REFERAT
PENANGGULANGAN NYERI PASCA BEDAH
Disusun untuk
memenuhi sebagian syarat dalam mengikuti
Program
Pendidikan Profesi Bagian Anestesi
Di BPRSUD
Salatiga
Diajukan kepada :
Dr. Hari Krisdiyanto,
Sp.An
Disusun oleh :
Hermin Yanuar Rakhmawati
98310045
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ANESTESI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
RSUD SALATIGA
JULI 2004
HALAMAN PENGESAHAN
REFERAT
PENANGGULANGAN NYERI PASCA BEDAH
Telah dipresentasikan dan
disetujui :
Pada tanggal Juli 2004
Disusun oleh :
Hermin Yanuar Rakhmawati
98310045
Menyetujui
Dokter Pembimbing :
Dr. Hari Krisdiyanto,
Sp.An
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirrobil ‘alamin,
Puji syukur penulis
panjatkan kepada Allah SWT atas berkat rahmat dan karunianya kepada kita
khususnya kepada penulis sehingga Referat dengan judul Penanggulangan Nyeri Pasca Bedah ini dapat terselesaikan.
Referat ini
merupakan salah satu syarat Stase Anestesi di RSUD Salatiga. Penulis yakin
dalam penulisan Referat ini masih banyak kekurangan, oleh sebab itu penulis
mengharapkan saran dan kritik untuk perbaikan penulisan yang akan datang.
Penulis mengucapkan
banyak terima kasih kepada :
1.
Dr. Hari Krisdiyanto, Sp. An
Selaku Kepala Bagian RSUD Salatiga, atas bimbingan dan dukungannya
yang diberikan sehingga penulis dapat menjalani kepaniteraan klinik di
Kepaniteraan Klinik Anestesi di RSUD Salatiga
2.
Seluruh staf Paramedis
Instalasi Anestesi di RSUD Salatiga dan kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penulisan.
3.
Rekan-rekan Koass yang telah
membantu dan mendorong penulis selama ini dan semua pihak yang telah membantu
terselesaikannya Referat ini.
Penulis berharap
semoga referat ini dapat memberikan manfaat untuk pembaca
Salatiga, Juni 2004
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul i
Halaman
Pengesahan ii
Kata Pengantar iii
Daftar Isi iv
BAB I PENDAHULUAN
I.1
Latar Belakang 1
I.2
Tujuan penulisan 2
BAB II TINJAUAN
PUSTAKA
II.1 Definisi Nyeri 3
II.2 Penggolongan Nyeri 4
II.3 Menkanisme Nyeri 5
II.4 Pemilihan Metode Pengelolaan Nyeri 7
II.5 Zat-zat Penghasil Nyeri 8
II.6 Nyeri Pasca Bedah 8
II.7 Pengobatan Nyeri 9
II.8 Cara Pemberian 15
BAB III RINGKASAN
DAFTARA PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Nyeri merupakan
masalah atau problem bagi penderita dan juga bagi dokter atau tenaga medis yang
menanganinya. Sebetulnya nyeri merupakan suatu sinyal bahwa tubuh memerlukan
perlindungan dari kelainan anatomis maupun fisiologis tapi juga merupakan
siksaan besar bagi penderita yang pada akhirnya menurunkan kualitas hidup
penderitanya. Sifat nyeri demikian disebut ambivalen.(4)
Ikhtisar untuk
menghilangkan nyeri selain dengan obat-obatan analgetik tidak merupakan hal
yang baru lagi, dapat juga dengan tehnik blok saraf, epidural dan lain-lain.
Namun pemakaian obat-obat analgetik yang tepat ditinjau dari segi farmakologis
maupun ditinjau dari segi mekanisme nyeri sendiri sering dilupakan sehingga
nyeri tidak dapat diatasi dengan baik.(4)
Nyeri adalah suatu rasa (sensasi) yang unik. Keunikannya oleh
karena berat ringan nyeri yang dirasakan tidak ditentukan hanya dengan
intensitas stimulus tetapi juga oleh perasaan dan emosi pada saat itu.(1)
Pada
dasarnya nyeri adalah reaksi fisiologis karena merupakan reaksi protektif untuk
menghindari stimulus yang membahayakan tubuh. Tetapi bila nyeri tetap
berlangsung walaupun stimulus penyebab sudah tidak ada, berarti telah terjadi
perubahan patofisiologis yang justru dapat merugikan tubuh. Sebagai contoh,
nyeri karena pembedahan, masih tetap dirasakan pada masa pascabedah ketika
pembedahan sudah selesai. Nyeri semacam ini tidak saja menimbulkan perasan
menderita, tetapi juga reaksi stres yaitu rangkaian reaksi fisik maupun
biologis yang dapat menghambat proses penyembuhan. Nyeri patologis atau nyeri
klinis ini memerlukan terapi.(1)
Nyeri
yang timbul karena kerusakan jaringan pada pembedahan merupakan nyeri yang
diderita berjuta-juta orang diseluruh dunia setiap harinya. Bermula dari
penggunaan ether sebagai obat anestesi untuk menghilangkan nyeri selama
pembedahan pada tahun 1846, berkembang pengetahuan tentang nyeri dan
pengelolaannya.(1)
Hampir
setiap orang merasakan nyeri setelah menjalani pembedahan. Nyerinya bisa
menetap dan hilang timbul, semakin memburuk jika penderita bergerak, batuk,
tertawa atau menarik nafas dalam atau ketika perban pembungkus diganti.(5)
Nyeri
pascabedah merupaka prototipe nyeri akut karena kerusakan jaringan. Nyeri
pascabedah mengakibatkan berbagai gangguan fungsi tubuh yang memperlambat
proses penyembuhan.(1)
I.2 Tujuan Penulisan
Tujuan
dari penulisan ini antara lain dapat menjelaskan patofisiologis nyeri,
klasifikasi dan penggolongan nyeri serta perubahan patofisiologis akibat nyeri
pascabedah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi Nyeri
Nyeri
merupakan perasaan tidak menyenangkan yang merupakan pertanda bahwa tubuh telah
mengalami kerusakan atau terancam oleh suatu cedera.(5)
Menurut
International Association for The Study
of Pain (1979) menyebutkan nyeri adalah suatu rasa (sensory) dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan
disebabkan oleh kerusakan jaringan atau yang berpotensi menyebabkan kerusakan
maupun sesuatu yang digambarkan demikian.(1) Nyeri sering dilukiskan
sebagai suatu yang berbahaya (noksius, protofatik) atau yang tidak berbahaya (nonnoksius,
epikritik) misalnya sentuhan ringan, kehangatan dan tekanan ringan.(3)
Nyeri
adalah perasaan dan keadaan emosi yang tidak menyenangkan sebagai suatu
kenyataan karena adanya potensiasi kerusakan jaringan atau jaringan rusak.
Nyeri bersifat subyektif. Gejala obyektifnya merupakan manifestasi rangsangan
simpatis yang membedakan antara nyeri akut dan nyeri kronis. Karena tidak ada
suatu pemeriksaan kimiawi neurofisiologi yang dapat dipakai sebagai test nyeri,
maka setiap keluhan nyeri seorang penderita harus diterima sebagai suatu
kenyataan.(4)
II.2 Penggolongan Nyeri
Terdapat
beberapa pembagian nyeri yang harus diketahui untuk menetapkan algoritma
pengelolaan dan pemilihan cara mengatasi nyeri. Menurut onset dan stimulus
penyebab, nyeri digolongkan dalam dua jenis nyeri yaitu nyeri akut dan nyeri
kronis.(1)
Nyeri
akut adalah nyeri yang dimulai secara tiba-tiba dan biasanya tidak berlangsung
lama. Jika nyerinya hebat, bisa menyebabkan denyut jantung yang cepat, laju
pernafasan meningkat, tekanan darah meninggi, berkeringat dan pupil melebar.(5)
Gejala ini sama dengan penderita ketakutan. Nyeri akan hilang setelah
penyembuhan jaringan. Tapi nyeri akut paling baik diobati dengan mengetahui
serta menghilangkan penyebabnya dan secara simtomatis nyerinya dapat segera
dihilangkan dengan pemberian analgetik baik golongan non narkotik (NSAID)
maupun golongan narkotik (opioid).(4) Disebut nyeri akut bila
penyebab dan lokalisasi nyeri jelas. Umumnya berhubungan dengan kerusakan
jaringan dan nyeri hilang bila kerusakan jaringan membaik. Prototipe nyeri akut
adalah nyeri pembedahan.(1)
Nyeri
kronis adalah nyeri yang berlangsung selama beberapa minggu atau bulan, istilah
ini biasanya digunakan jika nyeri menetap selama lebih dari 1 tahun, nyeri
sering kambuhan dan sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun, nyeri
berhubungan dengan penyakit menahun (misalnya kanker). Nyeri kronis biasanya
tidak mempengaruhi denyut jantung, laju pernafasan, tekanan darah maupun pupil,
tetapi bisa menyebabkan gangguan tidur, mengurangi nafsu makan dan menyebabkan
sembelit, penurunan berat badan, berkurangnya gairah seksual dan depresi.(5)
II.3 Mekanisme Nyeri
Reseptor
untuk stimulus nyeri disebut nosiseptor. Nosiseptor
adalah ujung saraf tidak bermielin A delta dan ujung saraf C bermielin.
Nosiseptor terangsang oleh stimulus dengan intensitas yang potensial dapat
menimbulkan kerusakan jaringan, stimulus ini disebut sebagai stimulus noksius.
Selanjutnya stimulus ini ditransmisikan ke SSP, menimbulkan emosi dan perasaan
yang tidak menyenangkan, sehingga timbul rasa nyeri dan reaksi menghindar.(1)
Nyeri terdiri dari 2 komponen yaitu
komponen sensoris dan komponen emosi. Komponen sensoris yang menghantarkan
impuls melalui serabut saraf dan komponen emosi merupakan aspek afeksi
seseorang terhadap nyeri. Afeksi bersifat subyektif,
ditentukan oleh makna nyeri secara individual.(1)
Bila stimulus
timbul akibat adanya kerusakan jaringan, mekanisme tersebut diatas melewati 4
tahapan yaitu :
- Transduksi
Kerusakan
jaringan karena trauma atau pembedahan menyebabkan dikeluarkannya berbagai senyawa
biokimiawi antara lain ion H.K, prostaglandin dari sel yang rusak, bradikinin
dari plasma, histamine dari sel mast, serotonin dari trombosit dan substansi P
dari ujung saraf. Senyawa kimiawi ini berfungsi sebagai mediator yang
menyebabkan perubahan potensial nosiseptor sehingga terjadi arus
elektrobiokimiawi sepanjang akson. Perubahan menjadi arus
elektrobiokimiawi atau impuls merupakan
proses transduksi.(1)
Kemudian terjadi perubahan
patofisiologis karena mediator-mediator ini mempengaruhi juga nosiseptor diluar
daerah trauma sehingga lingkaran nyeri meluas. Selanjutnya terjadi proses
sensitisasi perifer yaitu menurunnya nilai ambang rangsang nosiseptor karena
pengaruh mediator-mediator tersebut di atas dan penurunan pH jaringan.
Akibatnya nyeri dapat timbul karena rangsang yang sebelumnya tidak menimbulkan
nyeri misalnya rabaan. Sensitisasi perifer ini mengakibatkan pula terjadinya
sensitisasi sentral yaitu hipereksitabilitas neuron pada korda spinalis,
terpengaruhnya neuron simpatis dan perubahan intraseluler yang menyebabkan
nyeri dirasakan lebih lama.(1)
- Transmisi
Transmisi adalah proses penerusan
impuls nyeri dari nosiseptor saraf perifer melewati kornu dorsalis, korda
spinalis menuju korteks serebri. Transmisi sepanjang akson berlangsung karena
proses polarisasi, sedangkan dari neuron presinaps ke pasca sinaps melewati
neurotransmitter.(1)
- Modulasi
Modulasi adalah proses pengendalian
internal oleh system saraf, dapat meningkatkan atau mengurangi penerusan impuls
nyeri.(1)
Hambatan terjadi melalui sistem
analgesia endogen yang melibatkan bermacam-macam neurotansmiter antara lain
golongan endorphin yang dikeluarkan oleh sel otak dan neuron di korda spinalis.
Impuls ini bermula dari area
periaquaductuagrey (PAG) dan menghambat transmisi impuls pre maupun pasca
sinaps di tingkat korda spinalis.(1)
- Persepsi
Persepsi
adalah hasil rekonstruksi susunan saraf pusat tentang impuls nyeri yang
diterima. Rekonstruksi merupakan hasil interaksi sistem saraf sensoris,
informasi kognitif (korteks serebri) dan pengalaman emosional (hipokampus dan
amigdala). Persepsi menentukan berat ringannya nyeri yang dirasakan.(1)
II.4 Pemilihan Metode Pengelolaan Nyeri
Pengetahuan tentang nyeri penting untuk menyusun program
penghilangan nyeri pasca bedah. Derajad nyeri dapat diukur dengan macam-macam
cara, misalnya tingkah laku pasien, skala verbal dasar (VRS, verbal rating
scales), skala analog visual (VAS, visual analogue scales).(3)
Secara
sederhana nyeri pasca bedah pada pasien sadar dapat langsung ditanyakan pada
yang bersangkutan dan biasanya dikategorikan sebagai tidak nyeri (none),
nyeri ringan (mild, slight), nyeri sedang (moderate), nyeri berat (severe) dan
sangat nyeri (very severe, intorelable).(3)
II.5 Zat-zat Penghasil Nyeri
Pembedahan
akan menghasilkan sel-sel rusak dengan konsekuensi akan mengeluarkan zat-zat
kimia bersifat algesik yang berkumpul sekitarnya dan dapat menimbulkan nyeri.
Zat mediator inflamasi tersebut diantaranya bradikinin, histamin, katekolamin,
sitokinin, serotonin, proton, lekotrien prostaglandin, substansi P dan
5-hidroksi-triptamin. Nyeri ini dapat berlangsung berjam-jam
sampai berhari-hari.(3)
Zat
|
Sumber
|
Menimbulkan
nyeri
|
Afek
pada Aferen Primer
|
Kalium
|
Sel-sel rusak
|
++
|
Mengaktifkan
|
Serotonin
|
Trombosit
|
++
|
Mengaktifkan
|
Bradikinin
|
Kinikogen plasma
|
+++
|
Mengaktifkan
|
Histamin
|
Sel-sel Mast
|
+
|
Mengaktifkan
|
Prostaglandin
|
Asam
arakidonat dan sel rusak
|
+
|
Sensitisasi
|
Lekotrien
|
Asam
arakidonat dan sel rusak
|
+
|
Sensitisasi
|
Substansi P
|
Aferen primer
|
+
|
Sensitisasi
|
II.6 Nyeri Pasca Bedah
Nyeri pasca bedah
sangat bersifat individual, tindakan yang sama pada pasien yang kurang lebih
sama keadaan umumnya tidak selalu mengakibatkan nyeri pasca bedah yang sama.(2)
Faktor-faktor yg mempengaruhi derajat nyeri dapat disebutkan sebagai
berikut :
- Tempat pembedahan, yang ternyeri adalah pembedahan torakotomi.
- Jenis kelamin, perempuan lebih cepat merasakan nyeri
- Umur, ambang rangsang nyeri orang tua lebih tinggi
- Kepribadian, pasien neurotic lebih merasakan nyeri bila di bandingkan dengan pasien dengan kepribadian normal.
- Pengalaman pembedahan sebelumnya, bila pembedahan ditempat yang sama rasa nyeri tidak sehebat nyeri pembedahan sebelumnya
- Suku, ras, warna kulit
- Motivasi pasien, pembedahan paliatif tumor ganas lebih nyeri dari pembeahan tumor jinak walaupun luas yang diangkat sama besar.
II.7 Pengobatan Nyeri
Beberapa jenis analgetik (obat pereda
nyeri) bisa membantu mengurangi nyeri. Obat ini digolongkan ke dalam 3 kelompok
yaitu analgetik opioid (narkotik), analgetik non-opioid dan analgetik ajuvan.(5)
- Analgetik opioid (Narkotik)
Obat-obat golongan ini bekerja pada saraf sentral
dan dapat bekerja secara sinergis dengan obat-obat NSAID pada reseptor SSP.
Obat-obat golongan ini merupakan senjata ampuh dalam penanganan nyeri akut
maupun nyeri kronis. Termasuk obat-obatan ini adalah morfin, meperidin
(petidin), codein, fentanil, sufenta, metadon dll.(4) Biasanya
digunakan analgetik golongan opioid ini untuk nyeri hebat.(3)
Reseptor opioid sebenarnya tersebar luas di seluruh
jaringan system saraf pusat, tetapi lebih terkonsentrasi di otak tengah yaitu
di system limbic, thalamus, hipotalamus, korpus striatum, system aktivitas
reticular dan di korda spinalis yaitu di substansia gelatinosa dan dijumpai
pula di pleksus saraf usus.(3)
Analgetik opioid sangat efektif dalam mengurangi
rasa nyeri namun mempunyai beberapa efek samping. Semakin lama pemakai obat ini
akan membutuhkan dosis yang lebih tinggi. Selain itu sebelum pemakaian jangka
panjang dihentikan, dosisnya harus dikurangi secara bertahap, untuk mengurangi
gejala-gejala putus obat.(5)
Penggunaan opioid dapat
dengan cara :
- Opioid intramuscular
Cara
ini adalah cara yang paling sering dipakai, walaupun sering kurang berhasil
mencapai efek analgesia yang diinginkan karena pemberian intramuscular (IM)
absorbsinya tidak sempurna, terutama pada pasien dengan perfusi yang buruk.
Karena absorbsi melalui otot relative lambat, maka harus diperhatikan kapan
analgesia dibutuhkan dan kapan pemberian ulangan harus disuntikkan.(2)
- Opioid intravena kontinyu
Walaupun
pemberiannya kurang menyenangkan bila dibandingkan dengan pemberian IM, cara
ini memiliki sejumlah keunggulan. Pada umumnya diberikan sejumlah dosis
tertentu (infus dipercepat) untuk mendapatkan konsentrasi efektif analgesia,
kemudian dilanjutkan dengan infus yang lambat dengan alat yang akurat seperti
pompa infus.(2)
- Pasien mengkontrol pemberian analgesia opioid
Saat
ini sudah dikembangkan cara/alat agar pasien dapat memberikan sendiri analgesia
opioid yang diinginkan melalui pompa infus yang sudah diatur terlebih dahulu
dosisnya, yang aman untuk pasien.(2)
- Opioid sublingual
Cara
ini makin popular penggunaannya karena mudah dan menyenangkan. Obat yang paling
sering dipakai adalah buprenorfin yang bersifat agonis antagonis sehingga efek
samping depresi nafas sangat jarang dijumpai, keuntungan lain adalah masa kerja
yang lama (lebih dari 8 jam).(2)
- Opioid oral
Opioid oral dapat diberikan pada pasien
yang dapat menelan. Morfin sulfat dapat memberikan
analgesia yang adekuat selama 6-8 jam.(2)
Yang termasuk
dalam obat analgetik opioid.(5)
Obat
|
Masa efektif
|
Keterangan
|
Morfin
|
Suntikan IV/IM : 2-3 jam
Per-Oral : 3-4 jam
Sediaan lepas lambat : 8-12 jam
|
Mula kerjanya cepat, sediaan oral sangat efektif untuk mengatasi
nyeri karena kanker
|
Kodein
|
Per-Oral : 3-4 jam
|
Kurang kuat dibandingkan
dengan morfin. Kadang diberikan bersamaan dengan aspirin atau asetaminofen
|
Meperidin
|
Suntikan IV/IM : sekitar 3 jam
Per-Oral : tidak terlalu efektif
|
Bisa menyebabkan epilepsy, tremor dan kejang otot
|
Metadon
|
Per-Oral : 4-6 jam, kadang lebih lama
|
Juga digunakan untuk mengobati gejala putus obat karena heroin
|
Proksifen
|
Per-Oral : 3-4 jam
|
Biasanya diberikan bersamaan dengan aspirin atau asetaminofen,
untuk mengatasi nyeri ringan
|
Levarfanol
|
Suntikan IV/IM : 4 jam
Per-Oral : sekitar 4 jam
|
Sediaan per-oral sangat ampuh. Bisa digunakan sebagai pengganti morfin
|
Hidromorfon
|
Suntikan IV/IM : 2-4 jam
Per-Oral : 2-4 jam
Supositoria per-Rektum : 4 jam
|
Mula kerjanya cepat. Bisa digunakan sebagai pengganti morfin.
Efektif untuk mengatasi nyeri karena kanker
|
Oksimorfon
|
Suntikan IV/IM : 3-4 jam
Supositoria per-Rektim : 4 jam
|
Mula kerjanya cepat
|
Oksikodon
|
Per-Oral : 3-4 jam
|
Biasanya diberikan bersama aspirin atau asetaminofen
|
Pentazosin
|
Per-Oral : sampai 4 jam
|
Bisa menghambat kerja analgetik opioid lainnya. Kekuatannya hampir
sama dengan kodein. Bisa menyebabkan linglung & kecemasan, terutama pada
usia lanjut
|
- Analgetik Non-Opioid (NSAID )
Semua
analgetik non-opioid (kecuali asetaminofen) merupakan obat anti peradangan
non-steroid (NSAID, nonsteroidal
anti-inflammatory drug).(5) NSAID merupakan golongan non opioid
yang umumnya dipergunakan sebagai obat pengangkal nyeri dengan cara kerja
menghambat sintesa dan pelepasan prostaglandin.(1)
Mekanisme
kerjanya menghambat prostaglandin pada ujung-ujung saraf perifer dimana terjadi
kerusakan. Golongan obat-obat non narkotik ini banyak digunakan untuk
menghilangkan nyeri akut dan kronik yang disebabkan oleh karena nyeri pasca
bedah, trauma maupun untuk penyakit gangguan sistemik berupa arthritis dan
nyeri kanker.(4) Efek hambatan sintesis prostaglandin ini berperan
sebagai penangkal nyeri karena menghambat terjadinya hipersensitivitas
nosiseptor pada jaringan trauma. Dibandingkan opioid, keuntungannya adalah
tidak mempengaruhi fungsi kesadaran dan nafas, sebaliknya bila dikombinasikan
dengan memberikan efek opioid sparing.(1)
Obat-obat
ini bekerja melalui 2 cara yaitu mempengaruhi system prostaglandin, yaitu suatu
system yang bertanggungjawab terhadap timbulnya rasa nyeri dan mengurangi
peradangan, pembengkakan dan iritasi yang sering terjadi di sekitar luka dan
memperburuk rasa nyeri.(5)
Obat-obat
NSAID pada umumnya bekerja pada saraf perifer seperti aspirin, kalsium
karbasalat (serbuk askal), parasetamol, indometasin, fenoprofen, ibuprofen,
asam mefenamat, ketoprofen, ketorolak, diklofenak, piroksikam dll. Obat-obat
NSAID yang bekerja pada saraf perifer dan sentral (lemah) adalah tramadol.
Secara farmakologis obat-obat tersebut memiliki 3 sifat yaitu analgetik, antipiretik
dan anti inflamasi.(4)
Aspirin
merupakan prototype dari NSAID yang telah digunakan selama lebih dari 100
tahun. Tersedia dalam bentuk per-oral (ditelan) dengan masa efektif selama 4-6
jam. Efek sampingnya adalah iritasi lambung, yang bisa menyebabkan terjadinya
ulkus peptikum. Karena mempengaruhi kemampuan darah untuk membeku, maka aspirin
juga menyebabkan kecenderungan terjadinya perdarahan di seluruh tubuh. Pada
dosis yang sangat tinggi, aspirin bisa menyebabkan gangguan pernafasan. Salah
satunya pertanda dari overdosis aspirin adalah telinga berdenging (tinnitus).(5)
Mula
kerja dan masa efektif dari berbagai NSAID berbeda-beda, dan respon setiap
orang terhadap NSAID juga berbeda-beda. Semua NSAID bisa meniritasi lambung dan
menyebabkan ulkus peptikum, tetapi tidak seberat aspirin. Mengkonsumsi NSAID
bersamaan dengan makanan dan antacid bisa membantu mencegah iritasi lambung.Obat
misoprostol bisa membantu mencegah iritasi lambung dan ulkus peptikum, tetapi
obat ini bisa menyebabkan diare.(5)
- Analgetik ajuvan
Merupakan
obat-obat yang tidak tergolong narkotik tapi dapat meningkatkan efek analgetik
dari narkotik bila diberikan secara bersama-sama atau secara terpisah. Termasuk
dalam obat-obat ini adalah obat-obat anti depresi trisiklik (amitriptilin,
imipramin, desipramin dan doxepin), obat-obat anti konvulsi (fenitoin,
karbamazepin, klonazepam dan valium valproate).(4)
Analgetik
ajuvan adalah obat-obat yang biasanya diberikan bukan karena nyeri, tetapi pada
keadaan tertentu bisa meredakan nyeri. Contohnya beberapa anti-depresi juga
merupakan analgetik non spesifik dan digunakan untuk mengobati berbagai jenis
nyeri menahun, termasuk nyeri punggung bagian bawah, sakit kepala dan nyeri neuropatik.(5)
II.8 Cara Pemberian
Metode
menghilangkan nyeri dapat dengan cara sistemis (oral,rectal,transdermal,
sublingual, subkutan, intramuscular, intravena atau per infus ) maupun dengan
tehnik khusus yaitu intratekal atau peridural. Untuk mempertahankan kadar
teraupetik dalam darah pemberian harus terjadwal atau kontinyu.(3)
Tehnik khusus :
1.
TENS
TENS adalah singkatan dari transcutaneuos electrical nerve stimulation.
TENS steril dapat diletakkan pada batas insisi operasi sebelum luka operasi
ditutupi kasa steril. Diberikan stimulasi dengan frekuensi tinggi intensitas
rendah yang dimulai sebelum pasien pulih kesadarannya. Pemakaian TENS dapat
mengurangi kebutuhan opiat.(1)
Penjelasan efek TENS ini berdasarkan teori Meizack bahwa
rangsangan pada serabut saraf diameter besar dapat menghambat transmisi dari
serabut saraf diameter kecil yang meneruskan impuls nyeri ke korda spinalis.(1)
2. Peridural
Obat-obat tertentu dapat diberikan lewat kateter ke dalam rongga peridural dan menyebabkan
analgesia karena terikat pada reseptor spesifik di neuron spinal cord. Walaupun
beberapa obat diketahui dapat menghambat tranmisi impuls nyeri di neuron spinal cord yang umum dipergunakan adalah
opiat. Efektifitasnya sangat tergantung kelarutan dalam lemak, konsentrasi dan distribusinya
pada spinal cord.(1)
Efek samping yang terjadi sama dengan efek samping pada
pemberian intravena yaitu mual, muntah, pruritus tetapi kurang memberikan
sedasi dan gangguan pernafasan. Keuntungan lain adalah tidak terjadinya blok
sistem simpatis demikian juga kelemahan ekstremitas bila menggunakan obat
anestesi lokal. Depresi nafas terjadi lambat, berbanding terbalik dengan
kelarutannya dalam lemak, oleh karena itu terutama terjadi pada morfin (larut
dalam air).(1)
Efek samping lain adalah infeksi dengan port d’entre
tempat masuknya kateter epidural. Untuk mengatasi efek samping narkotik tanpa
menghilangkan efek analgesia, pemberian antidotum naloxone dianjurkan diberikan
dengan cara titrasi kontinyu 5-10 µg/kg/jam.(1)
3. PCA
Terapi analgetik pascabedah
sering tidak memberikan kondisi bebas nyeri seperti yang diharapkan. Beberapa
faktor pengaruh antara lain tidak adekuatnya dosis pemberian anlgetik yang
tidak tepat waktu atau terlambat diberikan yaitu setelah nyeri timbul.(1)
Toleransi
nyeri yang berbeda pada masing-masing individu, yang juga tergantung dari jenis
operasi atau organ mana yang mengalami trauma jaringan, menyebabkan kebutuhan
analgesia dapat sangat bervariasi.(1)
Patient Controlled Analgesia adalah
suatu alat yang memungkinkan pasien mendapatkan obat (intravena) sesuai
kebutuhan analgesic dari saat ke saat hanya dengan menekan tombol permintaan
pada alat tersebut. Sebelum dipakai alat ini diatur untuk membatasi jumlah obat
maksimal agar tidak membahayakan penderita.(1)
Selain
obat-obatan, pengobatan lainnya juga bisa membantu mengurangi nyeri. Mengobati
penyakit yang mendasarinya, bisa menghilangkan atau mengurangi nyeri yang
terjadi. Tindakan yang bisa membantu mengurangi nyeri adalah :
1. Kompres dingin dan hangat
2. Ultrasonik bisa memberikan pemanasan dalam
dan mengurangi nyeri karena otot yang robel atau rusak dan peradangan pada
ligamen
3. Akupuntur, memasukkan jarum kecil ke
bagian tubuh tertentu. ,ekanismenya masih belum jelas dan beebrapa ahli maih
meragukan efektifitasnya.
4. Biofeedback dan tehnik kognitif lainnya
(misalnya hipnotis atau distraksi) bisa membantu mengurangi nyeri dengan
merubah perhatian penderitanya. Tehnik ini melatih penderita untuk
mengendalikan nyeri atau mengurangi dampaknya.
5.
Dukungan psikis merupakan
faktor yang tidak boleh disepelekan. Sebaiknya diperhatikan tanda-tanda adanya
depresi dan kecemasan, yang mungkin akan memerlukan penanganan ahli jiwa.(5)
BAB III
PENUTUP
Nyeri adalah reaksi fisiologis karena merupakan reaksi
protektif untuk menghindari stimulus yang membahayakan tubuh tetapi bila nyeri
tetap berlangsung walaupun stimulus penyebab sudah tidak ada berarti telah
terjadi perubahan patofisiologis yang justru dapat merugikan tubuh.
Berdasarkan onset dan stimulus penyebabnya, nyeri
digolongkan dalam 2 jenis nyeri yaitu nyeri akut dan nyeri kronis. Nyeri akut
yaitu nyeri yang dimulai secara tiba-tiba dan biasanya tidak berlangsung lama
sedang nyeri kronis yaitu nyeri yang berlangsung selama beberapa minggu atau
bulan.
Mekanisme nyeri melewati 4
tahapan yaitu tranduksi, transmisi, modulasi dan persepsi.
Faktor-faktor yang
mempengaruhi derajad nyeri antara lain tempat pembedahan, jenis kelamin, umur,
kepribadian, riwayat pembedahan sebelumnya, suku, ras, warna kulit dan motivasi
pasien.
Pengobatan nyeri digolongkan
dalam 3 kelompok yaitu analgetik opioid, analgetik non-opioid dan analgetik
ajuvan. Metode menghilangkan nyeri dapat dengan cara oral, rektal,
transdermal,sublingual, subkutan, intramuskular dan intravena maupun dengan
tehnik khusus yaitu intratekal atau peridural.
DAFTAR PUSTAKA
1. Karjadi,W., 2000., Anestesiologi dan Reanimasi Modul Dasar Untuk Pendidikan S1 Kedokteran.,
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan nasional., hal
114-129.
2. Muhardi, M., dkk., 1989., Anestesiologi.,
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia., hal 196-200
3. Said, L.,dkk., 2002., Petunjuk Praktis
Anestesioogi., Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FK-UI., Jakarta., Hal
74-84
4. Yusmien, 2000., Penanggulangan nyeri., Fakultas
Kedokteran Universitas Gadjahmada., Yogyakarta
5. www. medicastore.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar