Gel
lincomycin topikal untuk jerawat vulgaris:
Studi
yang dikontrol placebo multisentris
Pendahuluan:
Jerawat vulgaris umumnya diobati dengan antibakterial topikal. Kami
mengevaluasi gel lincomycin, sebuah formula topikal baru untuk jerawat ringan
hingga moderat.
Materi
dan Metode: Percobaan klinis dengan placebo, menggunakan metode double blind acak dan multisentris
dilakukan dengan lincomycin hydrochloride dalam sediaan gel 2% terhadap 200
pasien dengan jerawat tingkat II dan tingkat III. Keparahan lesi jerawat
dicatat pada saat awal penelitian dan setelah 4 minggu.
Hasil:
Sekitar 70% kasus dari kelompok penelitian menunjukkan respon baik hingga
sempurna, yang secara signifikan lebih banyak, sebagaimana dibandingkan dengan
23% pada kelompok placebo. Frekuensi
dan keparahan efek samping pada dua kelompok adalah sama.
Kesimpulan:
gel lincomycin hydrochloride merupakan pilihan pengobatan yang efektif dan aman
untuk acne vulgaris ringan hingga moderat.
Pendahuluan
Antibakterial topikal yang digunakan
untuk acne vulgaris beraksi melawan Propionibacterium acne. Antibakterial
tersebut juga memiliki pengaruh tidak langsung yang ringan terhadap
komedogenesis dan aktifitas anti radang dengan jalan menghalangi kemotaksis
neutrofil. Erythromycin dan clindamycin saat ini merupakan antibiotik yang
paling umum digunakan. Banyak kasus dilaporkan terjadi resistensi terhadap
erythromycin yang telah mengemuka dan oleh sebab itu, lincosamida seperti
clindamycin lebih dapat diterima. Lincomycin adalah antibakterial lain dari
kelompok ini yang memiliki aktifitas potensial melawan Propionibacterium acne.
Materi
dan Metode
Setelah pemahaman awal melalui
studi toksikologi seperti studi toksisitas dermal akut dan kronis dengan
menggunakan hewan model yang berbeda-beda, percobaan klinis multisentris
terhadap gel lincomycin hydrochloride 2% (Lynx; Wallace Pharma Pvt. Ltd., India)
dimulai untuk mempelajari kemujarabannya dan keamanannya bagi jerawat vulgaris.
Percobaan ini dilakukan di lima
pusat yang berbeda dan diajukan oleh Drug
Controller General of India.
Dua ratus dan enam belas pasien
dengan jenis kelamin yang sama dan berumur diatas 12 tahun dengan lesi acne
vulgaris yang secara klinis telah dikonfirmasi dan bertingkat dimasukkan dalam
penelitian. Pasien-pasien tersebut didaftarkan dari OPD dermatologi pada
pusat-pusat di atas setelah mengambil persetujuan resmi. Pasien dengan riwayat
hipersensitifitas terhadap lincosamida yang telah diketahui, dikeluarkan dari
penelitian. Pasien rawat jalan dengan acne vulgaris Tingkat II dan Tingkat III
dimasukkan dalam penelitian. Pembuatan tingkatan dilakukan menggunakan skala
tingkatan Pillsbury. Foto lesi
jerawat diambil pada hari 1, 7, 14, 21 dan 28 untuk menilai kemujaraban obat.
Dari pasien yang didaftarkan pada
tiap pusat, sekitar setengah dari mereka dimasukkan secara acak ke dalam
kelompok treatmen obat dan setengahnya lagi dimasukkan ke dalam kelompok placebo. Berdasarkan kelompok mereka,
pasien diberi tahu untuk mengoleskan gel lincomycin 2% atau gel placebo (formula gel yang sama tanpa
lincomycin) pada lesi jerawat sehari dua kali setelah mencuci wajah dengan
sabun dan air. Tidak terdapat terapi anti jerawat lain yang secara bersama-sama
boleh diberikan. Jumlah, ukuran dan keparahan keradangan lesi dicatat secara
terpisah untuk tiap wilayah tubuh pada saat kunjungan awal dan setiap minggu
setelahnya selama 4 minggu. Metode double
blind dilakukan dengan monitoring penelitian.
Respon terhadap pengobatan diukur
sebagi berikut:
Respon sempurna : Kesembuhan lesi
jerawat total secara klinis.
Respon baik : penurunan jumlah lesi
jerawat sebesar 50% atau lebih.
Respon cukup : pengurangan jumlah
lesi jerawat sebesar 25%-50%.
Respon buruk : Tidak ada respon, lesi pecah, atau penurunan jumlah lesi jerawat sebesar kurang dari 25%.
Respon buruk : Tidak ada respon, lesi pecah, atau penurunan jumlah lesi jerawat sebesar kurang dari 25%.
Pasien dimonitor akan terjadinya
efek samping dari obat selama periode penelitian. Data secara statistik
dianalisis menggunakan uji statistik t-test
dan chi-square. Proporsi pasien
dengan penurunan jumlah lesi, yaitu kemajuan atau kesembuhan jerawat, dan
dengan hilangnya penyakit yang tergantung pada lesi awal, yang dievaluasi
dengan basis klinis, diberikan dalam persentase.
Pengamatan dan Hasil
Semua ke-200 pasien yang
menyelesaiakan penelitian, 100 masuk dalam kelompok placebo dan 100 ke dalam kelompok lincomycin. Kedua kelompok
diperbandingkan, hubungannya dengan distribusi umur dan jenis kelamin pasien,
durasi penyakit dan jumlah total lesi jerawat awal [Table-1].

Setelah pengobatan dimulai, jumlah
lesi mulai berkurang dari minggu pertama dan seterusnya pada kedua kelompok,
namun penurunan tersebut hanya sebesar 57.04% pada kelompok yang diobati dengan
lincomycin, yang secara signifikan lebih banyak dibandingkan dengan 31.28% pada
kelompok placebo [Table-2].

Berdasarkan penilaian umum, pada
kelompok lincomycin, 70% kasus menunjukkan lebih dari 50% penurunan lesi
jerawat, yang secara signifikan lebih banyak dalam gambaran sebesar 23% yang
bersesuaian dengan kelompok yang diobati placebo.
[Table-3].

Efek samping kebanyakan adalah
ringan dan sembuh dengan sendirinya; yang umum adalah gatal-gatal, terbakar,
kering, erythema, bersisik dan
pigmentasi. Gatal-gatal, erythema dan
pigmentasi sedikit lebih umum pada kelompok placebo
daripada kelompok lincomycin [Table-4].

Tingkat drop out untuk lincomycin pada kelompok adalah 6%, sedangkan pada
kelompok placebo adalah 10%. Tidak
ada pasien yang dikeluarkan karena kejadian efek samping yang buruk.
Pembahasan
Jerawat adalah gangguan
multifaktorial. Suppresi P. acnes dengan terapi antibiotik berkorelasi dengan
kemajuan klinis. Antibiotik seperti erythromycin dan clindamycin, dan
akhir-akhir ini azithromycin, adalah yang paling sering digunakan untuk
mengobati acne vulgaris. Sediaan topikal
untuk jerawat tersedia dalam bermecam-macam sediaan, sediaan gel adalah yang
paling disukai karena secara kosmetik dapat diterima dan paling cocok untuk
kulit berminyak. Lincomycin yang diberikan secara topikal memiliki penetrasi
jaringan yang baik dengan aktifitas potensial melawan P. acnes (MIC <
0.1-1.6 mcg/ml). Dengan aksinya terhadap P. acnes, lincomycin mengeliminasi
produksi asam lemak bebas dan enzim lokal lain yang bersifat mengiritasi yang
dihasilkan oleh bakteri. Selanjutnya, lincomycin memilikii beberapa pengaruh
yang bersifat immunomodulating dalam
mengurangi keradangan. Sifat lincomycin ini mengawali perkembangan sediaan
topikalnya, yaitu lincomycin hydrochloride sebagai gel 2% (Lynx ®), untuk
jerawat.
Dalam penelitian ini, kesembuhan
lesi jerawat cukup memuaskan; respon baik (penurunan keparahan jerawat sebesar
50% atau lebih pada akhir 4 minggu) terlihat pada 70% pasien yang dibandingkan
dengan hanya 23% pada kelompok yang diobati dengan placebo. Respon semacam ini pada 70% pasien dengan jerawat tingkat
II dan tingkat III disebabkan oleh properti anti-jerawat yang perlu dicatat
dari gel lincomycin 2%.
Efek samping yang teramati
terkonsentrasi pada reaksi kulit seperti gatal-gatal, erythema, bersisik dan pigmentasi. Reaksi tersebut memiliki
intensitas ringan dan sembuh dengan sendirinya. Reaksi tersebut terjadi umumnya
pada kelompok placebo, salah satu
penjelasan yang mungkin akibat berkurangnya penyakit. Tidak terdapat kasus
sensitisasi kontak atau reaksi alergi kulit akut yang tercatat. Hampir semua
antibiotik topikal berhubungan dengan beberapa iritasi kulit minor. Efek
samping ini dapat dipengaruhi oleh media pembawa yang digunakan.
Terjadinya resistensi terhadap
erythromycin pada cutaneous
propionibacteria pertama kali dilaporkan di Amerika Serikat pada akhir
1970-an pada pasien yang diobati dengan erythromycin atau clindamycin topikal. Respon baik terhadap lincomycin topikal dalam penelitian ini dapat
dihasilkan dari fakta bahwa P. acnes telah memiliki resistensi terhadap
antibiotik yang umum digunakan; seperti erythromycin, sedangkan lincomycin
masih tetap efektif melawan strain P. acnes ini. Namun, hal ini perlu dibangun
dengan perbandingan secara in vitro dan in vivo antara lincomycin dan
erthromycin. Bahkan, resistensi silang antara lincomycin dan erythromycin belum
teramati, dan untuk lincomycin, resistensi berkembang dengan cara yang bersamaan.
Pada penelitian klinis oleh Eady et al,
satu dari tiap empat pasien jerawat yang mengunjungi klinik, membawa Propionibacteria yang resisten terhadap
erythromycin pada kulit wajah. Perkembangan resistensi pada jerawat dapat
dibatasi dengan penggunaan antibiotik topikal secara rasional dan membatasi
pengobatan antibiotik secara oral.
Sumber
dukungan
Diawali dan didanai oleh Wallace Pharma Pvt. Ltd., India
Tidak ada komentar:
Posting Komentar