PRESENTASI
KASUS
KERATOKONJUNGTIVITIS
VERNAL
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
·
Nama : Anak S
·
Umur : 6 tahun
·
No RM : 160888
·
Agama : Islam
·
Alamat : Brengkol RT 02/ RW 04 Pituruk, Purworejo
·
Tanggal periksa : 30 Oktober 2009
B. Anamnesis
·
Keluhan Utama : Kontrol, kedua mata terasa gatal
·
Riwayat Penyakit : Pada tanggal 16 Oktober 2009, pasien diantar
orangtua datang ke Poliklinik RSUD Saras Husada dengan keluhan kedua matanya
terasa gatal dan sering di kucek-kucek, disertai kedua mata merah dan sering
blobok selama kurang lebih 2 minggu yang lalu. Sejak lahir kedua mata juga
terlihat tidak putih tetapi berwarna kecoklatan. Keluhan tersebut sering
dirasakan oleh pasien terutama pada musim panas, namun biasanya tanpa gejala
mata blobok sehingga pasien tidak dibawa berobat. Kemudian karena terdapat
salah satu keluhan mata blobok pasien dibawa berobat ke dokter spesialis mata
RSUD Saras Husada Purworejo.
Pada
tanggal 30 Oktober 2009, pasien kembali
melakukan kontrol mata. Keluhan kedua mata terasa gatal sudah berkurang, kedua
mata sudah tidak merah dan tidak blobok lagi.
·
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat menderita keluhan
serupa :
disangkal
Riwayat pemakaian
kacamata :
disangkal
Riwayat trauma pada mata :
disangkal
Riwayat alergi pada mata
(terutama musim panas) : tidak
disangkal
·
Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat anggota keluarga yang menderita keluhan
serupa disangkal.
·
Kesimpulan anamnesis :
Pada
kedua mata terjadi proses peradangan pada konjungtiva akibat alergi.
·
Kesan Umum : Pasien masih dapat
melihat dengan baik
C. Pemeriksaan Subyektif
Pemeriksaan
|
OD
|
OS
|
Visus Jauh
|
5/5
|
5/5
|
Visus Dekat
|
Tidak diperiksa
|
Tidak diperiksa
|
Proyeksi Sinar
|
Tidak diperiksa
|
Tidak diperiksa
|
Persepsi Warna
|
Tidak diperiksa
|
Tidak diperiksa
|
D. Pemeriksaan Obyektif
Pemeriksaan
|
Mata kanan
|
Mata kiri
|
Visus
|
5/5
|
5/5
|
Pinhole
|
Tidak dilakukan
|
Tidak dilakukan
|
Refraksi
|
Tidak dilakukan
|
Tidak dilakukan
|
Lapang pandang
|
Normal
|
Normal
|
Gerakan bola mata
|
Baik ke segala arah
|
Baik ke segala arah
|
Palpebra superior
|
|
|
- Edema
|
-
|
-
|
- Hiperemi
|
-
|
-
|
- Papil
|
-
|
-
|
- Enteropion
|
-
|
-
|
- Silia
|
Normal
|
Normal
|
- Pseudotopsis
|
-
|
-
|
- Sikatriks
|
-
|
-
|
Palpebra inferior
|
|
|
- Silia
|
Normal
|
Normal
|
- Trikiasis
|
-
|
-
|
- Hiperemi
|
-
|
-
|
- Edema
|
-
|
-
|
Konjungtiva palpebra
|
|
|
- Superior
|
Injeksi (-)
|
Injeksi (-)
|
- Inferior
|
Injeksi
(-)
|
Injeksi (-)
|
Konjungtiva bulbi
|
|
|
- Injeksi konjungtiva
|
(+)
|
(+)
|
- Injeksi silier
|
(-)
|
(-)
|
Kornea
|
Trantas dot
|
Trantas dot
|
Bilik mata depan
|
Kedalaman cukup
Hifema (-)
Hipopion (-)
|
Kedalaman cukup
Hifema (-)
Hipopion (-)
|
Iris
|
Warna coklat
Iridodialisis (-)
Sinekia (-)
|
Warna coklat
Iridodialisis (-)
Sinekia (-)
|
Pupil
- Bentuk
- Refleks (langsung)
- Refleks (tidak
langsung)
- Ukuran
|
Regular
(+)
(+)
3 mm
|
Regular
(+)
(+)
3 mm
|
Lensa
|
Jernih
|
Jernih
|
TIO (palpasi)
|
Normal
|
Normal
|
Funduskopi
|
Tidak dilakukan
|
Tidak dilakukan
|
OD OS

Ket : Warna
abu-abu = pada sklera tidak putih tetapi berwarna kecoklatan sejak
lahir.
E. Diagnosis :
·
Keratokonjungtivitis
vernal
F. Terapi :
·
Simptomatik
:
-
Tetes
mata antialergi seperti cromoline, lodoxamind, ketorolac dan levokabastin.
-
Antihistamin
oral juga bisa membantu meringankan gejala.
-
Bisa
juga diberikan tetes mata yang mengandung kortikosteroid
·
Kausatif
: -
·
Subyektif
:
Kontrol seminggu lagi
·
Obyektif
:
-
Jangan
menggisik mata karena bisa menyebabkan iritasi lebih lanjut.
-
Kompres
dingin bisa mengurangi gejala.
G. Prognosis :
·
Ad
visam : dubia ad malam
·
Ad
sanam : dubia ad malam
·
Ad
vitam : dubia ad malam
·
Ad
kosmetikam : dubia ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA
KONJUNGTIVITIS
A. DEFINISI
Konjungtivitis adalah peradangan selaput bening yang menutupi bagian putih
mata dan bagian dalam kelopak mata. Peradangan tersebut menyebabkan timbulnya
berbagai macam gejala, salah satunya adalah mata merah.
B. KLASIFIKASI
- Konjungtivitis Karena Agen Infeksi
- Konjungtivitis Imunologik (Alergik)
- Konjungtivitis Akibat Penyakit Autoimun
- Konjungtivitis Kimia Atau Iritatif
- Konjungtivitis yang Penyebabnya Tidak Diketahui
- Konjungtivitis yang Berhubungan dengan Penyakit Sistemik
- Konjungtivitis pada Dakriosistitis atau Kanalikulitis
1. Konjungtivitis Karena Agen Infeksi
1.1 Konjungtivitis Bakterial
Terdapat dua bentuk konjungtivitis bakterial: akut
(dan subakut) dan menahun. Penyebab konjungtivitis bakteri paling sering adalah
Staphylococcus, Pneumococcus, dan Haemophilus. Konjungtivitis
bakterial akut dapat sembuh sendiri bila disebabkan mikroorganisme seperti Haemophilus
influenza. Lamanya penyakit dapat mencapai 2 minggu jika tidak diobati
dengan memadai.
Konjungtivitis akut dapat menjadi menahun.
Pengobatan dengan salah satu dari sekian antibakterial yang tersedia biasanya
mengenai keadaan ini dalam beberapa hari. Konjungtivitis purulen yang
disebabkan Neisseria gonorroeae atau Neisseria meningitides dapat
menimbulkan komplikasi berat bila tidak diobati secara dini
a) Tanda dan Gejala
- Iritasi mata,
- Mata merah,
- Sekret mata,
- Palpebra terasa lengket saat bangun tidur
- Kadang-kadang edema palpebra
Infeksi biasanya
mulai pada satu mata dan menular ke sebelah oleh tangan. Infeksi dapat menyebar
ke orang lain melalui bahan yang dapat menyebarkan kuman seperti seprei, kain,
dll.
b) Pemeriksaan Laboratorium
Pada kebanyakan
kasus konjungtivitis bakterial, organisme dapat diketahui dengan pemeriksaan
mikroskopik terhadap kerokan konjungtiva yang dipulas dengan pulasan Gram atau
Giemsa; pemeriksaan ini mengungkapkan banyak neutrofil polimorfonuklear.
Kerokan konjungtiva untuk pemeriksaan mikroskopik dan biakan disarankan untuk
semua kasus dan diharuskan jika penyakit itu purulen, bermembran atau
berpseudomembran. Studi sensitivitas antibiotika juga baik, namun sebaiknya
harus dimulai terapi antibiotika empirik. Bila hasil sensitifitas antibiotika
telah ada, tetapi antibiotika spesifik dapat diteruskan.
c) Komplikasi dan Sekuel
Blefaritis
marginal menahun sering menyertai konjungtiva stafilokokus kecuali pada pasien
sangat muda yang bukan sasaran blefaritis. Parut konjungtiva dapat terjadi pada
konjungtivitis pseudomembranosa dan pada kasus tertentu yang diikuti ulserasi
kornea dan perforasi.
Ulserasi kornea
marginal dapat terjadi pada infeksi N gonorroeae, N konchii, N meningitides,
H aegyptus, S gonorrhoeae berdifusi melalui kornea masuk kamera anterior,
dapat timbul iritis toksik.
d) Terapi
Terapi spesifik terhadap konjungtivitis bakterial
tergantung temuan agen mikrobiologiknya. Sambil menunggu hasil laboratorium,
dokter dapat mulai dengan terapi topical antimikroba. Pada setiap
konjungtivitis purulen, harus dipilih antibiotika yang cocok untuk mengobati
infeksi N gonorroeae, dan N
meningitides. Terapi topical dan sistemik harus segera dilaksanakan setelah
materi untuk pemeriksaan laboratorium telah diperoleh.
Pada konjungtivitis
purulen dan mukopurulen akut, saccus konjungtiva harus dibilas dengan larutan
garam agar dapat menghilangkan secret konjungtiva. Untuk mencegah penyebaran
penyakit ini, pasien dan keluarga diminta memperhatikan secara khusus hygiene
perorangan.
e) Perjalanan dan
Prognosis
Konjungtivitis bakteri akut hampir selalu
sembuh sendiri, infeksi dapat berlangsung selama 10-14 hari; jika diobati
dengan memadai, 1-3 hari, kecuali konjungtivitis stafilokokus (yang dapat
berlanjut menjadi blefarokonjungtivitis dan memasuki tahap menahun) dan
konjungtivitis gonokokus (yang bila tidak diobati dapat berakibat perforasi
kornea dan endoftalmitis). Karena konjungtiva dapat menjadi gerbang masuk bagi
meningokokus ke dalam darah dan meninges, hasil akhir konjungtivitis
meningokokus adalah septicemia dan meningitis.
Konjungtivitis bakterial menahun mungkin tidak dapat sembuh sendiri
dan menjadi masalah pengobatan yang menyulitkan.
1.2 Konjungtivitis Virus
1.2.1 Konjungtivitis
Folikuler Virus Akut
a) Demam Faringokonjungtival
Tanda dan gejala
Demam Faringokonjungtival ditandai oleh
demam 38,3-400C, sakit tenggorokan, dan konjungtivitis folikuler
pada satu atau dua mata. Folikuler sering sangat mencolok pada kedua
konjungtiva dan pada mukosa faring. Mata merah dan berair mata sering terjadi,
dan kadang-kadang sedikit kekeruhan daerah subepitel. Yang khas adalah
limfadenopati preaurikuler (tidak nyeri tekan).
Laboratorium
Demam faringokonjungtival umumnya disebabkan
oleh adenovirus tipe 3 dan kadang – kadang oleh tipe 4 dan 7. Virus itu dapat
dibiakkan dalam sel HeLa dan ditetapkan oleh tes netralisasi. Dengan
berkembangnya penyakit, virus ini dapat juga didiagnosis secara serologik
dengan meningkatnya titer antibody penetral virus. Diagnosis klinis adalah hal
mudah dan jelas lebih praktis.
Kerokan konjungtiva
terutama mengandung sel mononuclear, dan tak ada bakteri yang tumbuh pada
biakan. Keadaan ini lebih sering pada anak-anak daripada orang dewasa dan sukar
menular di kolam renang berchlor.
Terapi
Tidak ada pengobatan spesifik.
Konjungtivitisnya sembuh sendiri, umumnya dalam sekitar 10 hari.
b) Keratokonjungtivitis Epidemika
Tanda dan gejala
Keratokonjungtivitis epidemika umumnya
bilateral. Awalnya sering
pada satu mata saja, dan biasanya mata pertama lebih parah. Pada awalnya pasien
merasa ada infeksi dengan nyeri sedang dan berair mata, kemudian diikuti dalam
5-14 hari oleh fotofobia, keratitis epitel, dan kekeruhan subepitel bulat.
Sensai kornea normal. Nodus preaurikuler yang nyeri tekan adalah khas. Edema
palpebra, kemosis, dan hyperemia konjungtiva menandai fase akut. Folikel dan
perdarahan konjungtiva sering muncul dalam 48 jam. Dapat membentuk
pseudomembran dan mungkin diikuti parut datar atau pembentukan symblepharon.
Konjungtivitis berlangsung paling lama 3-4 minggu. Kekeruhan subepitel
terutama terdapat di pusat kornea, bukan di tepian, dan menetap berbulan-bulan
namun menyembuh tanpa meninggalkan parut.
Keratokonjungtiva epidemika pada orang dewasa terbatas pada bagian luar mata.
Namun, pada anak-anak mungkin terdapat gejala sistemik infeksi virus seperti
demam, sakit tenggorokan, otitis media, dan diare.
Laboratorium
Keratokonjungtiva
epidemika disebabkan oleh adenovirus tipe 8, 19, 29, dan 37 (subgroub D dari
adenovirus manusia). Virus-virus ini dapat diisolasi dalam biakan sel dan
diidentifikasi dengan tes netralisasi. Kerokan konjungtiva menampakkan reaksi
radang mononuclear primer; bila terbentuk pseudomembran, juga terdapat banyak
neutrofil.
Penyebaran
Transmisi
nosokomial selama pemeriksaan mata sangat sering terjadi melalui jari-jari
tangan dokter, alat-alat pemeriksaan mata yang kurang steril, atau pemakaian
larutan yang terkontaminasi. Larutan mata, terutama anestetika topical, mungkin
terkontaminasi saat ujung penetes obat menyedot materi terinfeksi dari
konjungtiva atau silia. Virus itu dapat bertahan dalam larutan itu, yang
menjadi sumber penyebaran.
Pencegahan
Bahaya kontaminasi
botol larutan dapat dihindari dengan dengan memakai penetes steril pribadi atau
memakai tetes mata dengan kemasan unit-dose. Cuci tangan secara teratur di
antara pemeriksaan dan pembersihan serta sterilisasi alat-alat yang menyentuh
mata khususnya tonometer juga suatu keharusan. Tonometer aplanasi harus
dibersihkan dengan alcohol atau hipoklorit, kemudian dibilas dengan air steril
dan dikeringkan dengan hati-hati.
Terapi
Sekarang ini belum ada terapi spesifik, namun kompres
dingin akan mengurangi beberapa gejala. kortikosteroid selama konjungtivitis
akut dapat memperpanjang keterlibatan kornea sehingga harus dihindari. Agen
antibakteri harus diberikan jika terjadi superinfeksi bacterial.
c) Konjungtivitis Virus Herpes Simpleks
Tanda dan gejala
Konjungtivitis virus herpes simplex biasanya
merupakan penyakit anak kecil, adalah keadaan yang luar biasa yang ditandai
pelebaran pembuluh darah unilateral, iritasi, bertahi mata mukoid, sakit, dan
fotofobia ringan. Pada kornea tampak lesi-lesi epithelial tersendiri yang
umumnya menyatu membentuk satu ulkus atau ulkus-ulkus epithelial yang bercabang
banyak (dendritik). Konjungtivitisnya folikuler. Vesikel herpes kadang-kadang
muncul di palpebra dan tepian palpebra, disertai edema hebat pada palpebra.
Khas terdapat sebuah nodus preaurikuler yang terasa nyeri jika ditekan.
Laboratorium
Tidak ditemukan bakteri di dalam kerokan atau
dalam biakan. Jika konjungtivitisnya folikuler, reaksi radangnya terutama
mononuclear, namun jika pseudomembran, reaksinya terutama polimorfonuklear
akibat kemotaksis dari tempat nekrosis. Inklusi intranuklear tampak dalam sel
konjungtiva dan kornea, jika dipakai fiksasi Bouin dan pulasan Papanicolaou,
tetapi tidak terlihat dengan pulasan Giemsa. Ditemukannya sel – sel epithelial
raksasa multinuclear mempunyai nilai diagnostik.
Virus mudah diisolasi dengan mengusapkan
sebuah aplikator berujung kain kering di atas konjungtiva dan memindahkan
sel-sel terinfeksi ke jaringan biakan.
Terapi
Jika konjungtivitis terdapat pada anak di atas 1
tahun atau pada orang dewasa, umunya sembuh sendiri dan mungkin tidak perlu
terapi. Namun, antivirus
local maupun sistemik harus diberikan untuk mencegah terkenanya kornea. Untuk
ulkus kornea mungkin diperlukan debridemen kornea dengan hati-hati yakni dengan
mengusap ulkus dengan kain kering, meneteskan obat antivirus, dan menutupkan
mata selama 24 jam. Antivirus topical sendiri harus diberikan 7 – 10 hari:
trifluridine setiap 2 jam sewaktu bangun atau salep vida rabine lima kali
sehari, atau idoxuridine 0,1 %, 1 tetes setiap jam sewaktu bangun dan 1 tetes
setiap 2 jam di waktu malam. Keratitis herpes dapat pula diobati dengan salep
acyclovir 3% lima kali sehari selama 10 hari atau dengan acyclovir oral, 400 mg
lima kali sehari selama 7 hari.
Untuk ulkus
kornea, debridmen kornea dapat dilakukan. Lebih jarang adalah pemakaian
vidarabine atau idoxuridine. Antivirus topical harus dipakai 7-10 hari.
Penggunaan kortikosteroid dikontraindikasikan, karena makin memperburuk infeksi
herpes simplex dan mengkonversi penyakit dari proses sembuh sendiri yang
singkat menjadi infeksi yang sangat panjang dan berat.
d)
Konjungtivitis Hemoragika Akut
Epidemiologi
Semua benua dan kebanyakan pulau di dunia pernah
mengalami epidemic besar konjungtivitis konjungtivitis hemoregika akut ini.
Pertama kali diketahui di Ghana dalam tahun 1969. Konjungtivitis ini disebabkan
oleh coxackie virus A24. Masa inkubasi virus ini pendek (8-48 jam) dan
berlangsung singkat (5-7 hari).
Tanda dan Gejala
Mata terasa sakit, fotofobia, sensasi benda asing,
banyak mengeluarkan air mata, merah, edema palpebra, dan hemoragi
subkonjungtival. Kadang-kadang terjadi kemosis. Hemoragi subkonjungtiva umumnya
difus, namun dapat berupa bintik-bintik pada awalnya, dimulai di konjungtiva
bulbi superior dan menyebar ke bawah. Kebanyaka pasien mengalami limfadenopati
preaurikuler, folikel konjungtiva, dan keratitis epithelial. Uveitis anterior
pernah dilaporkan, demam, malaise, mialgia, umum pada 25% kasus.
Penyebaran
Virus ini ditularkan melalui kontak erat dari
orang ke orang dan oleh fomite seperti sprei, alat-alat optic yang
terkontaminasi, dan air. Penyembuhan terjadi dalam 5-7 hari
Terapi
Tidak ada pengobatan yang pasti.
1.2.2 Konjungtivitis Virus Menahun
a) Blefarokonjungtivitis
Molluscum
Contagiosum
Sebuah nodul molluscum pada tepian atau kulit
palpebra dan alis mata dapat menimbulkan konjungtivitis folikuler menahun
unilateral, keratitis superior, dan pannus superior, dan mungkin menyerupai trachoma.
Reaksi radang yang mononuclear (berbeda dengan reaksi pada trachoma), dengan
lesi bulat, berombak, putih mutiara, non-radang dengan bagian pusat, adalah
khas molluscum kontagiosum. Biopsy menampakkan inklusi sitoplasma eosinofilik,
yang memenuhi seluruh sitoplasma sel yang membesar, mendesak inti ke satu sisi.
Eksisi, insisi sederhana nodul yang
memungkinkan darah tepi memasukinya, atau krioterapi akan menyembuhkan
konjungtivitisnya.
b) Blefarokonjungtivitis Varicella-Zoster
Tanda dan gejala
Hyperemia dan konjungtivitis infiltrate disertai
dengan erupsi vesikuler khas sepanjang penyebaran dermatom nervus trigeminus
cabang oftalmika adalah khas herpes zoster. Konjungtivitisnya biasanya papiler,
namun pernah ditemukan folikel, pseudomembran, dan vesikel temporer, yang
kemudian berulserasi. Limfonodus preaurikuler yang nyeri tekan terdapat pada
awal penyakit. parut pada palpebra, entropion, dan bulu mata salah arah adalah
sekuele.
Laboratorium
Pada zoster maupun varicella, kerokan dari vesikel
palpebra mengandung sel raksasa dan banyak leukosit polimorfonuklear; kerokan
konjungtiva pada varicella dan zoster mengandung sel raksasa dan monosit. Virus
dapat diperoleh dari biakan jaringan sel – sel embrio manusia.
Terapi
Acyclovir oral dosis tinggi (800 mg oral lima kali
sehari selama 10 hari), jika diberi pada awal perjalanan penyakit, agaknya akan
mengurangi dan menghambat penyakit.
c) Keratokonjungtivitis Morbilli
Tanda dan gejala
Pada awal penyakit, konjungtiva tampak mirip kaca
yang aneh, yang dalam beberapa hari diikuti pembengkakan lipatan semiluner.
Beberapa hari sebelum erupsi kulit, timbul konjungtivitis eksudatif dengan
secret mukopurulen, dan saat muncul erupsi kulit, timbul bercak-bercak Koplik
pada konjungtiva dan kadang-kadang pada carunculus.
Pada pasien imunokompeten,
keratokonjungtivitis campak hanya meninggalkan sedikit atau sama sekali tanpa
sekuel, namun pada pasien kurang gizi atau imunokompeten, penyakit mata ini
seringkali disertai infeksi HSV atau infeksi bacterial sekunder oleh S
pneumonia, H influenza, dan organism lain. Agen ini dapat menimbulkan
konjungtivitis purulen yang disertai ulserasi kornea dan penurunan penglihatan
yang berat. Infeksi herpes dapat menimbulkan ulserasi kornea berat dengan
perforasi dan kehilangan penglihatan pada anak-anak kurang gizi di Negara
berkembang.
Kerokan konjungtivitis menunjukkan reaksi
sel mononuclear, kecuali jika ada pseudomembran atau infeksi sekunder. Sedian
terpulas giemsa mengandung sel-sel raksasa. Karena tidak ada terapi spesifik,
hanya tindakan penunjang saja yang dilakukan, kecuali jika ada infeksi
sekunder.
2. Konjungtivitis Imunologik (Alergik)
Reaksi hipersensitivitas humoral langsung
2.1 Konjungtivitis Demam Jerami (Hay Fever)
Tanda dan gejala
Radang konjungtivitis non-spesifik ringan
umumnya menyertai demam jerami (rhinitis alergika). Biasanya ada riwayat alergi
terhadap tepung sari, rumput, bulu hewan, dan lainnya. Pasien mengeluh tentang gatal-gatal, berair mata, mata
merah, dan sering mengatakan bahwa matanya seakan-akan “tenggelam dalam
jaringan sekitarnya”. Terdapat sedikit penambahan pembuluh pada palpebra dan
konjungtiva bulbi, dan selama serangan akut sering terdapat kemosis berat (yang
menjadi sebab “tenggelamnya” tadi). Mungkin terdapat sedikit tahi mata,
khususnya jika pasien telah mengucek matanya.
Laboratorium
Sulit ditemukan eosinofil dalam kerokan
konjungtiva
Terapi
Meneteskan vasokonstriktor local pada tahap akut
(epineprin, larutan 1:1000 yang diberikan secara topical, akan menghilangkan
kemosis dan gejalanya dalam 30 menit). Kompres dingin membantu mengatasi
gatal-gatal dan antihistamin hanya sedikit manfaatnya. Respon langsung terhadap
pengobatan cukup baik, namun sering kambuh kecuali anti-gennya dapat
dihilangkan.
2.2 Konjungtivitis Vernalis
Definisi
Penyakit ini, juga dikenal sebagai “catarrh musim
semi” dan “konjungtivitis musiman” atau “konjungtivitis musim kemarau”, adalah
penyakit alergi bilateral yang jarang. Penyakit ini lebih jarang di daerah
beriklim sedang daripada di daerah dingin. Penyakit ini hamper selalu lebih
parah selama musim semi, musim panas dan musim gugur daripada musim gugur.
Insiden
Biasanya mulai dalam tahun-tahun prapubertas dan
berlangsung 5 – 10 tahun. Penyakit ini lebih banyak pada anak laki-laki
daripada perempuan.
Tanda dan gejala
Pasien mengeluh gatal-gatal yang sangat dan
bertahi mata berserat-serat. Biasanya terdapat riwayat keluarga alergi (demam
jerami, eczema, dan lainnya). Konjungtiva tampak putih seperti susu, dan
terdapat banyak papilla halus di konjungtiva tarsalis inferior. Konjungtiva
palpebra superior sering memiliki papilla raksasa mirip batu kali. Setiap
papilla raksasa berbentuk polygonal, dengan atap rata, dan mengandung berkas
kapiler.
Gambaran Histopatologik
Tahap awal keratokonjungtivitis vernalis
ditandai oleh fase prehipertrofi. Dalam kaitan ini, akan tampak pembentukan
neovaskularisasi dan pembentukan papil yang ditutup oleh satu lapis sel epitel
dengan degenerasi mukoid dalam kripta di antara papil serta pseudomembran
milky white. Pembentukan papil ini berhubungan dengan infiltrasi stroma
oleh sel-sel PMN, eosinofil, basofil, dan sel mast. Tahap berikutnya akan
dijumpai sel-sel mononuklear seperti limfosit makrofag. Sel mast dan eosinofil
yang dijumpai dalam jumlah besar dan terletak superficial. Dalam hal ini,
hampir 80% sel mast dalam kondisi terdegranulasi. Temuan ini sangat bermakna
dalam membuktikan peran sentral sel mast dalam kasus keratokonjungtivitis
vernalis. Keberadaan eosinofil dan basofil, khususnya di dalam konjungtiva,
sudah cukup menandai adanya abnormalitas jaringan.
Hasil penelitian histopatologik
menunjukkan infiltrasi limfosit dan sel plasma pada konjungtiva. Prolifertasi
limfosit akan membentuk beberapa nodul limfoid. Sementara itu, beberapa granula
eosinofilik dilepaskan dari sel eosinofil, menghasilkan bahan sitotoksik yang
berperan dalam kekambuhan keratokonjungtivitis. Dalam penelitian tersebut juga
ditemukan adanya reaksi hipersensitivitas. Tidak hanya di konjungtiva bulbi dan
tarsal, tetapi juga di fornix, serta pada beberapa kasus melibatkan reaksi
radang pada iris dan badan siliar.
Fase vaskular dan selular dini
akan segera diikuti dengan deposisi kolagen, hialuronidase, peningkatan
vaskularisasi yang lebih mencolok, serta reduksi sel radang secara keseluruhan.
Deposisi kolagen dan substansi dasar maupun seluler mengakibatkan terbentuknya deposit
stone yang terlihat secara nyata pada pemeriksaan klinis. Hiperplasia
jaringan ikat meluas ke atas membentuk giant papil bertangkai dengan
dasar perlekatan yang luas. Kolagen maupun pembuluh darah akan mengalami
hialinisasi. Epiteliumnya berproliferasi menjadi 5--10 lapis sel epitel yang
edematous dan tidak beraturan. Seiring dengan bertambah besarnya papil, lapisan
epitel akan mengalami atrofi di apeks sampai hanya tinggal satu lapis sel yang
kemudian akan mengalami keratinisasi.
Pada limbus juga terjadi
transformasi patologik yang sama berupa pertumbuhan epitel yang hebat meluas,
bahkan dapat terbentuk 30-40 lapis sel (acanthosis). Horner-Trantas
dot`s yang terdapat di daerah ini sebagian besar terdiri atas eosinofil, debris
selular yang terdeskuamasi, namun masih ada sel PMN dan limfosit. Di dalam
ulkus kornea non-infeksi pada kasus keratokonjungtivitis vernalis dapat
ditemukan kristal Charcot Leyden yang merupakan granula eosinofil dan plak
mukoid.
Laboratorium
Pada eksudat konjungtiva yang dipulas dengan
Giemsa terdapat banyak eosinofil dan granula eosinofilik bebas.
Terapi
Penyakit ini sembuh sendiri tetapi medikasi yang
dipakai terhadap gejala hanya member hasil jangka pendek, berbahaya jika
dipakai untuk jangka panjang. steroid sisremik, yang mengurangi rasa gatal,
hanya sedikit mempengharuhi penyakit kornea ini, dan efek sampingnya (glaucoma,
katarak, dan komplikasi lain) dapat sangat merugikan. Crmolyn topical adalah
agen profilaktik yang baik untuk kasus sedang sampai berat. Vasokonstriktor,
kompres dingin dan kompres es ada manfaatnya, dan tidur di tempat ber AC sangat
menyamankan pasien. Agaknya yang paling baik adalah pindah ke tempat beriklim
sejuk dan lembab. Pasien yang melakukan ini sangat tertolong bahkan dapat
sembuh total.
2.3 Konjungtivitis Atopik
Tanda dan gejala
Sensasi terbakar, bertahi mata berlendir, merah,
dan fotofobia. Tepian palpebra eritemosa, dan konjungtiva tampak putih seperti
susu. Terdapat papilla halus, namun papilla raksasa tidak berkembang seperti
pada keratokonjungtivitis vernal, dan lebih sering terdapat di tarsus inferior.
Berbeda dengan papilla raksasa pada keratokonjungtivitis vernal, yang terdapat
di tarsus superior. Tanda-tanda kornea yang berat muncul pada perjalanan lanjut
penyakit setelah eksaserbasi konjungtivitis terjadi berulangkali. Timbul
keratitis perifer superficial yang diikuti dengan vaskularisasi. Pada kasus
berat, seluruh kornea tampak kabur dan bervaskularisasi, dan ketajaman
penglihatan.
Biasanya ada riwayat alergi (demam jerami,
asma, atau eczema) pada pasien atau keluarganya. Kebanyakan pasien pernah
menderita dermatitis atopic sejak bayi. Parut pada lipatan-lipatan fleksura
lipat siku dan pergelangan tangan dan lutut sering ditemukan. Seperti
dermatitisnya, keratokonjungtivitis atopic berlangsung berlarut-larut dan
sering mengalami eksaserbasi dan remisi. Seperti keratokonjungtivitis vernal,
penyakit ini cenderung kurang aktif bila pasien telah berusia 50 tahun.
Laboratorium
Kerokan konjungtiva menampakkan eosinofil, meski
tidak sebanyak yang terlihat sebanyak pada keratokonjungtivitis vernal.
Terapi
Atihistamin oral termasuk terfenadine (60-120 mg
2x sehari), astemizole (10 mg empat kali sehari), atau hydroxyzine (50 mg waktu
tidur, dinaikkan sampai 200 mg) ternyata bermanfaat. Obat-obat antiradang
non-steroid yang lebih baru, seperti ketorolac dan iodoxamid, ternyata dapat
mengatasi gejala pada pasien-pasien ini. Pada kasus berat, plasmaferesis
merupakan terapi tambahan. Pada kasus lanjut dengan komplikasi kornea berat,
mungkin diperlukan transplantasi kornea untuk mengembalikan ketajaman
penglihatannya.
Reaksi Hipersensitivitas Tipe Lambat
2.1 Phlyctenulosis
Definisi
Keratokonjungtivitis phlcytenularis adalah respon
hipersensitivitas lambat terhadap protein mikroba, termasuk protein dari basil
tuberkel, Staphylococcus spp, Candida albicans, Coccidioides immitis,
Haemophilus aegyptus, dan Chlamydia trachomatis serotype L1, L2, dan
L3.
Tanda dan Gejala
Phlyctenule konjungtiva mulai berupa lesi
kecil yang keras, merah, menimbul, dan dikelilingi zona hyperemia. Di limbus
sering berbentuk segitiga, dengan apeks mengarah ke kornea. Di sini terbentuk
pusat putih kelabu, yang segera menjadi ulkus dan mereda dalam 10-12 hari.
Phlyctenule pertama pada pasien dan pada kebanyakan kasus kambuh terjadi di
limbus, namun ada juga yang di kornea, bulbus, dan sangat jarang di tarsus.
Phlyctenule konjungtiva biasanya hanya menimbulkan
iritasi dan air mata, namun phlyctenule kornea dan limbus umumnya disertai
fotofobia hebat. Phlyctenulosis sering dipicu oleh blefaritis aktif,
konjungtivitis bacterial akut, dan defisiensi diet.
Terapi
Phlyctenulosis yang diinduksi oleh
tuberkuloprotein dan protein dari infeksi sistemik lain berespon secara
dramatis terhadap kortikosteroid topical. Terjadi reduksi sebagian besar gejala
dalam 24 jam dan lesi hilang dalam 24 jam berikutnya. Antibiotika topical
hendaknya ditambahkan untuk blefarikonjungtivitis stafilokokus aktif.
Pengobatan hendaknya ditujukan terhadap penyakit penyebab, dan steroid bila
efektif, hendaknya hanya dipakai untuk mengatasi gejala akut dan parut kornea
yang menetap. Parut kornea berat mungkin memerlukan tranplantasi.
2.2 Konjungtivitis ringan sekunder terhadap blefaritis kontak
Blefaritis kontak yang disebabkan oleh atropine,
neomycin, antibiotika spectrum luas, dan medikasi topical lain sering diikuti
oleh konjungtivitis infiltrate ringan yang menimbukan hyperemia, hipertropi
papiler ringan, bertahi mata mukoid ringan, dan sedikit iritasi. Pemeriksaan
kerokan berpulas giemsa sering hanya menampakkan sedikit sel epitel matim,
sedikit sel polimorfonuklear dan mononuclear tanpa eosinofil.
Pengobatan diarahkan pada penemuan agen
penyebab dan menghilangkannya. Blefaritis kontak dengan cepat membaik dengan
kortikosteroid topical, namun pemakaiannya harus dibatasi. Penggunaan steroid
jangka panjang pada palpebra dapat menimbulkan glaucoma steroid dan atropi
kulit dengan telangiektasis yang menjelekkan.
3. Konjungtivitis Akibat Penyakit Autoim
3.1 Keratokonjungtivitis Sicca
Berkaitan dgn. Sindrom Sjorgen (trias: keratokonj.
sika, xerostomia, artritis).
Gejala:
ü khas: hiperemia konjungtivitis bulbi dan
gejala iritasi yang tidak sebanding dengan tanda-tanda radang.
ü Dimulai dengan konjungtivitis kataralis
ü Pada pagi hari tidak ada atau hampir tidak
ada rasa sakit, tetapi menjelang siang atau malam hari rasa sakit semakin
hebat.
ü Lapisan air mata berkurang (uji Schirmer:
abnormal)
ü Pewarnaan Rose bengal Ù uji diagnostik.
Pengobatan:
ü air mata buatan Ù vitamin Atoial
ü blitesi pungta 搠rimal.
4. Konjungtivi楡is
Kimia atau Iritatif
4.1 Konjungtivitis
Iatrogenik Pemberian Obat Topikal
Konjungtivitis folikular toksik atau
konjungtivitis non-spesifik infiltrate, yang diikuti pembentukan parut, sering
kali terjadi akibat pemberian lama dipivefrin, miotika, idoxuridine, neomycin,
dan obat-obat lain yang disiapkan dalam bahanpengawet atau vehikel toksik atau
yang menimbulakan iritasi. Perak
nitrat yang diteteskan ke dalam saccus conjingtiva saat lahir sering menjadi
penyebab konjungtivitis kimia ringan. Jika produksi air mata berkurang akibat
iritasi yang kontinyu, konjungtiva kemudian akan cedera karena tidak ada
pengenceran terhadap agen yang merusak saat diteteskan kedalam saccus
conjungtivae.
Kerokan konjungtiva sering mengandung
sel-sel epitel berkeratin, beberapa neutrofil polimorfonuklear, dan sesekali
ada sel berbentuk aneh. Pengobatan terdiri atas menghentikan agen penyebab dan
memakai tetesan yang lembut atau lunak, atau sama sekali tanpa tetesan. Sering
reaksi konjungtiva menetap sampai berminggu-minggu atau berbulan-bulan lamanya
setelah penyebabnya dihilangkan.
4.2 Konjungtivitis
Pekerjaan oleh Bahan Kimia dan Iritans
Asam, alkali, asap, angin, dan hamper setiap substansi
iritan yang masuk ke saccus conjungtiva dapat menimbulkan konjungtivitis.
Beberapa iritan umum adalah pupuk, sabun, deodorant, spray rambut, tembakau,
bahan-bahan make-up, dan berbagai asam dan alkali. Di daerah tertentu,asbut
(campuran asap dan kabut) menjadi penyebab utama konjungtivitis kimia ringan.
Iritan spesifik dalam asbut belum dapat ditetapkan secara positif, dan
pengobatannya non-spesifik. Tidak ada efek pada mata yang permanen, namun mata
yang terkena seringkali merah dan terasa mengganggu secara menahun.
Pada luka karena asam, asam itu mengubah
sifat protein jaringan dan efek langsung. Alkali tidak mengubah sifat protein
dan cenderung cepat menyusup kedalam jaringan dan menetap di dalam jaringan
konjungtiva. Disini mereka terus menerus merusak selama berjam-jam atau
berhari-hari lamanya, tergantung konsentrasi molar alkali tersebut dan jumlah
yang masuk. Perlekatan antara konjungtiva bulbi dan palpebra dan leokoma kornea
lebih besar kemungkinan terjadi jika agen penyebabnya adalah alkali. Pada
kejadian manapun, gejala utama luka bahan kimia adalah sakit, pelebaran
pembuluh darah, fotofobia, dan blefarospasme. Riwayat kejadian pemicu biasanya
dapat diungkapkan.
Pembilasan segera dan menyeluruh saccus
conjungtivae dengan air atau larutan garam sangat penting, dan setiap materi
padat harus disingkirkan secara mekanik. Jangan memakai antidotum kimiawi.
Tindakan simtomatik umum adalah kompres dingin selama 20 menit setiap jam,
teteskan atropine 1% dua kali sehari, dan beri analgetika sistemik bila perlu.
Konjungtivitis bacterial dapat diobati dengan agen antibakteri yang cocok.
Parut kornea mungkin memerlukan transplantasi kornea, dan symblepharon mungkin
memerlukan bedah plastic terhadap konjungtiva. Luka bakar berat pada kojungtiva dan kornea prognosisnya
buruk meskipun dibedah. Namun jika pengobatan memadai dimulai segera, parut
yang terbentuk akan minim dan prognosisnya lebih baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar