)
c.
Sumber Masalah
Bacaan, seminar, diskusi,
pengamatan, pengalaman, hasil penelitian terdahulu, dan lain-lain.
d.
Perumusan Masalah
1). Dirumuskan dalam bentuk
kalimat tanya
2). Jelas dan padat
3). Dapat menjadi dasar dalam merumusan hipotesa
dan judul penelitian
Selain dirumuskan dalam
bentuk kalimat Tanya, suatu masalah dapat dirumuskan dengan menggunakan kalimat
berita. Keduanya sama baiknya akan tetapi ada perbedaan dalam kemampuannya
mengkomunikasikan pesan yang ada di dalamnya. Kalimat berita lebih bersifat
memberikan gambaran tentang karakteristik masalah yang bersangkutan. Sedangkan
kalimat tanya dapat lebih mengakibatkan adanya tantangan untuk mengumpulkan
informasi lebih lanjut.
Terlepas dari bentuk
perumusan masalah yang digunakan, terdapat beberapa kriteria yang dapat dipakai
sebagai pegangan untuk merumuskan masalah, yaitu sebagai berikut :
1)
Masalah yang dirumuskan harus
mampu menggambarkan penguraian tentang gejala-gejala yang dimilikinya dan
bagaimana kaitan antara gejala satu dengan gejala lainnya.
2)
Masalah harus dirumuskan secara
jelas dan tidak berarti dua, artinya tidak ada maksud lain yang terkandung
selain bunyi masalahnya. Rumusan masalah tersebut juga harus dapat menerangkan
dirinya sendiri sehingga tidak diperlukan keterangan lain untuk menjelaskannya.
Masalah yang baik selalu dilengkapi dengan rumusan yang utuh antara unsur sebab
dan unsur akibat sehingga dapat menantang pemikiran lebih jauh.
3)
Masalah yang baik hendaknya
dapat memancing pembuktian lebih lanjut secara empiris. Suatu masalah tidak
hanya menggambarkan hubungan antargejala tetapi juga bagaimana gejala-gejala
tersebut dapat diukur (Ace Suryadi: 2000).
e. Perumusan Tujuan dan Manfaat Penelitian
1)
Tujuan penelitian adalah suatu
pernyataan tentang apa yang akan kita cari/ capai dari masalah penelitian. Cara
merumuskan yang paling mudah adalah dengan mengubah kalimat pertanyaan dalam
rumusan masalah menjadi kalimat pernyataan.
2)
Manfaat penelitian mencakup manfaat
teoritis dan praktis (Arikunto:1992).
f. Telaah Pustaka
1)
Manfaat Telaah Pustaka
2)
Untuk memperdalam pengetahuan tentang masalah yang diteliti
3)
Menyusun kerangka teoritis yang
menjadi landasan pemikiran
4)
Untuk mempertajam konsep yang
digunakan sehingga memudahkan perumusan hipotesa
5)
Untuk menghindari terjadinya
pengulangan penelitian
g. Pembentukan Kerangka Teori
Kerangka
teori merupakan landasan pemikiran yang membantu arah penelitian, pemilihan
konsep, perumusan hipotesa dan memberi kerangka orientasi untuk klasifikasi dan
analisis data (Koentjaraningrat:1973). Kerangka teori dibuat berdasarkan
teori-teori yang sudah ada atau berdasarkan pemikiran logis yang dibangun oleh
peneliti sendiri.
Teori yang
dibahas atau teori yang dikupas harus mempunyai relevansi yang kuat dengan
permasalahan penelitian. Sifatnya mengemukakan bagaimana seharusnya tentang
masalah yang diteliti tersebut berdasar konsep atau teori-teori tertentu.
Khusus untuk penelitian hubungan dua variabel atau lebih maka dalam landasan teori harus dapat
digambarkan secara jelas bagaimana hubungan dua variabel tersebut.
h. Perumusan Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban
terhadap masalah penelitian yang secara
teoritis dianggap paling mungkin dan paling tinggi tingkat kebenarannya.
Hipotesa merupakan kristalisasi dari kesimpulan teoritik yang diperoleh dari
telaah pustaka. Secara statistik hipotesis merupakan pernyataan mengenai
keadaan populasi yang akan diuji
kebenarannya berdasarkan data yang diperoleh dari sampel penelitian.
i. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Konsep
merupakan definisi dari sekelompok fakta atau gejala (yang akan diteliti).
Konsep ada yang sederhana dan dapat dilihat seperti konsep meja, kursi dan
sebagainya dan ada konsep yang abstrak dan tak dapat dilihat seeprti konsep
partisipasi, peranan dan sebagainya. Konsep yang tak dapat dilihat disebut construct.
Karena construct bergerak di alam abstrak maka perlu diubah dalam bentuk
yang dapat diukur secara empiris, atau dalam kata lain perlu ada definisi
operasional.
Definisi operasional adalah
mengubah konsep dengan kata-kata yang menggambarkan perilaku atau gejala yang
dapat diamati dan dapat diuji kebenarannya oleh orang lain.
Konsep yang mempunyai
variasi nilai disebut variabel. Variabel dibagi menjadi dua:
a.
Variabel deskrit/katagorikal
misalnya : variabel jenis kelamin.
b.
Variabel Continues misal : variabel umur
Proses pengukuran variabel
merupakan rangkaian dari empat aktivitas pokok yaitu:
1.
Menentukan dimensi variabel
penelitian. Variabel-variabel penelitian sosial sering kali memiliki lebih dari
satudimensi. Semakin lengkap dimensi suatu variabel yang dapat diukur, semakin
baik ukuran yang dihasilkan.
2.
Merumuskan dimensi variabel.
Setelah dimensi-dimensi suatu variabel dapat ditentukan, barulah dirumuskan
ukuran untuk masing-masing dimensi. Ukuran ini biasanya berbentuk
pertanyaan-pertanyaan yang relevan dengan dimensi tadi.
3.
Menentukan tingkat ukuran yang
akan digunakan dalam pengukuran. Apakah skala: nominal, ordinal, interval, atau
ratio.
4.
Menguji tingkat validitas dan
reliabilitas dari alat pengukur apabila yang dipakai adalah alat ukur yang
baru.
Contoh yang bagus proses
pengukuran suatu variabel dikemukakan oleh Glock dan Stark (dalam Ancok:1989)
yang mengembangkan suatu konsep untuk
mengukur tingkat religiusitas. Menurut pendapat mereka konsep religiusitas
mempunyai lima dimensi sebagai berikut :
1.
Ritual Involvement, yaitu
tingkatan sejauh mana orang mengerjakan kewajiban ritual di dalam agama mereka.
Seperti sholat, puasa, membayar zakat, dan lain-lain, bagi yang beragama Islam.
atau pergi ke gereja dan kegiatan ritual lainnya bagi yang beragama Kristen.
2.
Ideologi Involvement, yaitu tingkatan
sejauh mana orang menerima hal-hal yang dogmatik di dalam agama mereka
masing-masing. Misalkan apakah seseorang yang beragama percaya tentang adanya
malaikat, hari kiamat, surga, neraka, dan lain-lain hal yang sifatnya dogmatik.
3.
Intellectual Involvement,
sebenarnya jauh seseorang mengetahui tentang ajaran agamanya. Seberapa jauh
aktivitasnya di dalam menambah pengetahuan agamanya, apakah dia mengikuti
pengajian, membaca buku-buku agama, bagi yang beragama Islam. bagi yang
beragama Kristen apakah dia menghadiri Sekolah Minggu, membaca buku-buku agama,
dan lain-lain. Demikian pula dengan orang pemeluk agama lainnya, apakah dia
mengerjakan hal-hal yang serupa.
4.
Experiential Involvement, yaitu
dimensi yang berisikan pengalaman-pengalaman unik dan spektakuler yang
merupakan keajaiban yang datang dari Tuhan. Misalnya, apakah seseorang pernah
merasakan bahwa doanya dikabulkan Tuhan; apakah di apernah merasakan bahwa
jiwanya selamat dari bahaya karena pertolongan Tuhan, dan lain-lain.
5.
Consequential Involvement,
yaitu dimensi yang mengukur sejauh mana perilaku seseorang dimotifikasikan oleh
ajaran agamanya. Misalkan apakah dia menerapkan ajaran agamanya di dalam
kehidupan sosial. misalnya, apakah dia pergi mengunjungi tetangganya yang
sakit, mendermakan sebagian kekayaannya untuk kepentingan fakir miskin.
Menyumbangkan uangnya untuk pendirian rumah yatim piatu, dan lain-lain.
Dimensi-dimensi yang
disebut di atas kemudian diperinci dalam
aspek yang lebih kecil dalam bentuk pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan tersebut
kemudian dijadikan komponen alat pengukur yang terhadap dimensi tingkat
religiusitas.
C. Validitas dan Reliabiltas Instrumen
Pertanyaan-pertanyaan untuk
mengukur variabel yang kita teliti sebelumnya harus dilakukan uji validitas dan
reliabilitas. Bila instrumen/alat ukur
tersebut tidak valid maupun reliabel, maka tidak akan diperoleh hasil
penelitian yang baik.
Validitas
adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur betul-betul mengukur apa yang akan
diukur.
Ada beberapa jenis
validitas, namun yang paling banyak dibahas adalah validitas konstruk. Konstruk atau kerangka konsep adalah istilah
dan definisi yang digunakan untuk menggabarkan secara abstrak kejadian,
keadaan, kelompok atau individu yang
menjadi pusat perhatian penelitian. Konsep itu kemudian seringkali masih harus diubah menjadi
definisi yang operasional, yang menggambarkan bagaimana mengukur suatu gejala.
Langkah selanjutnya adalah menyusun pertanyaan-pertanyaan/ pernyataan-pernyataan
yang sesuai dengan definisi itu.
Untuk mencari definisi
konsep tersebut dapat ditempuh dengan berbagai cara sebagai berikut :
- Mencari definisi konsep yang dikemukakan para ahli. Untuk ini perlu dipelajari buku-buku referensi yang relevan.
- Kalau dalam literatur tidak dapat diperoleh definisi konsep-konsep penelitian, maka peneliti harus mendefinisikan sendiri konsep tersebut. Untuk tujuan ini peneliti dapat mendiskusikan dengan ahli-ahli yang kompeten dibidang konsep yang akan diukur.
- Menanyakan definisi konsep yang akan diukur kepada calon responden atau orang-orang yang memiliki karakteristik yang sama dengan responden (Ancok: 1989). Misalnya peneliti ingin mengukur konsep “religiusitas”. Dalam mendefinisikan konsep ini peneliti dapat langsung menanyakan kepada beberapa calon responden tetnang ciri-ciri orang yang religius. Berdasar jawaban calon responden, kemudian disusun kerangka suatu konsep. Apabila terdapat konsistensi antra komponen-komponen konstruk yang satu dengna lainnya, maka konstruk itu memiliki validitas.
Cara yang paling banyak
dipakai untuk mengetahui validitas konstruk suatu instrumen/alat pengukur ialah
dengan mengkorelasikan skor/nilai yang diperoleh pada masing-masing
pertanyaan/pernyataan dari semua responden dengan skor/nilai total semua pertanyaan/pernyataan
dari semua responden. Korelasi antara skor/nilai setiap pertanyaan/pernyataan
dan skor/nilai total haruslah signifikan berdasarkan ukuran statistik tertentu
misalnya dengan menggunakan teknik korelasi product moment.
Reliabilitas adalah indeks
yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengkur dapat dipercaya atau dapat
diandalkan. Reliabilitas menunjukkan kemantapan/konsistensi hasil pengukuran. Suatu alat pengukur
dikatakan mantap atau konsisten, apabila
untuk mengukur sesuatu berulang kali, alat pengukur itu menunjukkan hasil yang
sama, dalam kondisi yang sama.
Setiap alat pengukur
seharusnya memiliki kemampuan untuk memberikan hasil pengukuran yang mantap
atau konsisten. Pada alat pengukur fenomena fisik seperti berat dan panjang
suatu benda, kemantapan atau konsistensi hasil pengukuran bukanlah sesuatu yang
sulit diperoleh. Tetapi untuk pengukuran fenomena sosial, seperti sikap,
pendapat, persepsi, kesadaran beragama, pengukuran yang mantap atau konsisten,
agak sulit dicapai.
Berhubung gejala sosial
tidak semantap fenomena fisik, maka dalam pengukuran fenomena sosial selalu
diperhitungkan unsur kesalahan pengukuran. Dalam penelitian sosial kesalahan
pengukuran ini cukup besar. Karena itu untuk mengetahui hasil pengukuran yang
sebenarnya, kesalahan pengukuran ini perlu diperhitungkan. Makin kecil
kesalahan pengukuran, semakin reliabel alat pengukurnya. Semakin besar
kesalahan pengukuran, semakin tidak reliabel alat pengukur tersebut.
Teknik-teknik untuk
menentukan reliabilitas ada tiga yaitu: a. teknik ulangan, b. teknik bentuk
pararel dan c. teknik belah dua. Dalam tulisan ini akan dijelaskan satu teknik
saja yaitu teknik belah dua.
Teknik belah dua merupakan
cara mengukur reliabilitas suatu alat ukur dengan membagi alat ukur menjadi dua
kelompok. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
a.
Mengajukan instrumen kepada
sejumlah responden kemudia dihitung validitas itemnya. Item yang valid
dikumpulkan menjadi satu, item yang tidak valid dibuang.
b.
Membagi item yang valid
tersebut menjadi dua belahan. Untuk mebelah instrumen menjadi dua, dapat
dilakukan dengan salah satu cara berikut: 1). Membagi item dengan cara acak
(random). Separo masuk belahan pertama, yang separo lagi masuk belahan kedua;
atau (2) membagi item berdasarkan nomor genap-ganjil. Item yang bernomor ganjil
dikumpulkan menjadi satu dan yang bernomor genap juga dijadikan satu. Untuk
menghitung reliabilitasnya skor total dari kedua belahan itu dikorelasikan.
D. Penetapan Metode Penelitian
Penetapan metode penelitian
mencakup : (i) penentuan subyek penelitian (populasi dan sampel), (ii) metode
pengumpulan data(penyusunan angket) dan (iii) metode analisis data (pemilihan
analisis statistik yang sesuai dengan jenis data)
E. Pembuatan Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian adalah
pedoman yang disusun secara sistematis dan logis tentang apa yang akan
dilakukan dalam penelitian. Rancangan penelitian memuat: judul, latar belakang
masalah, masalah, tujuan, kajian pustaka, hipotesis, definisi operasional, metode
penelitian, jadwal pelaksanaan,
organisasi/tenaga pelaksana dan rencana anggaran.
F. Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data diperlukan kemampuan melacak peta wilayah,
sumber informasi dan keterampilan menggali data. Untuk itu diperlukan pelatihan
bagi para tenaga pengumpul data.
G. Pengolahan, Analisis dan Interpretasi Hasil Penelitian
Pengolahan data meliputi
editing, coding, katagorisasi dan tabulasi data.
Analisis data bertujuan
menyederhanakan data sehingga mudah dibaca dan ditafsirkan. Dalam penelitian
kuantitatif analisis data menggunakan statistik.
Interpretasi bertujuan
menafsirkan hasil analisis secara lebih luas untuk menarik kesimpulan.
H. Menyusun Laporan Penelitian
Untuk memudahkan menyusun
laporan maka diperlukan kerangka laporan out line.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Fajar, Metodologi
Penelitian Kualitatif dalam Jurnal Penelitian Agama Nomor: 1 Juni –
Agustus 1992. Balai Penelitian P3M IAIN Sunan Kalijaga
Ace Suryadi, Teori
dan Praktek Perumusan Masalah Dalam Penelitian Sosial Keagamaan, Makalah
Tidak Diterbitkan, 2000.
Djamaluddin Ancok, Teknik
Penyusunan Skala Pengukuran; PPK UGM, Yogyakarta, 1989.
Koentjaraningrat, Metode-Metode
Penelitian Masyarakat, Gramedia, Jakarta, 1973.
Harahap, Nasruddin, Penelitian
Sosial : Latar Belakang, Proses : Persiapan Pelaksanaannya, dalam Jurnal Penelitian Agama Nomor: 1
Juni – Agustus 1992. Balai Penelitian P3M IAIN Sunan Kalijaga
Moh. Nasir, Metode
Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1988.
Singarimbun, Masri dan
Sofian Effendi, Metode Penelitian Survai, LP3ES, Jakarta, 1985.
Suharsimi Arikunto, Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan Praktis, Jakarta, PT. Rineka Cipta, 1992.
Wardi Bachtiar, Metodologi
Penelitian Ilmu Dakwah, Logos: Jakarta, 1997.
Lampiran 1.
Pedoman Penyusunan Angket
1.
Tujuan Pokok Pembuatan Angket
a.
Memperoleh data yang relevan
dengan tujuan penelitian
b.
Memperoleh data dengan
reliabilitas dan validitas setinggi mungkin
2.
Sumber Penyusunan Angket
a.
Kerangka konseptual (variabel)
b.
Tujuan penelitian
c.
Hipotesa
3.
Hal yang perlu diperhatikan
dalam penyusunan angket
a.
Apakah pertanyaan yang diajukan
relevan dengan tujuan dan hipotesa penelitian
b.
Bagaimana cara tabulasi untuk
tiap pertanyaan
c.
Mempelajari angket yang sudah
ada
d.
Konsultasi dengan ahli yang
pernah meneliti hal yang sama
4.
Isi Pertanyaan dalam angket
a.
Pertanyaan tentang fakta misal
: umur, jenis kelamin, agama, pendidikan dan sebagainya.
b.
Pertanyaan tentang pendapat,
tanggapan dan sikap, misal : sikap responden terhadap sesuatu hal.
5.
Jenis Pertanyaan dalam angket.
a.
Pertanyaan tertutup
Jawaban pertanyaan sudah
disediakan oleh peneliti. Keuntungan memudahkan dalam proses tabulasi, sedang
kelemahannya kurang dapat memperoleh data yang mendalam dan bervariasi.
b.
Pertanyaan terbuka
Jawaban pertanyaan tidak
ditentukan terlebih dahulu, responden bebas memberi jawaban. Keuntungannya
dapat menangkap informasi lebih luas. Sedang kelemahannya adalah kesulitan
dalam proses tabulasi.
c.
Pertanyaan kombinasi tertutup
dan terbuka
Jawaban pertanyaan sudah
disediakan, tetapi diikuti oleh pertanyaan terbuka
d.
Pertanyaan semi terbuka
Jawaban pertanyaan sudah
disediakan oleh peneliti, namun diberi kemungkinan tambahan jawaban.
6.
Petunjuk Membuat Pertanyaan
a.
Gunakan kata-kata yang
sederhana dan mudah dimengerti oleh responden.
b.
Usahakan pertanyaan yang jelas
dan khusus
c.
Hindarkan pertanyaan yang
mempunyai lebih dari satu pengertian
d.
Hindarkan pertanyaan yang
mengandung sugesti
e.
Pertanyaan harus berlaku bagi
semua responden
7.
Uji Coba Angket
Keuntungan jika melakukan
uji coba angket
a.
Pertanyaan yang dianggap tidak
relevan bisa dihilangkan
b.
Bisa diketahui apakah tiap
pertanyaan dapat dimengerti dengan baik oleh responden
c.
Apakah urutan pertanyaan perlu
dirubah
d.
Bisa diketahui reaksi responden
terhadap pertanyaan sensitif, sehingga perlu dirubah atau tidak
e.
Lama pengisian angket.
Lampiran 2.
Contoh Angket
RITUAL INVOLVEMENT
1.
Apakah Anda sholat ? 1. Ya 2.
Tidak
Kalau ‘ya’, hal yang manakah dari hal-hal berikut ini yang sesuai
bagi Anda :
a.
solat secara teratur lima kali
sehari,
b.
solat tiap hari, tetapi tidak
sampai lima kali sehari,
c.
solat hanya seminggu sekali
pada hari Jumat,
d.
solat hanya pada Hari Raya
saja.
2.
Apakah Anda berdoa sebelum
makan ? 1. Ya 2. Tidak
Kalau ‘ya’, dari hal berikut ini yang manakah yang sesuai bagi Anda
:
a.
selalu membaca doa setiap kali
akan makan makanan apa saja,
b.
hanya berdoa setiap akan makan
di meja makan,
c.
bila akan makan di meja makan
kadang-kadang beroda, kadang-kadang tidak,
d.
pernah berdoa, tetapi pada
umumnya tidak
IDEOLOGICAL
INVOLVEMENT
1. Apakah Anda
yakin bahwa hari kiamat pasti datang?
a.
sangat yakin
b.
cukup yakin
c.
kurang yakin
d.
tidak yakin
2. Apakah Anda
yakin bahwa surga itu hanya tempat bagi orang yang taat beribadah?
a.
sangat yakin
b.
cukup yakin
c.
kurang yakin
d.
tidak yakin
INTELECTUAL
INVOLVEMENT
1. Apakah Anda
sering menghadiri pengajian keagamaan?
a.
sangat sering
b.
cukup sering
c.
agak jarang
d.
sangat jarang
2. Apakah Anda
sering membaca buku-buku tentang agama yang Anda peluk?
a.
sangat sering
b.
cukup sering
c.
agak jarang
d.
sangat jarang
EXPERIENTAL
INVOLVEMENT
1. Apakah doa Anda
sering dikabulkan Tuhan?
a.
sangat sering
b.
cukup sering
c.
agak jarang
d.
sangat jarang
EXPERIENTAL
INVOLVEMENT
1.
Bila Anda disuruh berbuat
curang dalam suatu pertandingan olahraga oleh teman Anda, apakah Anda selalu
menolak?
a.
selalu menolak
b.
pada umumnya menolak, walaupun
kadang-kadang menerima
c.
kadang-kadang menerima,
kadang-kadang menolak
d.
umumnya tidak menolak
2.
Bila Anda berbuat kesalahan
terhadap seseorang, apakah yang Anda lakukan?
a.
selalu segera meminta maaf
b.
umumnya segera meminta maaf,
walaupun kadang-kadang tidak
c.
sering minta maaf, tetapi
sering pula tidak
d.
jarang meminta maaf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar