Selasa, 16 Agustus 2016

PENANGGULANGAN NYERI PASCA BEDAH



REFERAT

PENANGGULANGAN NYERI PASCA BEDAH

Disusun untuk memenuhi sebagian syarat dalam mengikuti
Program Pendidikan Profesi Bagian Anestesi
Di BPRSUD Salatiga



 










Diajukan kepada :
Dr. Hari Krisdiyanto, Sp.An



Disusun oleh :
Hermin Yanuar Rakhmawati
98310045

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ANESTESI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
RSUD SALATIGA
JULI 2004


HALAMAN PENGESAHAN


REFERAT
PENANGGULANGAN NYERI PASCA BEDAH

Telah dipresentasikan dan disetujui :
Pada tanggal    Juli 2004





Disusun oleh :
Hermin Yanuar Rakhmawati
98310045




Menyetujui
Dokter Pembimbing :


Dr. Hari Krisdiyanto, Sp.An






KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirrobil ‘alamin,
            Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat rahmat dan karunianya kepada kita khususnya kepada penulis sehingga Referat dengan judul Penanggulangan Nyeri Pasca Bedah ini dapat terselesaikan.
            Referat ini merupakan salah satu syarat Stase Anestesi di RSUD Salatiga. Penulis yakin dalam penulisan Referat ini masih banyak kekurangan, oleh sebab itu penulis mengharapkan saran dan kritik untuk perbaikan penulisan yang akan datang.
            Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1.      Dr. Hari Krisdiyanto, Sp. An
Selaku Kepala Bagian  RSUD Salatiga, atas bimbingan dan dukungannya yang diberikan sehingga penulis dapat menjalani kepaniteraan klinik di Kepaniteraan Klinik Anestesi di RSUD Salatiga
2.      Seluruh staf Paramedis Instalasi Anestesi di RSUD Salatiga dan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan.
3.      Rekan-rekan Koass yang telah membantu dan mendorong penulis selama ini dan semua pihak yang telah membantu terselesaikannya Referat ini.
            Penulis berharap semoga referat ini dapat memberikan manfaat untuk pembaca
                                                     
                                                                  Salatiga,   Juni 2004

                                                                              Penulis





DAFTAR ISI

Halaman Judul                                                                                    i
Halaman Pengesahan                                                                         ii
Kata Pengantar                                                                                   iii
Daftar Isi                                                                                              iv
BAB I PENDAHULUAN
              I.1 Latar Belakang                                                                  1
              I.2 Tujuan penulisan                                                                2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
              II.1 Definisi Nyeri                                                                  3
              II.2 Penggolongan Nyeri                                                        4
              II.3 Menkanisme Nyeri                                                           5
              II.4 Pemilihan Metode Pengelolaan Nyeri                              7
              II.5 Zat-zat Penghasil Nyeri                                                   8
              II.6 Nyeri Pasca Bedah                                                           8
              II.7 Pengobatan Nyeri                                                                        9
              II.8 Cara Pemberian                                                                15
BAB III RINGKASAN
DAFTARA PUSTAKA



BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang
            Nyeri merupakan masalah atau problem bagi penderita dan juga bagi dokter atau tenaga medis yang menanganinya. Sebetulnya nyeri merupakan suatu sinyal bahwa tubuh memerlukan perlindungan dari kelainan anatomis maupun fisiologis tapi juga merupakan siksaan besar bagi penderita yang pada akhirnya menurunkan kualitas hidup penderitanya. Sifat nyeri demikian disebut ambivalen.(4)
            Ikhtisar untuk menghilangkan nyeri selain dengan obat-obatan analgetik tidak merupakan hal yang baru lagi, dapat juga dengan tehnik blok saraf, epidural dan lain-lain. Namun pemakaian obat-obat analgetik yang tepat ditinjau dari segi farmakologis maupun ditinjau dari segi mekanisme nyeri sendiri sering dilupakan sehingga nyeri tidak dapat diatasi dengan baik.(4)
            Nyeri adalah suatu rasa (sensasi) yang unik. Keunikannya oleh karena berat ringan nyeri yang dirasakan tidak ditentukan hanya dengan intensitas stimulus tetapi juga oleh perasaan dan emosi pada saat itu.(1)
            Pada dasarnya nyeri adalah reaksi fisiologis karena merupakan reaksi protektif untuk menghindari stimulus yang membahayakan tubuh. Tetapi bila nyeri tetap berlangsung walaupun stimulus penyebab sudah tidak ada, berarti telah terjadi perubahan patofisiologis yang justru dapat merugikan tubuh. Sebagai contoh, nyeri karena pembedahan, masih tetap dirasakan pada masa pascabedah ketika pembedahan sudah selesai. Nyeri semacam ini tidak saja menimbulkan perasan menderita, tetapi juga reaksi stres yaitu rangkaian reaksi fisik maupun biologis yang dapat menghambat proses penyembuhan. Nyeri patologis atau nyeri klinis ini memerlukan terapi.(1)
            Nyeri yang timbul karena kerusakan jaringan pada pembedahan merupakan nyeri yang diderita berjuta-juta orang diseluruh dunia setiap harinya. Bermula dari penggunaan ether sebagai obat anestesi untuk menghilangkan nyeri selama pembedahan pada tahun 1846, berkembang pengetahuan tentang nyeri dan pengelolaannya.(1)
            Hampir setiap orang merasakan nyeri setelah menjalani pembedahan. Nyerinya bisa menetap dan hilang timbul, semakin memburuk jika penderita bergerak, batuk, tertawa atau menarik nafas dalam atau ketika perban pembungkus diganti.(5)
            Nyeri pascabedah merupaka prototipe nyeri akut karena kerusakan jaringan. Nyeri pascabedah mengakibatkan berbagai gangguan fungsi tubuh yang memperlambat proses penyembuhan.(1)

I.2 Tujuan Penulisan
            Tujuan dari penulisan ini antara lain dapat menjelaskan patofisiologis nyeri, klasifikasi dan penggolongan nyeri serta perubahan patofisiologis akibat nyeri pascabedah.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Definisi Nyeri
            Nyeri merupakan perasaan tidak menyenangkan yang merupakan pertanda bahwa tubuh telah mengalami kerusakan atau terancam oleh suatu cedera.(5)
            Menurut International Association for The Study of Pain (1979) menyebutkan nyeri adalah suatu rasa (sensory) dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan disebabkan oleh kerusakan jaringan atau yang berpotensi menyebabkan kerusakan maupun sesuatu yang digambarkan demikian.(1) Nyeri sering dilukiskan sebagai suatu yang berbahaya (noksius, protofatik) atau yang tidak berbahaya (nonnoksius, epikritik) misalnya sentuhan ringan, kehangatan dan tekanan ringan.(3)
            Nyeri adalah perasaan dan keadaan emosi yang tidak menyenangkan sebagai suatu kenyataan karena adanya potensiasi kerusakan jaringan atau jaringan rusak. Nyeri bersifat subyektif. Gejala obyektifnya merupakan manifestasi rangsangan simpatis yang membedakan antara nyeri akut dan nyeri kronis. Karena tidak ada suatu pemeriksaan kimiawi neurofisiologi yang dapat dipakai sebagai test nyeri, maka setiap keluhan nyeri seorang penderita harus diterima sebagai suatu kenyataan.(4)



II.2 Penggolongan Nyeri
            Terdapat beberapa pembagian nyeri yang harus diketahui untuk menetapkan algoritma pengelolaan dan pemilihan cara mengatasi nyeri. Menurut onset dan stimulus penyebab, nyeri digolongkan dalam dua jenis nyeri yaitu nyeri akut dan nyeri kronis.(1)
            Nyeri akut adalah nyeri yang dimulai secara tiba-tiba dan biasanya tidak berlangsung lama. Jika nyerinya hebat, bisa menyebabkan denyut jantung yang cepat, laju pernafasan meningkat, tekanan darah meninggi, berkeringat dan pupil melebar.(5) Gejala ini sama dengan penderita ketakutan. Nyeri akan hilang setelah penyembuhan jaringan. Tapi nyeri akut paling baik diobati dengan mengetahui serta menghilangkan penyebabnya dan secara simtomatis nyerinya dapat segera dihilangkan dengan pemberian analgetik baik golongan non narkotik (NSAID) maupun golongan narkotik (opioid).(4) Disebut nyeri akut bila penyebab dan lokalisasi nyeri jelas. Umumnya berhubungan dengan kerusakan jaringan dan nyeri hilang bila kerusakan jaringan membaik. Prototipe nyeri akut adalah nyeri pembedahan.(1)
            Nyeri kronis adalah nyeri yang berlangsung selama beberapa minggu atau bulan, istilah ini biasanya digunakan jika nyeri menetap selama lebih dari 1 tahun, nyeri sering kambuhan dan sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun, nyeri berhubungan dengan penyakit menahun (misalnya kanker). Nyeri kronis biasanya tidak mempengaruhi denyut jantung, laju pernafasan, tekanan darah maupun pupil, tetapi bisa menyebabkan gangguan tidur, mengurangi nafsu makan dan menyebabkan sembelit, penurunan berat badan, berkurangnya gairah seksual dan depresi.(5)

II.3 Mekanisme Nyeri
            Reseptor untuk stimulus nyeri disebut nosiseptor. Nosiseptor adalah ujung saraf tidak bermielin A delta dan ujung saraf C bermielin. Nosiseptor terangsang oleh stimulus dengan intensitas yang potensial dapat menimbulkan kerusakan jaringan, stimulus ini disebut sebagai stimulus noksius. Selanjutnya stimulus ini ditransmisikan ke SSP, menimbulkan emosi dan perasaan yang tidak menyenangkan, sehingga timbul rasa nyeri dan reaksi menghindar.(1)
            Nyeri terdiri dari 2 komponen yaitu komponen sensoris dan komponen emosi. Komponen sensoris yang menghantarkan impuls melalui serabut saraf dan komponen emosi merupakan aspek afeksi seseorang terhadap nyeri. Afeksi bersifat subyektif, ditentukan oleh makna nyeri secara individual.(1)
            Bila stimulus timbul akibat adanya kerusakan jaringan, mekanisme tersebut diatas melewati 4 tahapan yaitu :
  1. Transduksi
                  Kerusakan jaringan karena trauma atau pembedahan menyebabkan dikeluarkannya berbagai senyawa biokimiawi antara lain ion H.K, prostaglandin dari sel yang rusak, bradikinin dari plasma, histamine dari sel mast, serotonin dari trombosit dan substansi P dari ujung saraf. Senyawa kimiawi ini berfungsi sebagai mediator yang menyebabkan perubahan potensial nosiseptor sehingga terjadi arus elektrobiokimiawi sepanjang akson. Perubahan menjadi arus elektrobiokimiawi  atau impuls merupakan proses transduksi.(1)
Kemudian terjadi perubahan patofisiologis karena mediator-mediator ini mempengaruhi juga nosiseptor diluar daerah trauma sehingga lingkaran nyeri meluas. Selanjutnya terjadi proses sensitisasi perifer yaitu menurunnya nilai ambang rangsang nosiseptor karena pengaruh mediator-mediator tersebut di atas dan penurunan pH jaringan. Akibatnya nyeri dapat timbul karena rangsang yang sebelumnya tidak menimbulkan nyeri misalnya rabaan. Sensitisasi perifer ini mengakibatkan pula terjadinya sensitisasi sentral yaitu hipereksitabilitas neuron pada korda spinalis, terpengaruhnya neuron simpatis dan perubahan intraseluler yang menyebabkan nyeri dirasakan lebih lama.(1)
  1. Transmisi
Transmisi adalah proses penerusan impuls nyeri dari nosiseptor saraf perifer melewati kornu dorsalis, korda spinalis menuju korteks serebri. Transmisi sepanjang akson berlangsung karena proses polarisasi, sedangkan dari neuron presinaps ke pasca sinaps melewati neurotransmitter.(1)
  1. Modulasi
Modulasi adalah proses pengendalian internal oleh system saraf, dapat meningkatkan atau mengurangi penerusan impuls nyeri.(1)
Hambatan terjadi melalui sistem analgesia endogen yang melibatkan bermacam-macam neurotansmiter antara lain golongan endorphin yang dikeluarkan oleh sel otak dan neuron di korda spinalis. Impuls ini bermula dari area periaquaductuagrey (PAG) dan menghambat transmisi impuls pre maupun pasca sinaps di tingkat korda spinalis.(1)
  1. Persepsi
Persepsi adalah hasil rekonstruksi susunan saraf pusat tentang impuls nyeri yang diterima. Rekonstruksi merupakan hasil interaksi sistem saraf sensoris, informasi kognitif (korteks serebri) dan pengalaman emosional (hipokampus dan amigdala). Persepsi menentukan berat ringannya nyeri yang dirasakan.(1)

II.4 Pemilihan Metode Pengelolaan Nyeri
Pengetahuan    tentang nyeri penting untuk menyusun program penghilangan nyeri pasca bedah. Derajad nyeri dapat diukur dengan macam-macam cara, misalnya tingkah laku pasien, skala verbal dasar (VRS, verbal rating scales), skala analog visual (VAS, visual analogue scales).(3)
            Secara sederhana nyeri pasca bedah pada pasien sadar dapat langsung ditanyakan pada yang bersangkutan dan biasanya dikategorikan sebagai  tidak nyeri (none), nyeri ringan (mild, slight), nyeri sedang (moderate), nyeri berat (severe) dan sangat nyeri (very severe, intorelable).(3)

II.5 Zat-zat Penghasil Nyeri
            Pembedahan akan menghasilkan sel-sel rusak dengan konsekuensi akan mengeluarkan zat-zat kimia bersifat algesik yang berkumpul sekitarnya dan dapat menimbulkan nyeri. Zat mediator inflamasi tersebut diantaranya bradikinin, histamin, katekolamin, sitokinin, serotonin, proton, lekotrien prostaglandin, substansi P dan 5-hidroksi-triptamin. Nyeri ini dapat berlangsung berjam-jam sampai berhari-hari.(3)
Zat
Sumber
Menimbulkan nyeri
Afek pada Aferen Primer
Kalium
Sel-sel rusak
++
Mengaktifkan
Serotonin
Trombosit
++
Mengaktifkan
Bradikinin
Kinikogen plasma
+++
Mengaktifkan
Histamin
Sel-sel Mast
+
Mengaktifkan
Prostaglandin
Asam arakidonat dan sel rusak
+
Sensitisasi
Lekotrien
Asam arakidonat dan sel rusak
+
Sensitisasi
Substansi P
Aferen primer
+
Sensitisasi

II.6 Nyeri Pasca Bedah
            Nyeri pasca bedah sangat bersifat individual, tindakan yang sama pada pasien yang kurang lebih sama keadaan umumnya tidak selalu mengakibatkan nyeri pasca bedah yang sama.(2) Faktor-faktor yg mempengaruhi derajat nyeri dapat disebutkan sebagai berikut :
  1. Tempat pembedahan, yang ternyeri adalah pembedahan torakotomi.
  2. Jenis kelamin, perempuan lebih cepat merasakan nyeri
  3. Umur, ambang rangsang nyeri orang tua lebih tinggi
  4. Kepribadian, pasien neurotic lebih merasakan nyeri bila di bandingkan dengan pasien dengan kepribadian normal.
  5. Pengalaman pembedahan sebelumnya, bila pembedahan ditempat yang sama rasa nyeri tidak sehebat nyeri pembedahan sebelumnya
  6. Suku, ras, warna kulit
  7. Motivasi pasien, pembedahan paliatif tumor ganas lebih nyeri dari pembeahan tumor jinak walaupun luas yang diangkat sama besar.

II.7 Pengobatan Nyeri
                        Beberapa jenis analgetik (obat pereda nyeri) bisa membantu mengurangi nyeri. Obat ini digolongkan ke dalam 3 kelompok yaitu analgetik opioid (narkotik), analgetik non-opioid dan analgetik ajuvan.(5)
  1. Analgetik opioid (Narkotik)
                  Obat-obat golongan ini bekerja pada saraf sentral dan dapat bekerja secara sinergis dengan obat-obat NSAID pada reseptor SSP. Obat-obat golongan ini merupakan senjata ampuh dalam penanganan nyeri akut maupun nyeri kronis. Termasuk obat-obatan ini adalah morfin, meperidin (petidin), codein, fentanil, sufenta, metadon dll.(4) Biasanya digunakan analgetik golongan opioid ini untuk nyeri hebat.(3)
                  Reseptor opioid sebenarnya tersebar luas di seluruh jaringan system saraf pusat, tetapi lebih terkonsentrasi di otak tengah yaitu di system limbic, thalamus, hipotalamus, korpus striatum, system aktivitas reticular dan di korda spinalis yaitu di substansia gelatinosa dan dijumpai pula di pleksus saraf usus.(3)
                  Analgetik opioid sangat efektif dalam mengurangi rasa nyeri namun mempunyai beberapa efek samping. Semakin lama pemakai obat ini akan membutuhkan dosis yang lebih tinggi. Selain itu sebelum pemakaian jangka panjang dihentikan, dosisnya harus dikurangi secara bertahap, untuk mengurangi gejala-gejala putus obat.(5)
                  Penggunaan opioid dapat dengan cara :
  1. Opioid intramuscular
                  Cara ini adalah cara yang paling sering dipakai, walaupun sering kurang berhasil mencapai efek analgesia yang diinginkan karena pemberian intramuscular (IM) absorbsinya tidak sempurna, terutama pada pasien dengan perfusi yang buruk. Karena absorbsi melalui otot relative lambat, maka harus diperhatikan kapan analgesia dibutuhkan dan kapan pemberian ulangan harus disuntikkan.(2)
  1. Opioid intravena kontinyu
                  Walaupun pemberiannya kurang menyenangkan bila dibandingkan dengan pemberian IM, cara ini memiliki sejumlah keunggulan. Pada umumnya diberikan sejumlah dosis tertentu (infus dipercepat) untuk mendapatkan konsentrasi efektif analgesia, kemudian dilanjutkan dengan infus yang lambat dengan alat yang akurat seperti pompa infus.(2)
  1. Pasien mengkontrol pemberian analgesia opioid
                  Saat ini sudah dikembangkan cara/alat agar pasien dapat memberikan sendiri analgesia opioid yang diinginkan melalui pompa infus yang sudah diatur terlebih dahulu dosisnya, yang aman untuk pasien.(2)
  1. Opioid sublingual
                  Cara ini makin popular penggunaannya karena mudah dan menyenangkan. Obat yang paling sering dipakai adalah buprenorfin yang bersifat agonis antagonis sehingga efek samping depresi nafas sangat jarang dijumpai, keuntungan lain adalah masa kerja yang lama (lebih dari 8 jam).(2)
  1. Opioid oral
                  Opioid oral dapat diberikan pada pasien yang dapat menelan. Morfin sulfat dapat memberikan analgesia yang adekuat selama 6-8 jam.(2)
      Yang termasuk dalam obat analgetik opioid.(5)
Obat
Masa efektif
Keterangan
Morfin
Suntikan IV/IM : 2-3 jam
Per-Oral : 3-4 jam
Sediaan lepas lambat : 8-12 jam
Mula kerjanya cepat, sediaan oral sangat efektif untuk mengatasi nyeri karena kanker
Kodein
Per-Oral : 3-4 jam
Kurang kuat dibandingkan dengan morfin. Kadang diberikan bersamaan dengan aspirin atau asetaminofen
Meperidin
Suntikan IV/IM : sekitar 3 jam
Per-Oral : tidak terlalu efektif
Bisa menyebabkan epilepsy, tremor dan kejang otot

Metadon
Per-Oral : 4-6 jam, kadang lebih lama
Juga digunakan untuk mengobati gejala putus obat karena heroin
Proksifen
Per-Oral : 3-4 jam
Biasanya diberikan bersamaan dengan aspirin atau asetaminofen, untuk mengatasi nyeri ringan
Levarfanol
Suntikan IV/IM : 4 jam
Per-Oral : sekitar 4 jam
Sediaan per-oral sangat ampuh. Bisa digunakan sebagai pengganti morfin
Hidromorfon
Suntikan IV/IM : 2-4 jam
Per-Oral : 2-4 jam
Supositoria per-Rektum : 4 jam
Mula kerjanya cepat. Bisa digunakan sebagai pengganti morfin. Efektif untuk mengatasi nyeri karena kanker
Oksimorfon
Suntikan IV/IM : 3-4 jam
Supositoria per-Rektim : 4 jam
Mula kerjanya cepat
Oksikodon
Per-Oral : 3-4 jam
Biasanya diberikan bersama aspirin atau asetaminofen
Pentazosin
Per-Oral : sampai 4 jam
Bisa menghambat kerja analgetik opioid lainnya. Kekuatannya hampir sama dengan kodein. Bisa menyebabkan linglung & kecemasan, terutama pada usia lanjut

  1. Analgetik Non-Opioid (NSAID )
                  Semua analgetik non-opioid (kecuali asetaminofen) merupakan obat anti peradangan non-steroid (NSAID, nonsteroidal anti-inflammatory drug).(5) NSAID merupakan golongan non opioid yang umumnya dipergunakan sebagai obat pengangkal nyeri dengan cara kerja menghambat sintesa dan pelepasan prostaglandin.(1)
                  Mekanisme kerjanya menghambat prostaglandin pada ujung-ujung saraf perifer dimana terjadi kerusakan. Golongan obat-obat non narkotik ini banyak digunakan untuk menghilangkan nyeri akut dan kronik yang disebabkan oleh karena nyeri pasca bedah, trauma maupun untuk penyakit gangguan sistemik berupa arthritis dan nyeri kanker.(4) Efek hambatan sintesis prostaglandin ini berperan sebagai penangkal nyeri karena menghambat terjadinya hipersensitivitas nosiseptor pada jaringan trauma. Dibandingkan opioid, keuntungannya adalah tidak mempengaruhi fungsi kesadaran dan nafas, sebaliknya bila dikombinasikan dengan memberikan efek opioid sparing.(1)
                  Obat-obat ini bekerja melalui 2 cara yaitu mempengaruhi system prostaglandin, yaitu suatu system yang bertanggungjawab terhadap timbulnya rasa nyeri dan mengurangi peradangan, pembengkakan dan iritasi yang sering terjadi di sekitar luka dan memperburuk rasa nyeri.(5)
                  Obat-obat NSAID pada umumnya bekerja pada saraf perifer seperti aspirin, kalsium karbasalat (serbuk askal), parasetamol, indometasin, fenoprofen, ibuprofen, asam mefenamat, ketoprofen, ketorolak, diklofenak, piroksikam dll. Obat-obat NSAID yang bekerja pada saraf perifer dan sentral (lemah) adalah tramadol. Secara farmakologis obat-obat tersebut memiliki 3 sifat yaitu analgetik, antipiretik dan anti inflamasi.(4)
                  Aspirin merupakan prototype dari NSAID yang telah digunakan selama lebih dari 100 tahun. Tersedia dalam bentuk per-oral (ditelan) dengan masa efektif selama 4-6 jam. Efek sampingnya adalah iritasi lambung, yang bisa menyebabkan terjadinya ulkus peptikum. Karena mempengaruhi kemampuan darah untuk membeku, maka aspirin juga menyebabkan kecenderungan terjadinya perdarahan di seluruh tubuh. Pada dosis yang sangat tinggi, aspirin bisa menyebabkan gangguan pernafasan. Salah satunya pertanda dari overdosis aspirin adalah telinga berdenging (tinnitus).(5)
                  Mula kerja dan masa efektif dari berbagai NSAID berbeda-beda, dan respon setiap orang terhadap NSAID juga berbeda-beda. Semua NSAID bisa meniritasi lambung dan menyebabkan ulkus peptikum, tetapi tidak seberat aspirin. Mengkonsumsi NSAID bersamaan dengan makanan dan antacid bisa membantu mencegah iritasi lambung.Obat misoprostol bisa membantu mencegah iritasi lambung dan ulkus peptikum, tetapi obat ini bisa menyebabkan diare.(5)
  1. Analgetik ajuvan
                  Merupakan obat-obat yang tidak tergolong narkotik tapi dapat meningkatkan efek analgetik dari narkotik bila diberikan secara bersama-sama atau secara terpisah. Termasuk dalam obat-obat ini adalah obat-obat anti depresi trisiklik (amitriptilin, imipramin, desipramin dan doxepin), obat-obat anti konvulsi (fenitoin, karbamazepin, klonazepam dan valium valproate).(4)
                  Analgetik ajuvan adalah obat-obat yang biasanya diberikan bukan karena nyeri, tetapi pada keadaan tertentu bisa meredakan nyeri. Contohnya beberapa anti-depresi juga merupakan analgetik non spesifik dan digunakan untuk mengobati berbagai jenis nyeri menahun, termasuk nyeri punggung bagian bawah, sakit kepala dan nyeri neuropatik.(5)
II.8 Cara Pemberian
            Metode menghilangkan nyeri dapat dengan cara sistemis (oral,rectal,transdermal, sublingual, subkutan, intramuscular, intravena atau per infus ) maupun dengan tehnik khusus yaitu intratekal atau peridural. Untuk mempertahankan kadar teraupetik dalam darah pemberian harus terjadwal atau kontinyu.(3)
Tehnik khusus :
1.      TENS
            TENS adalah singkatan dari transcutaneuos electrical nerve stimulation. TENS steril dapat diletakkan pada batas insisi operasi sebelum luka operasi ditutupi kasa steril. Diberikan stimulasi dengan frekuensi tinggi intensitas rendah yang dimulai sebelum pasien pulih kesadarannya. Pemakaian TENS dapat mengurangi kebutuhan opiat.(1)
            Penjelasan efek TENS ini berdasarkan teori Meizack bahwa rangsangan pada serabut saraf diameter besar dapat menghambat transmisi dari serabut saraf diameter kecil yang meneruskan impuls nyeri ke korda spinalis.(1)
2.      Peridural
            Obat-obat tertentu dapat diberikan lewat kateter  ke dalam rongga peridural dan menyebabkan analgesia karena terikat pada reseptor spesifik di neuron spinal cord. Walaupun beberapa obat diketahui dapat menghambat tranmisi    impuls nyeri di neuron spinal cord yang umum dipergunakan adalah opiat. Efektifitasnya sangat tergantung kelarutan dalam lemak, konsentrasi dan distribusinya pada spinal cord.(1)
            Efek samping yang terjadi sama dengan efek samping pada pemberian intravena yaitu mual, muntah, pruritus tetapi kurang memberikan sedasi dan gangguan pernafasan. Keuntungan lain adalah tidak terjadinya blok sistem simpatis demikian juga kelemahan ekstremitas bila menggunakan obat anestesi lokal. Depresi nafas terjadi lambat, berbanding terbalik dengan kelarutannya dalam lemak, oleh karena itu terutama terjadi pada morfin (larut dalam air).(1)
            Efek samping lain adalah infeksi dengan port d’entre tempat masuknya kateter epidural. Untuk mengatasi efek samping narkotik tanpa menghilangkan efek analgesia, pemberian antidotum naloxone dianjurkan diberikan dengan cara titrasi kontinyu 5-10 µg/kg/jam.(1)
3.      PCA
            Terapi analgetik pascabedah sering tidak memberikan kondisi bebas nyeri seperti yang diharapkan. Beberapa faktor pengaruh antara lain tidak adekuatnya dosis pemberian anlgetik yang tidak tepat waktu atau terlambat diberikan yaitu setelah nyeri timbul.(1)
            Toleransi nyeri yang berbeda pada masing-masing individu, yang juga tergantung dari jenis operasi atau organ mana yang mengalami trauma jaringan, menyebabkan kebutuhan analgesia dapat sangat bervariasi.(1)
            Patient Controlled Analgesia adalah suatu alat yang memungkinkan pasien mendapatkan obat (intravena) sesuai kebutuhan analgesic dari saat ke saat hanya dengan menekan tombol permintaan pada alat tersebut. Sebelum dipakai alat ini diatur untuk membatasi jumlah obat maksimal agar tidak membahayakan penderita.(1)
            Selain obat-obatan, pengobatan lainnya juga bisa membantu mengurangi nyeri. Mengobati penyakit yang mendasarinya, bisa menghilangkan atau mengurangi nyeri yang terjadi. Tindakan yang bisa membantu mengurangi nyeri adalah :
1.      Kompres dingin dan hangat
2.      Ultrasonik bisa memberikan pemanasan dalam dan mengurangi nyeri karena otot yang robel atau rusak dan peradangan pada ligamen
3.      Akupuntur, memasukkan jarum kecil ke bagian tubuh tertentu. ,ekanismenya masih belum jelas dan beebrapa ahli maih meragukan efektifitasnya.
4.      Biofeedback dan tehnik kognitif lainnya (misalnya hipnotis atau distraksi) bisa membantu mengurangi nyeri dengan merubah perhatian penderitanya. Tehnik ini melatih penderita untuk mengendalikan nyeri atau mengurangi dampaknya.
5.      Dukungan psikis merupakan faktor yang tidak boleh disepelekan. Sebaiknya diperhatikan tanda-tanda adanya depresi dan kecemasan, yang mungkin akan memerlukan penanganan ahli jiwa.(5)

BAB III
PENUTUP

Nyeri adalah reaksi fisiologis karena merupakan reaksi protektif untuk menghindari stimulus yang membahayakan tubuh tetapi bila nyeri tetap berlangsung walaupun stimulus penyebab sudah tidak ada berarti telah terjadi perubahan patofisiologis yang justru dapat merugikan tubuh.
Berdasarkan onset dan stimulus penyebabnya, nyeri digolongkan dalam 2 jenis nyeri yaitu nyeri akut dan nyeri kronis. Nyeri akut yaitu nyeri yang dimulai secara tiba-tiba dan biasanya tidak berlangsung lama sedang nyeri kronis yaitu nyeri yang berlangsung selama beberapa minggu atau bulan.
Mekanisme nyeri melewati 4 tahapan yaitu tranduksi, transmisi, modulasi dan persepsi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi derajad nyeri antara lain tempat pembedahan, jenis kelamin, umur, kepribadian, riwayat pembedahan sebelumnya, suku, ras, warna kulit dan motivasi pasien.
Pengobatan nyeri digolongkan dalam 3 kelompok yaitu analgetik opioid, analgetik non-opioid dan analgetik ajuvan. Metode menghilangkan nyeri dapat dengan cara oral, rektal, transdermal,sublingual, subkutan, intramuskular dan intravena maupun dengan tehnik khusus yaitu intratekal atau peridural.



DAFTAR PUSTAKA

1. Karjadi,W., 2000., Anestesiologi dan Reanimasi Modul Dasar Untuk Pendidikan S1 Kedokteran., Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan nasional., hal 114-129.

2. Muhardi, M., dkk., 1989., Anestesiologi., Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia., hal 196-200

3. Said, L.,dkk., 2002., Petunjuk Praktis Anestesioogi., Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FK-UI., Jakarta., Hal 74-84

4. Yusmien, 2000., Penanggulangan nyeri., Fakultas Kedokteran Universitas Gadjahmada., Yogyakarta

5. www. medicastore.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar