REFERAT
SYOK NEUROGENIK
Disusun untuk
memenuhi sebagian syarat dalam mengikuti
Program
Pendidikan Profesi Bagian Anestesi
Di BPRSUD
Salatiga
Diajukan kepada :
Dr. Hari Krisdiyanto,
Sp.An
Disusun oleh :
Shintasari Rachmawati
97310093
BAGIAN ILMU ANESTESI
FAKULTAS KEDOKTERAN UMUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
RSUD SALATIGA
2004
HALAMAN PENGESAHAN
REFERAT
SYOK NEUROGENIK
Telah dipresentasikan dan
disetujui :
Pada tanggal 4 Desember 2004
Disusun oleh :
Shintasari Rachmawati
97310093
Menyetujui
Dokter Pembimbing :
Dr. Hari Krisdiyanto,
Sp.An
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirrobil ‘alamin,
Puji syukur penulis
panjatkan kepada Allah SWT atas berkat rahmat dan karunianya kepada kita khususnya
kepada penulis sehingga referat dengan judul Syok Neurogenik ini dapat terselesaikan.
Referat ini merupakan salah satu syarat di
stase Anestesi RSUD Salatiga. Penulis yakin dalam penulisan referat ini masih
banyak kekurangan, oleh sebab itu penulis mengharapkan saran dan kritik untuk
perbaikan penulisan yang akan datang.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
Dr. Hari Krisdiyanto, Sp. An
Selaku Dosen Pembimbing di bagian Anestesi RSUD Salatiga, atas semua
bantuan dan kesabarannya membimbing penulis sehingga penulis dapat menjalani
kepaniteraan klinik di bagian anestesi di RSUD Salatiga
Penulis berharap
semoga referat ini dapat memberikan manfaat untuk kita semua. Amin.
Salatiga, Desember 2004
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul i
Halaman
Pengesahan ii
Kata Pengantar iii
Daftar Isi iv
BAB I PENDAHULUAN
I.1
Latar Belakang 1
I.2
Tujuan penulisan 2
BAB II TINJAUAN
PUSTAKA
II.1 Syok
II.1. 2 Definisi 3
II.2
Klasifikasi 4
II.3
Manifestasi Klinis 5
II.4
Penatalaksanaan 7
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Pengertian tentang
syok belum sepenuhnya dimengerti, sebagian besar masih beranggapan bahwa syok
identik dengan tekanan darah yang rendah (hipotensi). Pengertian sebenarnya
menyatakan bahwa syok sangat berkaitan dengan aliran darah atau perfusi darah
ke jaringan.
Setiap keadaan yang
mengakibatkan tidak tercukupinya kebutuhan oksigen jaringan, baik karena suplainya
yang kurang atau kebutuhannya yang meningkat, menimbulkan tanda-tanda syok 3
.
Syok menunjukkan
perfusi jaringan yang tidak adekuat. Hasil akhirnya berupa lemahnya aliran
darah yang merupakan petunjuk yang umum, walaupun ada bermacam-macam penyebab.
Syok dihasilkan oleh disfungsi empat sistem yang terpisah namun saling
berkaitan yaitu ; jantung, volume darah, resistensi arteriol (beban akhir), dan
kapasitas vena. Jika salah satu faktor ini kacau dan faktor lain tidak dapat
melakukan kompensasi maka akan terjadi syok. Awalnya tekanan darah arteri
mungkin normal sebagai kompensasi peningkatan isi sekuncup dan curah jantung.
Jika syok berlanjut, curah jantung menurun dan vasokontriksi perifer meningkat7,5
Syok neurogenik
sebenarnya jarang terjadi1. Pada syok neurogenik terdapat penurunan
tekanan darah sistemik sebagai akibat terjadinya vasodilatasi perifer dan
penurunan curah jantung. Vasodilatasi tersebut terjadi karena menurunnya
resistensi perifer yang disebabkan oleh gangguan saraf otonom sedangkan
penurunan curah jantung disebabkan oleh bertambahnya pengaruh nervus vagus pada
jantung sehingga terjadi bradikardi4.
Tanda dan gejala
klinis syok yang paling banyak berkaitan dengan pasien yang menjalani
pembedahan adalah hipovolemi. Pada pasien muda dan sehat, awal syok terlihat
berupa suatu kegelisahan dan kekhawatiran 7
Diagnosa adanya syok
harus didasarkan pada data-data baik klinis maupun laboratorium yang jelas yang
merupakan akibat dari berkurangnya perfusi jaringan. Syok memperngaruhi kerja
organ-organ vital dan penangannya memerlukan pemahanam tentang patofisiologi
syok3.
I.2 Tujuan Penulisan
Tujuan dari
penulisan referat ini antara lain untuk memahami lebih jelas tentang syok
terutama syok neurogenik dan penatalaksanaannya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 SYOK
II.1.1 Definisi
Syok
(renjatan) adalah kumpulan gejala-gejala yang diakibatkan oleh karena gangguan
perfusi jaringan yaitu aliran darah ke organ tubuh tidak dapat mencukupi
kebutuhannya3.
II.1.2 Klasifikasi
Syok secara umum dapat diklasifikasikan dalam 5
kategori etiologi yaitu :
- Syok Hipovolemik
Syok yang disebabkan karena tubuh :
-
Kehilangan darah/syok hemoragik
·
Hemoragik eksternal : trauma,
perdarahan gastrointestinal
·
Hemoragik internal : hematoma,
hematotoraks
-
Kehilangan plasma : luka bakar
-
Kehilangan cairan dan
elektrolit
·
Eksternal : muntah, diare,
keringat yang berlebih
·
Internal : asites, obstruksi
usus
- Syok Kardiogenik
Gangguan perfusi jaringan yang disebabkan karena disfungsi jantung misalnya : aritmia, AMI (Infark Miokard Akut)
- Syok Distributif
§ Syok Septik
Syok
yang terjadi karena penyebaran atau invasi kuman dan toksinnya didalam tubuh yang berakibat vasodilatasi.
§ Syok Anafilaktif
Gangguan
perfusi jaringan akibat adanya reaksi antigen antibodi yang mengeluarkan
histamine dengan akibat peningkatan permeabilitas membran kapiler dan terjadi
dilatasi arteriola sehingga venous return menurun.
Misalnya : reaksi tranfusi, sengatan serangga, gigitan
ular berbisa3,4,5,8.
§ Syok Neurogenik
Pada
syok neurogenik terjadi gangguan perfusi jaringan yang disebabkan karena
disfungsi sistim saraf simpatis sehingga terjadi vasodilatasi.
Misalnya
: trauma pada tulang belakang, spinal syok
- Syok Obtruktif
Ketidakmampuan ventrikel untuk mengisi selama diastol
sehingga secara nyata menurunkan volume sekuncup dan endnya curah jantung
Misalnya : penyakit
perikardium (konstriksi)3,4,5,8 .
II.1.3 Patofisiologi
Menurut patofisiologinya, syok terbagi atas 3 fase
yaitu :
- Fase Kompensasi
Penurunan
curah jantung (cardiac output) terjadi sedemikian rupa sehingga timbul gangguan
perfusi jaringan tapi belum cukup untuk menimbulkan gangguan seluler. Mekanisme
kompensasi dilakukan melalui vasokonstriksi untuk menaikkan aliran darah ke
jantung, otak dan otot skelet dan penurunan aliran darah ke tempat yang kurang
vital. Faktor humoral dilepaskan untuk menimbulkan
vasokonstriksi dan menaikkan volume darah dengan konservasi air. Ventilasi
meningkat untuk mengatasi adanya penurunan kadar oksigen di daerah arteri. Jadi
pada fase kompensasi ini terjadi peningkatan detak dan kontraktilitas otot
jantung untuk menaikkan curah jantung dan peningkatan respirasi untuk
memperbaiki ventilasi alveolar. Walau aliran darah ke ginjal menurun, tetapi
karena ginjal mempunyai cara regulasi sendiri untuk mempertahankan filtrasi
glomeruler. Akan tetapi jika tekanan darah menurun, maka filtrasi glomeruler
juga menurun.
- Fase Progresif
Terjadi
jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi kebutuhan tubuh.
Faktor utama yang berperan adalah jantung. Curah jantung tidak lagi mencukupi
sehingga terjadi gangguan seluler di seluruh tubuh. Pada saat tekanan darah
arteri menurun, aliran darah menurun, hipoksia jaringan bertambah nyata,
gangguan seluler, metabolisme terganggu, produk metabolisme menumpuk, dan
akhirnya terjadi kematian sel.
Dinding
pembuluh darah menjadi lemah, tak mampu berkonstriksi sehingga terjadi
bendungan vena, vena balik (venous return) menurun. Relaksasi sfinkter
prekapiler diikuti dengan aliran darah ke jaringan tetapi tidak dapat kembali
ke jantung. Peristiwa ini dapat menyebabkan trombosis kecil-kecil sehingga
dapat terjadi koagulopati intravasa yang luas (DIC = Disseminated Intravascular
Coagulation).
Menurunnya
aliran darah ke otak menyebabkan kerusakan pusat vasomotor dan respirasi di
otak. Keadaan ini menambah hipoksia jaringan. Hipoksia dan anoksia menyebabkan
terlepasnya toksin dan bahan lainnya dari jaringan (histamin dan bradikinin)
yang ikut memperjelek syok (vasodilatasi dan memperlemah fungsi jantung).
Iskemia dan anoksia usus menimbulkan penurunan integritas mukosa usus,
pelepasan toksin dan invasi bakteri usus ke sirkulasi.
Invasi
bakteri dan penurunan fungsi detoksikasi hepar memperjelek keadaan. Dapat
timbul sepsis, DIC bertambah nyata, integritas sistim retikuloendotelial rusak,
integritas mikro sirkulasi juga rusak. Hipoksia jaringan juga menyebabkan
perubahan metabolisme dari aerobik menjadi anaerobik. Akibatnya terjadi
asidosis metabolik, terjadi peningkatan asam laktat ekstraseluler dan timbunan
asam karbonat di jaringan.
- Fase Irevesibel
Karena
kerusakan seluler dan sirkulasi sedemikian luas sehingga tidak dapat
diperbaiki. Kekurangan oksigen mempercepat timbulnya ireversibilitas syok. Gagal
sistem kardiorespirasi, jantung tidak mampu lagi memompa darah yang cukup, paru
menjadi kaku, timbul edema interstisial, daya respirasi menurun, dan akhirnya
anoksia dan hiperkapnea6.
II.1.4 Manifestasi
Klinis
Manifestasi klinis
tergantung pada penyebab syok (kecuali syok neurogenik)
yang meliputi :


di cepat dan lemah, tekanan darah turun
bila kehilangan darah menca-
pai 30%.

tergantung
derajat syok, dimulai dari gelisah, bingung sampai keadaan
tidak sadar.




II.1.5 Derajat Syok
Menentukan derajat syok :
- Syok Ringan
Penurunan
perfusi hanya pada jaringan dan organ non vital seperti kulit, lemak, otot
rangka, dan tulang. Jaringan ini relatif dapat hidup lebih lama dengan perfusi
rendah, tanpa adanya perubahan jaringan yang menetap (irreversible). Kesadaran
tidak terganggu, produksi urin normal atau hanya sedikit menurun, asidosis
metabolik tidak ada atau ringan.
- Syok Sedang
Perfusi
ke organ vital selain jantung dan otak menurun (hati, usus, ginjal).
Organ-organ ini tidak dapat mentoleransi hipoperfusi lebih lama seperti pada
lemak, kulit dan otot. Pada keadaan ini terdapat oliguri (urin kurang dari 0,5
mg/kg/jam) dan asidosis metabolik. Akan tetapi kesadaran relatif masih baik.
- Syok Berat
Perfusi
ke jantung dan otak tidak adekuat. Mekanisme kompensasi syok beraksi untuk
menyediakan aliran darah ke dua organ vital. Pada syok lanjut terjadi
vasokontriksi di semua pembuluh darah lain. Terjadi oliguri dan asidosis berat,
gangguan kesadaran dan tanda-tanda hipoksia jantung (EKG abnormal, curah
jantung menurun)4.
II.1.6 Pemeriksaan
- Anamnesis
Pada
anamnesis, pasien mungkin tidak bisa diwawancara sehingga riwayat sakit mungkin
hanya didapatkan dari keluarga,
teman dekat atau orang yang mengetahui kejadiannya, cari :
- Riwayat trauma (banyak perdarahan atau perdarahan dalam perut)
- Riwayat penyakit jantung (sesak nafas)
- Riwayat infeksi (suhu tinggi)
- Riwayat pemakaian obat ( kesadaran menurun setelah memakan obat)4.
- Pemeriksaan fisik
§ Kulit
-
Suhu raba dingin (hangat pada syok septik
hanya bersifat sementara, karena begitu syok berlanjut terjadi hipovolemia)
-
Warna pucat (kemerahan pada syok septik,
sianosis pada syok kardiogenik dan syok hemoragi terminal)
-
Basah pada fase lanjut syok (sering kering
pada syok septik).
§ Tekanan darah
Hipotensi dengan tekanan sistole < 80 mmHg (lebih
tinggi pada penderita yang sebelumnya mengidap hipertensi, normal atau meninggi
pada awal syok septik)
§ Status jantung
Takikardi,
pulsus lemah dan sulit diraba.
§
Status respirasi
Respirasi
meningkat, dan dangkal (pada fase kompensasi) kemudian menjadi lambat (pada
syok septik, respirasi meningkat jika kondisi menjelek)
§
Status Mental
Gelisah, cemas, agitasi, tampak ketakutan.
Kesadaran dan orientasi menurun, sopor
sampai koma.
§ Fungsi Ginjal
Oliguria, anuria (curah urin < 30 ml/jam, kritis)
§
Fungsi
Metabolik
Asidosis akibat timbunan asam laktat di
jaringan (pada awal syok septik dijumpai alkalosis metabolik, kausanya tidak diketahui).
Alkalosis respirasi akibat takipnea
§
Sirkulasi
Tekanan vena sentral menurun pada syok hipovolemik, meninggi pada syok kardiogenik
§
Keseimbangan
Asam Basa
Pada awal syok pO2 dan pCO2 menurun (penurunan pCO2 karena takipnea, penurunan pO2
karena adanya aliran pintas di paru)6.
- Pemeriksaan Penunjang
§ Darah (Hb, Hmt, leukosit, golongan darah),
kadar elektrolit, kadar ureum, kreatinin, glukosa darah.
§ Analisa gas darah
§ EKG 6
II.1.7 Diagnosis
Kriteria diagnosis :
- Penurunan tekanan darah sistolik > 30 mmHg
- Tanda perfusi jaringan kurang
- Takikardi, pulsus lemah 6.
II.1.8 Diagnosis Banding
- Semua jenis syok.
- Sinkope (pingsan)
- Histeria6.
II.1.9 Komplikasi
- Kegagalan multi organ akibat penurunan alilran darah dan hipoksia jaringan yang berkepanjangan.
- Sindrom distress pernapasan dewasa akibat destruksi pertemuan alveolus kapiler karena hipoksia
- DIC (Koagulasi intravascular diseminata) akibat hipoksia dan kematian jaringan yang luas sehingga terjadi pengaktifan berlebihan jenjang koagulasi2.
II.1.10 Penatalaksanaan
A.Umum :
- Memperbaiki sistim pernafasan
- Bebaskan
jalan nafas
- Terapi oksigen
- Bantuan nafas
2. Memperbaiki
sistim sirkulasi
- Pemberian
cairan
- Hentikan
perdarahan yang terjadi
- Monitor
nadi, tekanan darah, perfusi perifer, produksi urin
3. Menghilangkan
atau mengatasi penyebab syok.
B. Khusus :
Obat farmakologik : -
Tergantung penyebab syok
-
Vasopresor (kontraindikasi syok
hipovolemik)
-
Vasodilator3,6
II.2 SYOK NEUROGENIK
II.2.1 Definisi
Syok
neurogenik merupakan kegagalan pusat vasomotor sehingga terjadi hipotensi dan
penimbunan darah pada pembuluh tampung (capacitance vessels)1.
Syok
neurogenik terjadi karena hilangnya tonus pembuluh darah secara mendadak di
seluruh tubuh2.
II.2.2 Etiologi
Penyebab
utamanya adalah trauma medula spinalis dengan quadriplegia atau paraplegia
(syok spinal). Syok pada trauma medula spinalis lebih banyak disebabkan oleh
hipovolemia karena trauma abdomen atau rongga toraks1. Penyebab lain
:
- Rangsangan hebat yang kurang menyenangkan seperti rasa nyeri hebat pada fraktur tulang.
- Rangsangan pada medula spinalis seperti penggunaan obat anestesi spinal.
- Trauma kepala (terdapat gangguan pada pusat otonom)4.
Syok neurogenik bisa juga akibat letupan rangsangan
parasimpatis ke jantung yang memperlambat kecepatan denyut jantung dan
menurunkan rangsangan simpatis ke pembuluh darah. Misalnya pingsan mendadak akibat
gangguan emosional2.
II.2.3 Manifestasi Klinis
Mirip
dengan analgesia spinal tinggi1. Berbeda dengan syok hipovolemik,
walaupun tekanan darah turun, nadi tidak bertambah cepat, malahan dapat lebih
lambat (bradikardi). Sedangkan pada keadaan lanjut, sesudah pasien menjadi
tidak sadar, barulah nadi bertambah cepat. Karena terjadinya pengumpulan darah
di dalam arteriol, kapiler dan vena, maka kulit terasa agak hangat dan cepat
berwarna kemerahan4
II.2.4 Diagnosis
Tanda dan gejala serupa dengan syok hipovolemik tapi
kelainan neurologik seperti quadriplegia atau paraplegia harus ada1.
II.2.5 Diagnosis Banding
Diagnosis
bandingnya syok neurogenik adalah vasovagal. Keduanya sama-sama menyebabkan
hipotensi karena kegagalan pusat pengaturan vasomotor tetapi pada sinkop vasovagal
hal ini tidak sampai menyebabkan iskemia jaringan menyeluruh dan menimbulkan
gejala syok1.
II.2.6 Penatalaksanaan
1. Baringkan pasien dengan posisi kepala
lebih rendah dari kaki (posisi
Trendelenburg).
2.
Bila tekanan darah dan perfusi
perifer tidak segera pulih, berikan obat-obat vasopresor (adrenergik; agonis
alfa yang indikasi kontra bila ada perdarahan seperti ruptur lien) :



-Pada
pemberian subkutan, diserap tidak sempurna jadi
sebaiknya diberikan
per infus.
-Obat ini merupakan obat yang
terbaik karena pengaruh
vasokonstriksi perifernya lebih besar dari pengaruh
terhadap jantung (palpitasi). Pemberian obat ini dihentikan bila tekanan darah sudah
normal kembali
-Awasi pemberian obat ini pada
wanita hamil, karena dapat menimbulkan kontraksi
otot-otot uterus.

-Pada pemberian subkutan atau im,
diserap dengan sempurna dan
dimetabolisme cepat dalam badan.
-Efek vasokonstriksi perifer sama
kuat dengan pengaruhnya terhadap
jantung
-Sebelum pemberian obat ini harus
diperhatikan dulu bahwa pasien
tidak mengalami syok hipovolemik.
-Perlu diingat obat yang dapat
menyebabkan vasodilatasi perifer tidak
boleh diberikan pada pasien syok neurogenik
3. Pertahankan jalan nafas dengan
memberikan oksigen
4. Obat-obat
lain tergantung dari kasus dan penyebabnya
5. Pemberian
cairan kalau perlu dengan pengawasan4.
BAB III
KESIMPULAN
Syok
neurogenik terjadi karena tonus pembuluh darah tiba-tiba menghilang misalnya
setelah trauma sumsum tulang belakang, mengakibatkan pengumpulan darah di vena disertai
dengan penurunan aliran balik darah ke jantung kanan juga vasodilatasi arteri
dan cabang-cabangnya. Tekanan darah pasien menurun, tetapi pasien ini tidak
menunjukkan adanya refleks takikardi. Ektremitasnya hangat. Penatalaksanaannya
berupa pemberian cairan yang cukup untuk mengisi ruangan vena dan vasopresor
untuk meningkatkan tonus arteri7.
DAFTAR PUSTAKA
1. Muhardi, M., dkk., 1989., Anestesiologi., Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.,
Jakarta., hal 186-195
.
2. Corwin,
EJ., 2000., Buku Saku Patofi siologis.,
EGC., Jakarta., hal 390-392
3. Karjadi,W., 2000., Anestesiologi dan Reanimasi Modul Dasar Untuk Pendidikan S1 Kedokteran.,
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional., Jakarta.,
hal 35-40
4. Tambunan, K., 1990., Buku Panduan Penatalaksanaan Gawat Darurat., Fakulatas Kedokteran Universitas
Indonesia., Jakarta., hal 1-19
5. Mansjoer, A., 1999., Kapita Selekta Kedokteran., Ed ke-3., Jilid I., Cet Kedua., Media
Aesculapius., Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia., Jakarta., hal 610-623
6. Komite Medik RSUP Dr. Sardjito.,
2000., Standar Pelayanan Medis., Ed
Ketiga., Medika., Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada., Yogyakarta., hal
38-49
7. Schwartz, S., 2000., Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah., Ed ke-6., EGC., Jakarta., hal
37-45
8. Isselbacher, KJ.,
1999., Horrison Prinsip-Prinsip Ilmu
Penyakit Dalam., Ed ke-13., Cet Pertama., EGC., Jakarta., hal 218-223
Tidak ada komentar:
Posting Komentar